PERUBAHAN PARADIGMA PERENCANAAN KOTA

5 06 2020

Terbentuknya kota terjadi melalui proses yang bervariasi selama kurun waktu tertentu. Kota merupakan hasil karya peradaban manusia yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan dari dulu sampai sekarang. Wujud perkembangan kota pada hakekatnya merupakan jejak peradaban yang ditampilkan sepanjang sejarah kota sebagaimana perwujudan proses yang panjang (Budihardjo, 1996), identias tidak bisa diciptakan pada suatu saat saja (seketika) seperti budaya dadakan, jadi perwujudan suatu kota merupakan manifestasi dari berbagai kegiatan masyarakat, sehingga kota mencerminkan suatu bentuk simbol kehidupan ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat.

Perkembangan dan bentuk struktur fisik suatu kota dapat diketahui melalui perubahan elemen-elemen kota sebagai pembentuk ruang kota. Elemen tersebut merupakan elemen fisik dan non fisik. Elemen fisik meliputi sarana transportasi, pasar, pusat pemerintahan, ruang terbuka, pusat peribadatan, tempat permukiman dan sebagainya, sedangkan elemen non fisik adalah manusia dengan segala aktivitasnya.

Menurut Wirth (dalam P.J.M. Nas, 1979), kota adalah suatu permukiman yang relatif besar, padat, permanen, dan di huni oleh orang-orang yang kedudukan sosialnya bervariasi. Sedikit kota yang kebudayaannya tinggi dimulai dengan sebuah rencana.

Menurut Gallion dan Eisner (1992) , keragaman bentuk kota merupakan hasil dari kekuatan tertentu yang dominan selama masa tertentu dalam sejarahnya.Kota-kota tersebut berkembang melalui suatu proses pertumbuhan. Perkembangannya tidak teratur, responsif terhadap perubahan kebiasaan penduduk, dan bersifat suka rela. Bentuk eksternal dan pola fisik kota dibentuk sesuai dengan struktur tanah itu sendiri atau cara tanah tersebut dibagi di antara penduduknya. Kota-kota sejak jaman dahulu telah mengalami proses perubahan bentuk terus menerus sepanjang masa.

Tujuan penyusunan esai adalah mendeskripsikan sejarah perkembangan dan perubahan paradigma perencanaan kota dengan mengidentifikasi karakteristik perancangan kota pada setiap periode dan faktor – faktor yang mempengaruhi pola perancangan kota. Metode Penulisan esai menggunakan metode studi literatur (Literatur Research) dengan mendeskripsikan beberapa materi yang berhubungan dengan sejarah perubahan paradigma perancangan kota melalui sumber buku, artikel, jurnal, dan sumber lainnya.

  • MASA PRASEJARAH

Kehidupan dimulai sejak masa prasejarah, dimana manusia hidup dengan mengekplorasi alam. Mereka mencari makan dan hidup dengan bergantung pada alam. Untuk menandai batas wlayah mereka menggunan batas alam berupa sungai, hutan, lembah, atau gunung. Kehidupan manusia pada masa ini belum menetap atau masih berpindah-pindah (nomaden). Mereka bertahan hidup dan berlindung dari musuh atau binatang buas dengan tinggal di gua, pohon atau tenda dari kulit binatang. Kehidupan manusia dimulai pertama sekali didalam gua untuk berkumpul dan berlindung serta bertahan dari suku-suku lain atau musuh mereka. Menurut Lewis Mumford dalam Gallion dan Eisner (1992) menyatakan bahwa sejak zaman neolitik manusia melakukan kebiasaan berkumpul di gua-gua atau dinding batu yang dilubangi untuk bertahan hidup dan melakukan upacara magis.

Setelah mengenal alat (batu, besi, roda) barulah manusia mulai hidup menetap dengan membudidayakan makanan melalui bercocok tanam, beternak, dan memelihara ikan. Pada masa ini timbul kelompok-kelompok petani, pedagang, prajurit, dan pemimpin. Seiring perkembanganya kemudian tempat-tempat berkumpul tersebut menjadi bentuk perkampungan yang berada disekitar lahan pertanian yang subur dan sumber-sumber air. Perkampungan awal ini tumbuh disekitar Laut Tengah dan sungai-sungai Nil, Eufrat, dan Tigris yang menjadi awal kehidupan kota dengan penguasa sebagai pemimpinnya.

KOTA ZAMAN KUNO

  • Kota Mesopotamia / Babilonia (4000-3000 SM)

Mesopotamia terletak di antara dua sungai besar, Eufrat dan Tigris. Daerah yang kini menjadi Republik Irak itu di zaman dahulu disebut Mesopotamia, yang dalam bahasa Yunani berarti “(daerah) di antara sungai-sungai”. Daerah ini biasa disebut daerah subur bulan sabit, karena tanahnya yang subur dan menyerupai ulan sabit. Kota Mesopotamia kuno secara geografis tidak memiliki benteng/perlindungan alam suatu kota, hal ini menyebabkan kota tersebut seringkali dikuasai bangsa asing silih berganti. Meskipun dalam perancangan kotanya sudah menerapkan sistem kota benteng dengan membangun benteng di garis luar kota Msopotamia dengan dilengkapi parit-parit.

Beberapa ciri kota di era Mesopotamia antara lain:

  • Motivasi masyarakat tinggal di kota tersebut adalah untuk jaminan keamanan dan peribadatan
  • Berbentuk kota benteng (dikelilingi benteng-benteng)
  • Pusat kota/benteng berupa zigurat sebagai kuil penyembahan dewa
  • Memiliki karakter kota taman gantung

Mesir Kuno (1400 SM)

Kota-kota (Kahun dan Giza) yang dibangun pada masa ini berdasarkan kehendak penguasa Firaun dalam upaya menampung budak dan tukang yang teribat dalam pembangunan Piramid. Sel-sel berupa barak dari bata yang padat dibangun dengan gang sempit yang difungsikan sebagai jalan dan saluran limbah. Tembok-tembok dibangun untuk perlindungan kota dari banjir musiman.

Di tepi sungai Nil juga dibangun kota kuil oleh penguasa Firaun yang memiliki jalan besar monumental, plaza-plaza kuil yang luas, dan makam makam sebagai saksi kehidupan mewah para bangsawan. Setiap kota di benteng untuk menghindari serangan musuh. Rumah-rumah penduduk dipadatkan dengan jalan-jalan sempit yang diletakkan dengan pola tegak lurus.

Perancangan kota pada masa Mesir kuno memiliki ciri sebagai berikut :

  1. Tidak memiliki benteng yang mengeliingi kota
  2. Bentuk kota yang grid
  3. Perumahan penduduk saling membelakangi
  4. Perumahan besar berderet disepanjang jalan besar
  5. Penduduk bergerak dibidang pertanian dan konstruksi bangunan

KOTA KLASIK

Yunani (500 – 146 SM)

Pada masa abad kedelapan SM kekuasaan dipegang oleh bangsawan pemilik tanah yang kaya. Kelompok bangsawan memegang sebagian pengaruh yang semula dimiliki para raja. Benteng-benteng istana sebagai pertahanan mulai menghilang dan diganti dengan kuil-kuil tempat persembahan kepada dewa-dewa Yunani yang berada ditempat tinggi yaitu Acropolis. Kaum Bangsawan mengambil alih kekuasaan raja, mendominasi kota, dan menindas kaum petani.

Pada abad kelima SM demokrasi dan keteraturan moralitas yang tinggi muncul di Athena. Pendidikan politik, kebebasan berbicara dan berdiskusi mulai diterapkan dalam kehidupan yang tercermin pada kuil-kuil di Acropolis. Tempat tinggi atau bukit sangat disakralkan sebagai tempat para dewa sehingga menjadi tempat peribadatan.

Di masa awal demokrasi Athena, Yunani memiliki jaringan tidak teratur dari lorong yang diperkeras dan kurangnya saluran air dan sanitasi. Air dibawa dari sumur-sumur setempat dan sampah dibuang ke jalanan. Tidak ada istana melainkan kuil-kuil dan bangunan umum yang sedikit. Tempat pertemuan umum di ruang terbuka yang disebut pnyx. Pusat kegiatan perkotaan yang disebut Agora / pasar berbentuk tidak teratur. Hunian orang kaya dan penduduk miskin tidak memiliki perbedaan dan sebagian besar dikelilingi oleh tembok pelindung.

Pada kota terdapat Agora sebagai pusat bisnis dan kehidupan politik yang disekitarnya terdapat toko-toko dan kios-kios pasar. Agora terletak dipusat kota dengan jalan utama timur-barat dan utara-selatan mengarah padanya. Agora berbentuk geometris dengan ruang terbuka berbentuk persegi yang dikelilingi kolom-kolom serambi. Jalan-jalan berakhir di Agora dan tidak melaluinya. Lalu lintas dan sirkulasi pejalan kaki berada pada ruang terbuka.

Seorang arsitek bernama Hippodamus dari Miletus mengemukakan teori-teori positif dalam seni dan ilmu perencanaan kota. Hippodamus menciptakan sistem jalan gridiron untuk mendapatkan pengaturan yang rasional dari bangunan dan sistem sirkulasinya. Blok-blok dibentuk untuk memberikan orientasi yang benar bagi rumah-rumah di dalamnya. Penggunaan fungsional bangunan dan ruang-ruang umum diakui dalam peletakan jalan-jalan. Pengaturan tersebut memungkinkan sirkulasi manusia dan kendaraan tanpa mengganggu orientasi bangunan atau tempat pertemuan manusia di pasar.Bentuk geometris yang kaku menciptakan banyak jalan terjal. Pergerakan orang (sirkulasi) hampir seluruhnya berjalan kaki. Jalan-jalan sebagai lalu lintas utama dibuat untuk sirkulasi kendaraan berkuda yang memasuki kota.

Perancangan kota masa Yunani memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Perancangan memiliki pandangan yang dominan terhadap keterbatasan sebagai ide yang terukur
  2. Perancangan kota menggunakan skala manusia
  3. Kegiatan bersifat publik (pertemuan)
  4. Motivasi hidup untuk berlindung atau mencari keamanan
  • Romawi (500 – 324 SM)

Pada masa ini dikenal pandangan Pax Romano dimana keberhasilan dalam menaklukan wilayah lain membuat Romawi membangun jalan-jalan di seluruh imperiumnya dari Inggris sampai Babilon dan dari Spanyol sampai Mesir. Pembangunan jalan bertujuan untuk memperlancar telekomunikasi dan perdagangan dari Roma dan memudahkan pasukan bergerak untuk pengamanan dan menumpas pemberontakan.

Orang Romawi adalah organisator penghitung yang berprestasi teknis dan merupakan insinyur-insinyur yang ahli dalam pembangunan kota sehingga menjadi perencana wilayah yang pertama. Sistem penyediaan, pendistribusian, sistem drainase, dan metoda pemanasan mulai dikembangkan. Selain motivasi keamanan perancangan kota juga dipengaruhi adanya kekuatan politik dan organisasi. Pada masa ini dibangun kota militer diseluruh Imperium dengan tujuan untuk menegakkan citra hukum dan ketertiban.  Bentuk-bentuk hiburan umum untuk masyarakat disajikan melalui bentuk pertempuran meriah di Colosseum, sandiwara di teater dan pesta di forum.

Kota Romawi merupakan kota yang terencana dengan gridiron (struktur jaringan jalan yang terarah) berbentuk persegi panjang. Kota didominasi dengan pusat keagamaan dan pemerintahan dan terdapat sarana rekreasi berupa ruag terbuka hijau dan sarana pemandian. Pada Kota terdapat pola axis dimana jaringan jalan dari atas ke bawah (pusat kota ke daerah pengaruh).

Perancangan kota masa Romawi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Proposi mengacu pada hubungan harmonisasi
  2. Proposi bangunan menggunakan sistem modular
  3. Dalam perancangan kota menggunakan modul yang abstrak
  4. Benteng dibangun terlebih dahulu karena menjadi bagian utama dari bangunan
  5. Kemampuan teknologi bangunan lebih maju seperti pembuatan saluran air konstruksi busur/lengkung.
  6. Penafsiran makna kehidupan dari segi fungsi dan sistem struktur sosial sangat kompleks.
  7. Konsep penataan bangunan dan landscape perkotaan dirancang secara integratif.
  8. Konsep perancangan menekankan pada skala kota dan interior.
  9. Skala bangunan bersifat monumental atau mengutamakan kesan agung.
  10. Bentuk arsitektur mengesankan keanggunan formal yang berorientasi birokratik, tersusun secara sistematik, praktis dan variatif dalam langgam.
  • KOTA ABAD PERTENGAHAN (800 – 1200 M)

Kekaisaran Romawi runtuh sampai abad kelima Masehi akibat kesombongan, kemewahan dan kebiasaannya sendiri sehingga menimbulkan masa kegelapan. Masa kegelapan mulai membaik pada periode abad pertengahan. Kota awal abad pertengahan didominasi oleh gereja atau biara dan kastil penguasa. Halaman gereja menjadi pasar perdagangan dengan gedung perserikatan disebelahnya. Posisi katedral/gereja membentuk satu kesatuan kota yang diperkuat oleh lingkungan tembok disekelilingnya. Kastil dikelilingi oleh temboknya sendiri sebagai perlindungan akhir dari musuh.

Kemunduran masa Romawi menjadi awal kemunculan kota-kota abad pertengahan. Komunitas-komunitas baru berkembang pada lokasi dan tapak yang subur menjadi kota hidup dan berkembang. Pada masa ini muncul tuan tanah – tuan tanah  (feodalisme) yang berpengaruh terhadap perkembangan kota.  

Ciri perancangan kota pada masa abad pertengahan ini antara lain:

  1. Motivasi hidup juga untuk keamanan dan mengembangkan persaudaraan (Sosialitas)
  2. Kota benteng yang ada, sedikit demi sedikit dikuasai oleh biara-biara, sehingga menjadikan biara tersebut sebagai pusat kota.
  3. Benteng yang melindungi kota berbentuk melingkar.
  4. Kota kecil di sekitar biara dan benteng tumbuh secara natural dari pintu gerbangnya hingga membentuk jaringan jalan dan berpola radiocentric (radial).
  5. Awalnya kota berupa kota benteng yang biasa dilukiskan dengan ilustrasi suatu pemandangan kota dengan benteng dari jarak jauh, selanjutnya menjadi suatu kota yang hidup dengan kasta-kasta biara dan terdapat banyak pedagang dan biarawan.
  6. Memiliki pandangan keterbatasan ruang seperti era Yunani dan mulai menggunakan penataan abstrak seperti aksis.
  7. Menggunakan skala manusia.
  8. Kota di abad pertengahan bersifat tangibel/terlihat atau mudah dikenalidan tidak disorientasi. Sebagai contohnya, suatu koridor jalan akan memperlihatkan suatu menara gereja dimana selalu terlihat sepanjang jalan itu, sehingga bisa digunakan sebagai ancar-ancar sehingga tidak akan tersesat.
  9. Menghindari long vista.
  10. Tidak memiliki hierarki jalan.

Kota-kota abad pertengahan mulai dibangun pada abad ke-11 sampai abad ke-15 yang ditujukan untuk kepentingan kegiatan perdagangan, pemasaran dan pertanahan. Kota abad pertengahan yang tumbuh menjadi besar, antara lain adalah :

  • Florence yang merupakan tempat kedudukan dari kekuatan politik;
  • Venesia yang tumbuh menjadi pusat perdagangan dunia;
  • Siena yang terbagi menjadi beberapa kelompok politik yang menguasai topografi tertentu yang disatukan oleh sebuah piazza berbentuk kerang bernama Piazza del Campo;
  • Paris yang tumbuh menjadi pusat perdagangan dunia.

Penemuan mesiu pada abad ke-15 telah merubah struktur kota abad pertengahan. Di luar kota benteng dibangun tembok-tembok baru agak jauh dari kota untuk membentuk suatu kawasan penyangga yang disebut ”daerah tak bertuan” yang difungsikan untuk menampung jatuhnya peluru meriam musuh agar tidak mencapai tembok kota. Pasca abad pertengahan muncul aliran renaissance dan pemikiran yang mengombinasikan ilmu pengetahuan (berpegang pada rasio) dan kekuatan modal. Kota-kota terlihat lebih artistik dengan munculnya seni.

  • Renaissance (1400-1500 M)

Sebelum era Renaissance, di abad XV dimana merupakan fajar ilmu pengetahuan, ditemukan bubuk mesiu sehingga di era Renaissance memiliki motivasi hidup yang berbeda dari era-era sebelumnya, karena kota benteng di era ini sudah tidak berfungsi lagi, karena senjata perang bisa menggunakan bahan peledak yang bisa meledakkan benteng sekalipun. Beberapa ciri yang bisa diambil dari kota di Era Renaissance antara lain:

  1. Era Renaissance dimulai pada tahun 1440
    1. Bentuk kota bintang dengan jalan yang bercabang dari titik pusatnya. Titik pusatnya biasa berupa gereja/biara.
    1. Perancangan on paper (diatas kertas)
    1. Bentuk bangunan simetris penuh dan bersifat utopian.
    1. Motivasi hidup terutama untuk bersosialitas dan peribadatan ditandai dengan gereja sebagai pusat kota
  • Baroque (1700-1800 M)

Arsitektur Renaissance yang cenderung menerapkan simetris murni, menimbulkan kesan monoton, sehingga para seniman di era Baroque (1600-1750) mencoba bereksperimen dengan memvariasi karya seni dengan melebih-lebihkan komposisi warna atau efek sehingga menimbulkan kesan tidak realistik dan berlebihan. Era baroque merupakan suatu era perubahan dari Renaissance yang cenderung simetris menjadi bentuk-bentuk dinamis, lengkung, dan berlebihan. Pada era Baroque, juga dikenal hedonisme dan peleburan elemen arsitektural dalam perancangan kota seperti implementasi patung/sculpture dalam perancangan kota di era Baroque.

Kota-kota di era Baroque menerapkan konsep bangunan peribadatan sebagai pusat pemerintahan, hal ini bisa diterka bahwa masyarakat era Baroque memiliki motivasi hidup bersosialitas. Beberapa poin ciri-ciri arsitektur Baroque antara lain:

  1. Denah di bagian sudut diselesaikan dengan bentuk lengkung
  2. Pilar-pilar berpilin
  3. Ornamen membentuk 3 dimensi sehingga muncul keluar
  4. Banyak menggunakan hiasan pahatan dan menggunakan warna-warna cerah

Selama abad pertengahan jumlah kota meningkat dengan cepat dengan jumlah penduduk sedikit. Air bisa didapat pada pancuran kota, saluran sanitasi tidak ada dan pembuangan air limbah melalui jalanan. Kekurangan ini dapat tertutupi dengan jumlah penduduk yang sedikit. Kota Neo Klasik (Abad 15-16) menjadikan gereja sebagai orientasi utama dengan plaza-nya yang luas.

Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan peningkatan penduduk kota mengakibatkan kepadatan di kota. Lalu lintas beroda meningkat, jalan sempit menjadi macet, gelap, dan kotor. Kota menjadi perkampungan kumuh dengan adanya perbedaan pendapatan antara kaun bangsawan dan pendeta yang memiliki pengaruh luas. Kota Neo Klasik memiiki seni dan arsitektur yang berpengaruh pada karakteristik perancangan monumental seperti setiap ruang memiliki sumbu dan lapangan-lapangan formal.

  • KOTA REVOLUSI INDUSTRI

Revolusi industri ditandai dengan adanya penemuan mesin uap oleh James Watt tahun 1769 pada abad kesembilan belas. Zaman mesin menimbulkan peningkatan produksi barang dan pertumbuhan perdagangan sehingga tempat pengolahan dipindahkan dari rumah ke pabrik-pabrik pengolahan yang terpisah dengan jarak yang jauh.

Pabrik-pabrik yang hadir membuat jumlah tenaga kerja bertambah sehingga permintaan permukiman pekerja, sekolah, dan toko-toko disekitarnya semakin meningkat. Kondisi ini mendorong munculnya pemikiran untuk membangun perumahan pekerja dalam skala besar. Ada beberapa tokoh yang membangun kota buruh yaitu :

  • Robert Owen yang membuat rencana awal di New Larnak Inggris (785-1799).
  • Sir Titus Salt, yang membangun kota buruh Saltaire; untuk menampung
    3.000 buruh pabrik tekstilnya.
  • Keluarga Krupp membangun beberapa kota kecil dekat Essen Jerman untuk
    buruh pabrik senjata dan mesiu.

Sistem perindustrian berimbas pada pentingnya transportasi baik untuk distribusi barang ataupun pekerja. Akhirnya muncul alat transportasi berupa kapal uap, kereta api uap, dan kereta api listrik. Kota menjadi lebih terbuka dengan dibangunnya infrastruktur rel kereta api yang menghubungkan ke daerah luar kota. Hadirnya mesin-mesin pengangkut ini menimbulkan permasalahan kemacetan yang semakin besar di dalam kota. Setelah gagal mengatasi kemacetan kota, kereta api listrik pindah ke bawah tanah sampai muncul alat transportasi seperti kendaraan dengan mesin bermotor. Selain kemacetan kota juga menghadapi masalah serius terhadap polusi udara dan air akibat kegiatan industrialisasi.

Pada masa ini perkembangan komunikasi ditandai dengan adanya radio, televisi dan komputer yang memudahkan pengiriman informasi. Selain itu upaya kesehatan dan keselamatan umum semakin diperluas dengan adanya sistem penyediaan air menggunakan gaya gravitasi. Metode pembuangan dan pengolahan air kotor mulai diperbaiki.

Karakteristik Perencanaan Kota pada Era Revolusi Industri

  • Konsentrasi industri menyebabkan ketimpangan (kekurangan rumah) bagi pekerja
  • Transportasi sebagai prioritas
  • Terjadi konsentrasi industri di pusat kota
  • Kaum elit pindah ke pinggiran kota (suburban)
  • KOTA PASCA REVOLUSI INDUSTRI
  • Garden City

Pada awal abad XX terjadi gerakan reformasi sebagai reaksi terhadap tumbuhnya kota-kota industri. Di Inggris terbit UU Kesehatan  akibat keadaan lingkungan masyarakat yang buruk, peraturan tentang zonasi (penggunaan/tata guna lahan), tinggi bangunan dan lainnya.

Pertumbuhan kota yang terjadi pada masa revolusi industri menimbulkan permasalahan lingkungan yang buruk dari polusi udara pabrik dan kondisi sanitasi yang tidak baik. Kondisi ini mendasari pemikiran Ebenezer Howard dalam pembentukan Kota Taman (Garden City). Munculnya gagasan Garden City oleh Ebenizer Howard sebagai gambaran kota ideal guna memerangi kepadatan kota industri dan manusia harus kembali ke alam (back to nature). Pada Garden City, kota ini merupakan subsistem dengan pusat kota (CBD) yang dikelilingi taman. Konsep Garden City berkembang menjadi Neighbourhood Unit.

Kelemahan Garden City karena kurang realistis jika diterapkan di negara berkembang, karena alasan sebagai berikut.

  • Lahan dikuasai swasta
  • jumlah populasi maksimum 3000 jiwa
  • lahan pertanian yang mengitari kota minimum 5X lahan yang dikuasai swasta
  • Kota Modern

Pada Kota-kota modern terlihat penggunaan teknologi canggih seperti listrik, elevator, AC dan ditandai dengan munculnya bangunan-bangunan pencakar langit di perkotaan. Kegiatan bisnis berkembang seperti bank, asuransi, pasar modal, industri dan peraturan zoning sehingga mempengaruhi perkembangan kota-kota modern. Salah satu contoh kota modern yang berkembang adalah New York.

Pada era modern motivasi masyarakat hidup yang paling utama bukan lagi karena faktor keamanan tetapi  untuk memenuhi kebutuhannya. Kota membentuk pola yang jelas seperti linear, grid, dan radial. Penggunaan material lebih modern yaitu dengan baja dan kaca. Penggunaan media lahan tidak terfokus pada tanah saja tetapi sudah memanfaatkan laut dan perairan.

  • Kota Utopian

Masalah perkotaan yang semakin kompleks membuat pemikiran baru dari para visioner untuk mengatasinya seperti :

  • Edgar Chambless dari Amreika mengusulkan kota dengan bangunan menerus yang bagian atapnya dapat dilewati kendaraan yang dikenal dengan “Motopia
  • Eugene Henard dari Perancis mengenalkan konsep “The Cities of The Future” dengan jaringan jalan bawah tanah dan pesawat yang bisa mendarat diatas bangunan.
  • Antonio Sant’Elia menggagas konsep metropolis bernama “La CItta Nuova” yaitu sebuah kota berbasis pergerakan transportasi vertikal maupun horizontal.
  • Richard Buckminster Fuller dengan teori dymaxion yang menghasilkan bangunan dan kota berbentuk kubah yang bisa dibangun dimana dan kapan saja. Bagian kota yang berada didalam kubah bisa diatur temperatur, pencahayaan, kelembaban, kecepatan angin, hujan, salju, sesuai yang diinginkan.

Inteligent city yang dibangun oleh Mitshubishi di Jepang dengan mengandalkan teknologi informasi.

Floating City sebuah gagasan manusia untuk mengatasi keterbatasan lahan dan memanfatkan ruang laut dan perairan.

  • KESIMPULAN

Tabel Kesimpulan

NoEra/zamanTahunMotivasi tinggalKarakter KotaHierarki tertinggiPola JalanProporsiTeknik DesainKeterangan
1Babilonia/ Mesopotamia4000-3000 SM–  Jaminan Keamanan –  PeribadatanKota bentengZigurat dalam bentengGridMeskipun dibangun benteng, namun tidak didukung faktor alamnya, sehingga tetap mudah dikuasai bangsa lain.
2Mesir Kuno1400 SM– Jaminan keamananKota bentengPiramidaGridBukan merupakan kota benteng karena pengaruh Fir’aun yang sangat berkuasa dan menjamin keamanan warganya
3Yunani500-146 SM– Jaminan keamananKota bentengPartenon/KuilGridGolden section dan human scaleOn siteKegiatan bersifat publik banyak dilakukan di rumah daripada di jalan. Menerapkan konsep serial of vista dalam perancangan Acropolis
4Romawi500-324 SM– Jaminan keamanan – Politik dan organisasiKota militer-Kota KoloniPusat pemerintahanGridHubungan harmoni tiap elemen bangunanOn paperPerancangan menggunakan modul-modul yang besar mencerminkan kekuasaan politik mendominasi era Romawi
5Abad Pertengahan800-1200 M– Jaminan keamanan – SosialisasiKota benteng kekuatan central berupa gerejaBiara/ gerejaRadio- concentricHuman scaleOn paperKota di abad pertengahan bersifat tangibel dan menghindari long vista serta disorientasi visual. Apabila pengunjung kesana tidak akan tersesat.
6Renaissance1400-1500 M– Bersosialitas – BeribadahKota artistik. Menerapkan axis, palza.Biara/ gerejaRadial, kota berbentuk bintangRenaissanceOn paperKota di era Renaissance sudah tidak berbentuk kota benteng karena sudah ditemukannya senjata peledak (mesiu) di abad XV, konsep kota berlebihan dan menganut simetris murni
7Baroque1700-1800 M– Bersosialitas – BeribadahMonumentalisme, monarkiBiara/ gerejaKota bintangHuman scaleOn paperKota di era Baroque memiliki konsep berlebihan dengan banyak pahatan sebagai akibat rasa bosan para seniman pada kota Renaissance yang menganut simetris murni. Sudah meninggalkan kota benteng dan mulai mengimplementasikan patung dalam perancangan kota.
8Kota Revolusi IndustriAbad ke 19-anMemenuhi kebutuhan industriKota IndustriPusat IndustriLinier, Radial, gridBervariasi (humanOn paperkekurangan rumah bagi pekerjaTransportasi sebagai prioritasTerjadi konsentrasi industri di pusat kotaKaum elit pindah ke pinggiran kota (suburban)
9Kota Pasca Revolusi IndustriAbad 20-anMemenuhi kebutuhan hidupKota taman, perencanaan integrasi sosial & ekonomiPusat pemerintahan/istanaLinier, Radial, gridBervariasi (human scale dan harmonisasi ukuran)On paperDi era modern, arsitek dimanjakan dengan temuan-temuan material praktis seperti kaca dan baja sehingga bisa digunakan dalam bentuk apapun yang dikehendaki.
  • DAFTAR PUSTAKA

Carter, D. 1997. Digital Democracy or Information – Aristocracy. The Governance of Cyberspace, London

Gallion, A.B. dan Simon Eisner. 1992. Pengantar Perancangan Kota. Jakarta : Erlangga.

Mariana, Y. 2011. Kompleksitas Ruang Publik (Public Space): Agora, Yunani Dan Forum, Romawi.ComTech.Vol.2 No. 2 Desember 2011. 1359-1371

Nas, d. P. J. M. 1979. Kota di Dunia Ketiga: Pengantar Sosiologi Kota. Jilid 1. Bhratara Karya Aksara, Jakarta

Snyder, J.C., dan Catanese, A.J. 1992. Perencanaan Kota (Edisi Kedua). Penerbit Erlangga, Jakarta

Spereigen, Paul D. 1965. The Architecture of Towns and Cities.  Mc Hraw Hill Book, New York.





Kawah Putih Bandung

30 04 2020





Teori The Image of The City (Kevin Lynch, 1960)

30 04 2020

Teori Image of The city atau teori citra kota dilatarbelakangi oleh munculnya pertanyaan tentang apakah bentuk kota benar-benar memiliki arti bagi orang yang tinggal didalamnya dan apa yang bisa dilakukan perencana kota untuk membuat citra kota menjadi lebih hidup dan berkesan bagi penghuninya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka Kevin Lynch melakukan studi tentang citra kota.

Citra Kota merupakan gambaran mental kota sesuai pandangan masyarakatnya (Zahnd, 1999 : 156). Citra kota memberikan kesan fisik yang khas kepada suatu kota. Dalam pengembangan suatu kota, citra kota berperan sebagai pembentuk identitas kota, dan sebagai penambah daya tarik kota. Oleh karena itu, citra kota yang jelas dan kuat akan memperkuat identitas dan wajah kota sehingga membuat kota tersebut menarik dan memiliki daya tarik. Citra dan identitas kawasan seakan telah menjadi tolak ukur bagi kualitas suatu lingkungan khususnya menyangkut cara pandang orang terhadap nilai lingkungan tersebut.

Teori The Image of The City yang dikemukanan oleh Kevin Lynch (1960) didasarkan pada citra mental penduduk kota. Citra mental dianggap hal yang penting untuk memberikan kejelasan identitas sehingga memberikan orientasi yang mudah dan tepat terhadap suatu tempat dengan perasaan nyaman.

Pembentukan citra kota tergantung pada rasa (sence), pengalaman (experience), persepsi dan imajinasi pengamat terhadap tempat atau lingkungan. Keterkaitan antara manusia dan lingkungan akan mempengaruhi pembentukan citra kota. Fisik kota meliputi 3 aspek yang harus dipertimbangkan antara lain :

  1. aspek normatis kota (kondisi sosial-budaya)
  2. aspek fungsional kota (kegiatan khas masyarakat) dan
  3. aspek fisik kota (kekhasan penampilan fisik kota)

Menurut Lynch (1960 : 131), image/ citra lingkungan adalah proses dua arah antara pengamat dengan benda yang diamati, atau disebut juga sebagai kesan atau persepsi antara pengamat terhadap lingkungannya.“The creation of the environmental image is a two-way process between observer and observed”. Kesan pengamat terhadap lingkungannya tergantung dari kemampuan beradaptasi pengamat dalam menyeleksi, mengorganisir sehingga lingkungan yang diamatinya akan memberikan perbedaan dan keterhubungan. Persepsi dapat diartikan sebagai pengamatan yang dilakukan secara langsung dikaitkan dengan suatu makna. Persepsi setiap orang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman yang dialami, sudut pengamatan, dan lain-lain.

Namun citra/ kesan/ wajah pada sebuah kota merupakan kesan yang diberikan oleh orang banyak bukan individual. Serta lebih ditekankan pada lingkungan fisik atau sebagai kualitas sebuah obyek fisik (seperti warna, bentuk, struktur yang kuat, dll), sehingga akan menimbulkan tampilan yang berbeda, dan menarik perhatian. Lynch mendefinisikan citra kota sebagai gambaran mental dari sebuah kawasan sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakatnya.

Dalam bukunya ‘The Image of The City’, Kevin Lynch telah melakukan beberapa pengamatan tentang citra kota di 3 (tiga) kota : Los Angeles, Boston, dan New Jersey. Boston dipilih sebagai kota yang memiliki karakter unik. New Jersey dipilih sebagai kota dengan bentuk yang tidak jelas dan tingkat imageability yang rendah. Sedangkan Los Angeles dipilih karena merupakan sebuah kota baru. Ketiga kota tersebut kemudian dianalisis dengan 2 (dua) analisis dasar seperti : (1) pengamatan daerah secara sistematis oleh pengamat terlatih untuk melakukan penilaian subjektif berdasarkan penampilan langsung dari unsur-unsur di lapangan dan (2) wawancara panjang dengan sampel kecil dari warga kota untuk membangkitkan gambar mereka sendiri dari lingkungan fisik mereka. Warga diminta mendeskripsikan lokasi dan sketsa untuk perjalanan imajiner.

Pengamatan ini dilakukan untuk membantu dalam memahami citra kota yang ditangkap dan dipahami manusia di dalam suatu lingkungan tertentu yang kemudian didapatkan pemahaman tentang bagaimana suatu kota yang telah dirancang dapat dipahami secara mudah oleh masyarakat pada umumnya. suatu citra (Image) kota adalah hasil dari suatu kesan pengamatan masyarakat terhadap unsur-unsur yang nyata dan tidak nyata.

Identitas Kota

Citra kota dapat dibuat secara instan, sedangkan identitas membutuhkan waktu yang lama untuk membentuknya, karena citra kota belum tentu merupakan identitas. Jati diri kota berkaitan dengan ritme sejarah yang telah melalui proses panjang sehingga jati diri suatu kota tidak dapat diciptakan begitu saja berbeda dengan citra kota.

Identitas kota menurut Lynch :

“…tidak dalam arti keserupaan suatu obyek dengan yang lain, tetapi justru mengacu kepada makna individualitas yang mencerminkan perbedaannya dengan obyek lain serta pengenalannya sebagai entitas tersendiri” (Lynch, 1960).

 “… identitas kota adalah citra mental yang terbentuk dari ritme biologis tempat dan ruang tertentu yang mencerminkan waktu (sense of time), yang ditumbuhkan dari dalam secara mangakar oleh sosial-ekonomi-budaya masyarakat kota itu sendiri’ (Lynch, 1972).

 Identity is the extent to which a person can recognize or recall a place as being distinct from other places as having vivid, or unique, or at least aparticular, character of its own.

Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa identitas adalah suatu kondisi saat seseorang mampu mengenali atau memanggil kembali (ingatan) suatu tempat yang memiliki perbedaan dengan tempat yang lain karena memiliki karakter dan keunikan. Identitas adalah hal mendasar yang sangat penting. Hal ini dikarenakan identitas adalah sesuatu yang digunakan untuk mengenali, membedakan suatu tempat dengan tempat lainnya.

Menurut Lynch (1960), untuk dapat memahami identitas sebuah kota terlebih dahulu memahami citranya. Citra kota yang mudah dibayangkan (mempunyai imagibilitas) dan mudah mendatangkan kesan (mempunyai legibilitas) akan dapat dengan mudah dikenali identitasnya.

Kevin Lynch menemukan arti pentingnya citra penduduk suatu kota terhadap kotanya, karena citra yang jelas dapat memberikan banyak hal yang sangat penting bagi masyarakatnya seperti :

1. Legibility (Kejelasan)

Sebuah kejelasan emosional suatu kota dirasakan secara jelas oleh warga kota. Jelasnya sebuah image yang bersih memungkinkan seseorang melakukan mobilitas di dalam kota secara mudah dan cepat. Artinya suatu kota arau bagian kota atau kawasan bisa dikenali dengan cepat dan jelas mengenai distriknya, landmarknya, atau jalur jalannya dan bisa langsung dilihat pola keseluruhannya.

2. Identitas dan Susunan

Identitas artinya image orang akan menuntut suatu pengenalan atas suatu obyek dimana didalamnya harus tersirat perbedaan obyek tersebut dengan obyek lainnya sehingga orang dengan mudah bisa mengenalinya. Susunan artinya adanya kemudahan pemahaman pola suatu blok-blok yang menyatu antar bangunan dan ruangan terbukanya.

3. Imageability

Artinya kualitas secara fisik suatu obyek yang memberikan peluang yang besar untuk timbulnya image yang kuat yang diterima orang. Sehingga image ditekankan pada kualitas fisik suatu kawasan atau lingkungan yang menghubungkan atribut identitas dengan strukturnya, dan suatu image dibentuk oleh elemen-elemen pembentuk wajah kota.

Identitas kota yang berwujud fisik adalah segala sesuatu yang bersifat fisik yang bisa dijadikan pengidentifikasi kawasan tersebut. Identitas fisik yang mudah ditangkap oleh pengamat adalah suatu objek yang dijadikan acuan (point of reference) terhadap kawasannya. Bangunan yang bersifat besar, mudah dilihat dan monumental biasanya dijadikan pengamat sebagai acuan (landmark). Secara tidak langsung hal ini menjadikannya sebagai objek yang mudah diingat yang mencirikan kawasannya, dengan kata lain bangunan tersebut menjadi identitas kawasannya. Tidak hanya itu, hal lain yang bersifat fisik lainnya seperti halte, jalan, furnitur kota, trotoar, jembatan dan banyak hal lainnya juga bisa menjadi identitas kota secara fisik. Sedangkan identitas non fisik berkaitan dengan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat kota tersebut.

Lynch mengungkapkan bahwa identitas diperlukan bagi seseorang untuk membentuk kepekaannya terhadap suatu tempat, dan bentuk paling sederhana dari “kepekaan ruang” (sense of place) adalah identitas. Sebuah kesadaran dari seseorang untuk merasakan sebuah tempat berbeda dari yang lain, yaitu sebuah tempat memiliki keunikan, kejelasan, dan karakteristik sendiri. Kepekaan ini tidak hanya tergantung kepada bentuk-bentuk spasial dan kualitasnya, tetapi juga pada budaya, temperamen, status, pengalaman, dan peranan pengamat.

Lynch mengungkapkan identitas kota adalah citra mental yang terbentuk dari ritme biologis tempat dan ruang tertentu yang mencerminkan waktu (sense of time) yang ditumbuhkan dari dalam secara mengakar oleh aktivitas sosial ekonomi masyarakat itu sendiri. Identitas itu adalah sebuah proses dan bukan benda temuan yang dapat direkayasa. Apabila identitas itu hanya dipahami sebagai benda-benda parsial dan ikon-ikon yang terlepas dari konteks ruang tempat dia dilahirkan, maka yang dihasilkan hanyalah reproduksi mekanis dari pembentukan identitas di masa lalu.

Identitas merupakan pengenalan bentuk ruang dan kuantitas yang paling sederhana, pengertian tersebut disebut pula “a sense of place”. Pemahaman tentang nilai dari tempat, merupakan pemahaman tentang keunikan dari suatu tempat secara khusus, bila dibandingkan dengan tempat lain. Keunikan biasanya merupakan kualitas khusus yang selalu diamati dan dibicarakan oleh para pendatang.

Komponen yang Mempengaruhi Citra Kota

Citra kota dapat didefinisikan sebagai gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakatnya. Kevin Lynch dalam risetnya meminta para penduduk untuk menjelaskan kepadanya suatu gambaran mental terhadap kota mereka: Apa yang diingat? Dimana letaknya di dalam kawasan? Bagaimana rupanya? Kemana saya harus pergi dari tempat ini ke tempat yang lain? Lynch mengamati dengan baik bahwa rata-rata berbagai jawaban yang diberikan orang agak sama, dan sering jauh berbeda dengan realitas di dalam kawasan. Misalnya, sketsa-sketsa yang dibuat orang dengan tim peneliti sering jauh berbeda dengan peta kota yang sebenarnya. Ia mengamati bahwa masalah itu terutama tidak disebabkan oleh ketidakbiasaan orang untuk menggambar sketsa, melainkan karena kesulitan mereka untuk mengingat keadaan tempatnya. Lynch mengamati bahwa di beberapa kota dan di berbagai kawasan masalah tersebut lebih sedikit dialami orang. Di dalam riset ini telah diteliti dari mana perbedaan itu berasa dan mengapa di berbagai kota orang memiliki gambaran mental yang lebih kuat terhadap kawasannya daripada di tempat lain

Menurut Lynch (1960), dalam menandai lingkungannya, faktor kekuatan visual (imageability) menjadi sangat dominan. Semakin kuat faktor visual, semakin kuat pula elemen tersebut diingat/ dipahami oleh si-pengamat. Karena secara prinsip ada tiga hal yang akan diingat oleh pengamat, yaitu: elemen yang memberikan indentitas, elemen yang mengarah kepada pola kota, dan elemen yang memberikan makna (baik kepada individu maupun secara sosial). Yang kemudian menurut Lynch (1960:8), citra lingkungan tersebut dapat dianalisis berdasarkan tiga komponen yaitu :

1. Identitas; artinya orang dapat memahami gambaran mental perkotaan (identifikasi obyek-obyek, perbedaan antara obyek, perihal yang dapat diketahui), atau dengan pengertian lain identitas dari beberapa obyek/ elemen dalam suatu kawasan yang berkarakter dan khas sebagai jati diri yang dapat membedakan dengan kawasan lainnya.

2. Struktur; artinya orang dapat melihat perkotaan (hubungan obyek-obyek, hubungan subyek-obyek, pola yang dapat dilihat), atau dengan kata lain yaitu mencakup pola hubungan antara obyek/elemen dengan obyek/ elemen lain dalam ruang kawasan yang dapat dipahami dan dikenali oleh pengamat berkaitan dengan fungsi kawasan tempat obyek/ elemen tersebut berada.

3. Makna; orang dapat mengalami ruang perkotaan (arti obyek-obyek, arti subyek-obyek, rasa yang dapat dialami), atau merupakan pemahaman arti oleh pengamat terhadap dua komponen (identitas dan struktur).

Elemen-Elemen Pembentuk Citra Kota

Salah satu aspek kuat yang dapat menjadi branding suatu kota adalah citra kota yang merupakan suatu gambaran khas yang melekat pada kota yang dapat menciptakan representasi kota bagi penduduk maupun pengunjung. Citra kota pada umumnya dipengaruhi oleh aspek fisik kota tersebut. Menurut Lynch (1982 : 47-48) citra kota terbentuk dari elemen – elemen seperti:

a. Jalur (Path)

Jalur merupakan alur pergerakan yang secara umum digunakan oleh manusia seperti jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan sebagainya. Jalur mempunyai identitas yang lebih baik jika memiliki tujuan yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun, dll) serta memiliki penampakan yang kuat (misalnya pohon) atau ada belokan yang jelas.

b. Batas atau tepian (Edges)

Merupakan batas, dapat berupa suatu desain, jalan, sungai, gunung. Edge memiliki identitas yang kuat karena tampak visualnya yang jelas. Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang ada tempat untuk masuk yang merupakan pengakhiran dari sebuah district atau batasan sebuah district dengan yang lainnya. Edge memiliki identitas yang lebih baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya. Demikian pula fungsi batasnya harus jelas : membagi atau menyatukan.

c. Kawasan (Districts)

Merupakan suatu bagian kota yang mempunyai karakter atau aktivitas khusus agar dapat dikenali oleh pengamatnya. District memiliki bentuk pola dan wujud yang khas begitu juga pada batas district sehingga orang tahu akhir atau awal kawasan tersebut. District memiliki ciri dan karakteristik kawasan yang berbeda dengan kawasan disekitarnya. District juga mempunyai identitas yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta fungsi dan komposisinya jelas. Contoh: kawasan perdagangan, kawasan permukiman, daerah pinggiran kota, daera pusat kota.

d. Simpul (Nodes)

Merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis di mana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain, misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota secara keseluruhan dalam skala makro besar, pasar, taman, square, tempat suatu bentuk perputaran pergerakan, dan sebagainya. Node juga merupakan suatu tempat di mana orang mempunyai perasaan ‘masuk’ dan ‘keluar’ dalam tempat yang sama. Node mempunyai identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki bentuk yang jelas (karena lebih mudah diingat), serta tampilan berbeda dari lingkungannya (fungsi, bentuk). Contoh: persimpangan jalan

e. Tetengger (Landmark)

Merupakan simbol yang menarik secara visual dengan sifat penempatan yang menarik perhatian. Biasanya landmark mempunyai bentuk yang unik serta terdapat perbedaan skala dalam lingkungannya. Beberapa landmark hanya mempunyai arti di daerah kecil dan hanya dapat dilihat di daerah itu, sedangkan landmark lain mempunyai arti untuk keseluruhan kota dan bisa di lihat dari mana-mana. Landmark adalah elemen penting dari bentuk kota karena membantu orang mengenali suatu daerah. Selain itu landmark bisa juga merupakan titik yang menjadi ciri dari suatu kawasan.

Peta Mental (Cognitive Map)

Kontribusi paling menonjol dari studi peta mental adalah karya Kevin Lynch (1960) dalam The Image of the City. Lynch menggunakan sketsa sederhana dari peta yang dibuat berdasarkan memori, untuk mengungkapkan lima elemen kota: nodes, edges, districts, paths and landmarks. Menurut Lynch bahwa sering persepsi kita tentang kota tidak berkelanjutan, melainkan parsial, sepotongsepotong dan setiap sense dan image yang terjadi merupakan kolaborsinya (Lynch 1960:2). Penciptaan peta mental mengandalkan memori dibuat berdasarkan peta atau image yang sudah ada sebelumnya. Dalam penelitiannya Lynch meminta pengamat untuk membuat peta seperti sedang mendeskripsikan dengan cepat untuk seorang asing, tentang kota yang mencakup fitur utama yang ada, tanpa mengharapkan gambar yang akurat, hanya berupa sketsa, (Lynch 1960:141).

Salah satu upaya untuk mencoba memahami citra lingkungan perkotaan dapat dilakukan dengan cara mengetahui peta mental (cognitive map) manusia sebagai pengamat. Citra lingkungan adalah hasil dari suatu proses dua arah antara pengamat dan lingkungannya. Lingkungan menunjukkan perbedaan dan hubungan, dan pengamat, dengan kemampuan adaptasi, memilih, mengorganisir, dan memberi makna terhadap apa yang dilihatnya.

Dengan demikian pemahaman dan pengetahuan tentang lingkungan kota terjadi melalui proses timbal balik yang bersifat dinamis. Pemahaman tersebut tidak diperoleh secara serentak dalam waktu singkat, tetapi secara bertahap melalui proses panjang yang berkaitan dengan berbagai macam peristiwa pada lingkungan dan memori pengalaman masa lalu.

Karya Lynch (1960) sangat mempengaruhi perencanaan kota dan psikologi lingkungan. Konsep legabilitas atau kemudahan sebuah tempat akan dimengerti secara kognitif dan ‘dibaca’ oleh seseorang sehingga yang bersangkutan dapat berorientasi dalam lingkungannya, yang berkaitan dengan path, node, edge, district, dan landmark telah menjadi infrastruktur dasar bagi berbagai studi lanjutan, dan penekanan pada tatanan ruang secara fisik.

Salah satu bentuk keberhasilan pembentuk place adalah seperti aturan yang dikemukakan Kevin Lynch (1960) untuk desain ruang kota :

1. Legibillity (kejelasan)

Sebuah kejelasan emosional suatu kota yang dirasakan secara jelas oleh warga kotanya. Artinya suatu kota atau bagian kota atau kawasan bisa dikenali dengan cepat dan jelas mengenai distriknya, landmarknya atau jalur jalannya dan bisa langsung dilihat pola keseluruhannya.

2. Identitas dan Susunan

Identitas artinya image orang akan menuntut suatu pengenalan atas suatu obyek dimana didalamnya harus tersirat perbedaan obyek tersebut dengan obyek yang lainnya, sehingga orang dengan mudah bisa mengenalinya.

Susunan artinya adanya kemudahan pemahaman pola suatu blok-blok kota yang menyatu antar bangunan dan ruang terbukanya.

3. Imageability

Imageability merupakan kualitas secara fisik suatu obyek yang memberikan peluang yang besar untuk timbulnya image yang kuat yang diterima orang. Image ditekankan pada kualitas fisik suatu kawasan atau lingkungan yang menghubungkan atribut identitas dengan strukturnya.

Penerapan Teori The Image Of The City (Best Practise : Paris Perancis)

Perancis merupakan negara yang sangat populer dengan kekayaan tradisi dan pariwisatanya. Paris sebagai ibukota negara menyimpan berbagai keindahan dan mempunyai identitas kota yang sangat kuat. Identitas yang kuat ini memberikan kesan dan daya tarik dari kota Paris dengan keberadaan elemen kota yang melengkapinya seperti :

a. Jalur (Path)

Jalur (Path) merupakan salah satu elemen pembentuk kota yang memperlihatkan suatu jalur atau penghubung suatu tempat. Pada kawasan menara Eiffel jalur (path) ditunjukan pada jalur-jalur jalan baik jalan utama untuk kendaraan maupun jalan untuk pejalan kaki yang menghubungkan beberapa tempat terhadap Menara Eiffel sebagai landmark kawasan ini. Jalur (path) kawasan terintegrasi dan memberikan kesan/makna yang sangat kuat sehingga dapat dengan mudah dipahami dengan menara Eiffel sebagai vokal pointnya.

Jalur yang mengarah ke Menara Eiffel menjadi bagian yang menarik dengan jalur tegak lurus dengan elemen-elemen yang indah. Boulevard dan taman-taman menjadi elemen yang mengarahkan kepada Menara Eiffel sehingga terbentuk identitas dan karakter kawasan yang berkesan bagi para pengunjung. Pengunjung akan dengan mudah mengenali karakter kawasan dengan menjadikan Menara Eiffel sebagai acuan atau fokus kawasan.

Path sebagai jalur atau rute sirkulasi pada kawasan digunakan untuk melakukan pergerakan dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan yang besar (Menara Eiffel) dengan jalur yang tegas sehingga memberikan kesan dan makna yang kuat pada area tersebut.

3

b. Batas atau tepian (Edges)

Batas atau tepian pada kawasan menara Eiffel ditandai dengan fungsi aktifitas kawasan yaitu fungsi ruang terbuka kota sebagai tempat wisata yang memiliki daya tarik.

4

c. Kawasan (Districts)

Kawasan Menara Eiffel adalah kawasan yang terdiri dari ruang terbuka dengan kegiatan wisata dan landmark Menara Eiffel.

5

d. Tetengger (Landmark)

Tetengger (Landmark) pada kawasan adalah Menara Eiffel sebagai menara besi tertinggi yang ada di area Champ de Mars di tepi sungai Seine dan menjadi ikon kota Paris. Menara ini cukup terkenal dan menjadi vokal point kawasan yang dapat dinikmati dari segala sisi kota Paris

6

Menara Eiffel yang merupakan landmark memiliki unsur-unsur penting seperti sebagai tanda fisik berupa elemen visual kawasan, sebagai informasi yang memberikan gambaran tepat dan pasti dari suatu tempat, dan memberikan jarak yang dapat dikenali pada kawasan. Sebagai landmark kawasan Menara Eiffel memiliki kriteria seperti unique memorable, bentuk yang jelas atau nyata, identiafiable, dan memiliki fisik secara visual.

e. Simpul (Nodes)

Simpul pada kawasan terlihat sebagai pertemuan jalur-jalur jalan yang menuju ke kawasan Menara Eiffel. Ada beberapa simpul pada daerah ini seperti terlihat pada gambar berikut. Simpul yang ada pada kawasan menunjukan sebuah pusat pertemuan beberapa ruas jalan dan tempat pergantian alat transportasi.

7

Daftar Pustaka

Lynch, Kevin. 1960. The Image of the City. MIT Press : Cambridge.

Lynch, Kevin. 1972. A Theory of Good City Form. MIT Press : Cambridge.

Zahnd, Markus. 1999. Perancangan Kota Secara Terpadu. Kanisius & Soegijapranata University Press : Yogyakarta.





City Branding of Singapore

29 04 2020

Peningkatan arus globalisasi menuntut semua Negara bersaing dalam segala bidang dan harus dapat merubah orientasi pengelolaan kawasan dari lokal ke global termasuk pada sektor pariwisata. Pariwisata merupakan salah satu sektor penting penghasil devisa negara terbesar bagi negara sehingga beberapa negara berusaha meningkatkan sektor pariwisata melalui strategi pemasaran dengan membuat branding yang dapat mewakili image kotanya. Branding merupakan salah satu proses strategi pemasaran untuk menentukan citra suatu kota melalui kegiatan promosi sebagai upaya menumbuhkan potensi dan nilai tambah kawasan.

Branding bertujuan untuk menonjolkan suatu destinasi dalam pasar pariwisata dunia dan menegaskan keunikan suatu tempat. Keunikan ini sering menekankan nilai-nilai sejarah, sosial, dan budaya masyaratnya. Branding tempat juga bertujuan untuk membentuk suatu identitas kota dan persepsi masyarakat global.

Singapura adalah negara kecil yang memiliki keterbatasan sumber daya. Keterbatasan yang dimiliki Singapura membuat suatu pemikiran untuk usaha meningkatkan pertumbuhan negaranya dengan membuat brand yang diharapkan bisa meningkatkan sektor pariwisata. Brand dapat memperkenalkan kotanya kepada target pasar  yaitu : Pengunjung, Penduduk dan pekerja, Bisnis dan industri, serta Pasar ekspor (Kotler et al, 1993 : 24).

Dalam beberapa tahun terakhir ini Singapura menjadi perhatian dari seluruh dunia dengan membuka beberapa atraksi wisata penting seperti Singapore Flyer, Universal Studios Singapore, dan Gardens Bay. Pemerintah melalui Dinas Pariwisata Singapura bekerjasama dengan pelaku industri utuk memperkuat posisi Singapura sebagai objek tujuan utama dengan mengembangkan atraksi baru dan peremajaan atraksi yang sudah ada.

Upaya Singapura untuk memfokuskan suatu brand menurut Ooi (2010) berkaitan dengan 3 (tiga) tingkatan pendekatan akreditasi seperti :

  1. Memanfaatkan peristiwa terkenal dan penting. (misalnya pertemuan Olimpiade dan Bank Dunia). Suatu peristiwa dapat menghasilkan kesadaran, cerita, pengakuan, dan kredibilitas suatu tempat.
  2. Memanfaatkan tempat wisata yang telah diakui secara global seperti Legoland dan Guggenheim Museum untuk membangun daya tarik destinasi.

Singapura adalah sebuah negara yang berada di benua Asia tepatnya kawasan Asia Tenggara. Secara geografis memiliki koordinat 1°18′-1,3°LU serta 103°51′-103,85°BT. Memiliki total luas 697 km2, kira-kira 3,5 kali luas kota Washington DC dengan proporsi lahan 687 km2 tanah kering dan 10 km2 tubuh air. Memiliki garis pantai sepanjang 193 km dengan luas laut teritorial 3 nm. Singapura adalah negara beriklim tropis yang tentunya memilki dua musim yaitu musim  panas dan musim penghujan. Musim hujan dari bulan Desember hingga Maret sedangkan kemarau pada bulan Juni hingga September. April-Mei merupakan peralihan kedua musim tersebut.

Singapura merupakan negara dengan topografi datar dengan ketinggian antara 0-168 meter diatas permukaan laut. Memiliki sumber daya alam berupa ikan serta pelabuhan laut. Penggunaan lahan di Singapura di dominasi oleh lahan terbangun yang memilki persentase 98,97 % diikuti dengan lahan pertanian : 0,89 % serta tanaman permanen : 0,14 %. Secara historis Singapura sangat jarang mengalami bencana alami. Bagi Kawasan Asia tenggara, Singapura merupakan penghubung terhadap dunia internasional dalam sektor transportasi.

Singapura adalah kota tujuan perjalanan yang terkenal, mendorong kepentingannya dalam industri pariwisata negara itu. Jumlah kedatangan total mencapai 10,2 juta orang tahun 2007. Untuk menarik lebih banyak wisatawan, pemerintah memutuskan untuk mengizinkan perjudian dan dua resor kasino (disebut Integrated Resorts) dibangun di Marina South dan Pulau Sentosa tahun 2005. Untuk bersaing dengan kota-kota regional seperti Bangkok, Hong Kong, Tokyo dan Shanghai, pemerintah mengumumkan bahwa wilayah kota akan diubah menjadi kawasan yang lebih menarik dengan menerangkan bangunan-bangunan sipil dan komersial. Makanan juga dimanfaatkan sebagai atraksi pengunjung pada Singapore Food Festival yang diadakan setiap Juli untuk merayakan masakan Singapura. Acara tahunan lainnya di Singapura meliputi Singapore Sun Festival, Christmas Light Up, dan Singapore Jewel Festival.

Di Singapura terdapat objek-objek pariwisata yang cukup sering dikunjungi oleh para wisatawan. Orchad Road adalah salah satu icon wisata di Singapura, khususnya wisata belanja. Di sepanjang jalan di Orchard Road ini kita akan menemukan banyaknya bangunan mall seperti Lucky Plaza, Tangs Plaza, Wisma Atriya dan lainnya yang berdiri dengan megah, outlet-outlet atau butik yang menjual bermacam-macam produk dari merk-merk terkenal seperti Gucci, Louis Vuitton, Dolce & Gabbana, Mango, Giorgio Armani dan yang lainnya.

Selain Orchard Road, tempat lain yang dapat dikunjungi oleh wisatawan yang berkunjung ke Singapura adalah Sentosa Island. Sentosa Island adalah sebuah pulau yang merupakan tempat atau pusat hiburan di Singapura. Di Sentosa Island wisatawan dapat menikmati pemandangan pantai, taman petualangan yang diberi nama Sentosa Adventure Park dimana di taman ini, wisatawan bisa menikmati permainan flying fox dan permainan treetop rope course atau jembatan yang terbuat dari tali untuk menghubungkan pohon yang satu dengan pohon lainnya dan juga permainan rock climbing wall.

Salah satu tempat wisata baru di Singapura adalah Resort World Sentosa. Integrated Resort ini dibangun untuk melengkapi wahana-wahana yang sudah ada sebelumnya di Sentosa Island. Di tempat ini wisatawan dapat menemukan Casino, Hotel, Pusat perbelanjaan dan Universal Studios Singapura yang merupakan wahana atau taman bermain bertemakan film-film Hollywood produksi Universal Studios. Tempat wisata lainnya di Singapura adalah Patung Merlion. Patung Merlion yang merupakan simbol negara Singapura ini berada di pusat kota Singapura.

 Shimp (2003:4) memaparkan, keberadaan komunikasi pemasaran dalam dekade ini menjadi semakin penting dan telah di klaim bahwa pemasaran adalah komunikasi dan komunikasi adalah pemasaran. Menurut Fill (2009:21) terdapat lima elemen dari marketing communication mix. Kelima elemen tersebut antara lain advertising, direct marketing, personal selling, public relations dan sales Promotion.

Gregory (2005:14) memaparkan, diantara semua komponen tersebut, public relations dikenal sebagai salah satu komponen komunikasi pemasaran yang termurah. Hal tersebut dipaparkan oleh Philip Kotler pada tahun 1989. Menurut Dilenschneider (2010:135) saat ini, ruang lingkup public relations mulai meluas, bahkan merambah pada bidang pariwisata. American Management Association, mencantumkan travel and tourism kedalam pembahasan the broader public relations spectrum.

Anholt dalam Moilanen & Rainisto (2009:7) mendefinisikan city branding sebagai manajemen citra suatu destinasi melalui inovasi strategis serta kordinasi ekonomi, komersial, sosial, kultural, dan peraturan pemerintah. City branding berkembang menjadi berbagai pendekatan. Terdapat beberapa pembahasan mengenai city branding dari berbagai bidang keilmuan. Rainisto (2003:25) memaparkan kerangka teori place branding yang terfokus pada upaya memasarkan kota. Kavaratzis (2004:66-69) melihat city branding dalam konteks komunikasi dari citra suatu kota melalui tiga tahapan komunikasi yaitu primer, sekunder dan tersier. Dari berbagai sudut pandang mengenai city branding, city branding hexagon paling sesuai untuk dijadikan acuan dalam evaluasi city branding dibandingkan konsep lainnya yang menitikberatkan pada upaya pelaksanaan city branding.

1

City branding hexagon diciptakan oleh Simon Anholt untuk mengukur efektivitas city branding. Menurut Anholt (terdapat enam aspek dalam pengukuran efektivitas city branding yang terdiri atas presence, potential, place, pulse, people, dan prerequisite. City branding hexagon memberikan instrumen pengukuran inovatif sehingga dapat mempermudah pemerintah untuk mengetahui persepsi mengenai citra kota. Citra memiliki peranan yang penting dalam memberikan makna representatif yang mudah dimengerti bagi suatu kota.

Menurut Kotler et al (1993) terdapat beberapa strategi dalam pemasaran suatu tempat yaitu :

  1. Pemasaran citra (Image Marketing)
  2. Atraksi (Atractions)
  3. Infrastruktur (Infrastructure)
  4. Orang (People)

Tanggung jawab pemasaran suatu tempat bukan pada salah satu pihak namun mencakup seluruh lapisan stakeholder. Sektor yang terlibat dalam upaya pemasaran suatu tempat menurut Kotler et al (1993) adalah :

  1. Sektor Publik
  2. Sektor Privat

Brand destinasi di Singapura merupakan gambaran populasi yang memiliki multi-budaya dan perpaduan kota eksotis timur dan barat. Populasi terdiri dari tiga kelompok etnis yaitu CIna, Melayu, dan India. Sebelum Brand “Uniquely Singapore” di Singapura terdapat beberapa brand sebelumnya yaitu “Asia Instan” tahun 1960-1970 dimana orang bisa menemukan berbagai budaya Asia, masyarakat, festival, dan masakan. Tahun 1980 an Singapura mengenalkan brand “Surprising Singapore” dengan menggabungkan modernitas dan eksotisme Asia. Kemudian pada tahun 1990 an Singapura mempromosikan dirinya dengan brand “ New-Asia Singapore” yang menawarkan perpaduan budaya etnis dengan modern. Untuk memperbarui dan mengembangkan industri pariwisata global di Singapura maka dikenalkan brand “Uniquely Singapore” dengan perpaduan yang sangat kontras dari beragam budaya, masakan, seni dan arsitektur.

Untuk menarik perhatian dunia, Singapura mengadakan peristiwa-peristiwa besar yang spektakuler seperti konser musikal bintang mega internasional dan menjadi tuan rumah beberapa event besar seperti Bank Dunia, pertemuan IMF, KTT APEC dan Olimpiade Pemuda. Peristiwa-peristiwa tersebut mengasilkan publisitas media internasional yang luas sehingga Singapura dikenal dalam kanca Dunia sebagai tempat yang menarik. Selain itu Singapura juga mempromosikan diri dengan mencari investasi dan dukungan dari perusahaan internasional termasuk menjadi bagian dari industri media global seperti MTV, Discovery, HBO dan BBC dengan membuat pusat regional di Singapura. Untuk menjadi kota yang berbudaya dan memiliki kesenian yang dihormati, Singapura mendirikan sejumlah lembaga kebudayaan seperti tiga Museum Nasional dan Teater Esplanade. Dalam beberapa tahun terakhir juga dibangun dua proyek pengembangan pariwisata utama yaitu Arena Formula Satu dan dua Kasino.

Dinas pariwisata Singapura ingin menjadikan kotanya sebagai tempat yang baik untuk bekerja, hidup dan bermain. ‘Uniquely Singapore’ merupakan brand destinasi Singapura dari tahun 2004 sampai 2010.

  • Branding ini diluncurkan oleh Dinas Pariwisata Singapura (Singapore Tourism Board) untuk memasarkan SIngapura sebagai tujuan wisata yang unik dimana aspek lingkungan hidup modern berdampingan dengan tradisi dan budaya dari masyarakat yang multikultural.
  • Branding ini merupakan hasil pemikiran DInas Pariwisata Singapura dengan direktur konsultan merk internasional Ken Low selama 8 bulan untuk mengembangkan brand destinasi dan kampanye promosinya.
  • Pembentukan brand ini melibatkan wawancara sekitar 400 orang yang terdiri dari pengunjung bisnis dan liburan, mitra industri travel lokal dan luar negeri, serta lembaga pemerintah daerah untuk umpan balik ide dan saran
  • Tahun 1960 – 1970 an SIngapura memiliki brand “Instant Asia” yang digambarkan sebagai pintu gerbang budaya utama asia termasuk masakan dan festivanya
  • Tahun 1977 Singapura mengadopsi brand “ Surprising Singapore” yang menggambarkan surga tropis timur dan barat serta pertemuan lama dan baru.
  • Tahun 1996 an Singapura mengadopsi brand “New Asia” yang menarik perhatian pada multikulturalisme dengan sentuhan modern. Hal ini diilustrasikan sebagai kota Asia modern yang dinamis dengan infrastruktur dan keragaman budaya yang baik.
  • Brand “Uniquely Singapore” diresmikan tahu 2004 dan pesannya diperkenalkan keluar melalui pemasaran seperti brosur, panduan, iklan, dan website. Selain itu juga diperkenalkan pada pertemuan internasional seperti di World Expo Jepang dan China-ASEAN Expo.
  • Duta selebriti ditunjuk untuk mendukung brand dan memperkenalkan ke dunia.
  • Beberapa atraksi yang disoroti seperti Orchard Road, Singapore Zoo dan Kawasan Sejarah Kolonial (The Historic Colonial Districts. Selain itu juga terdapat acara seperti Singapore Food Festival, Great Sale Singapore, dan Grand Prix Formula one Singapura
  • Brand “Uniquely Singapore” memiliki dampak positif pada industri pariwisata di Singapura dengan peningkatan jumlah kedatangan wisatawa dan penerimaan pendapatan dari pariwisata.
  • Pada tahun 2010 “Uniquely Singapore” diganti dengan branding baru yang disebut “Your Singapore”

Your Singapore merupakan evolusi dan brand “Uniquely Singapore” yang memiliki konsentrasi pada kuliner, belanja, wisata alam dan budaya, ruang fisik kecil, sehingga mudah bagi pengguna untuk menyatu dan menyesuaikan pengalaman yang beragam.  Your Singapore bertujuan membedakan proposisi brand dari para pesaingnya agar tetap relevan dan menarik di industri pariwisata.

 Tabel Sejarah Branding di Singapore

Periode

Branding

Sejak Berdirinya Singapura

The Lion City

1967

The Garden City

1970s

Instant Asia

1985

Surprising Singapore

1996

New Asia

2004

Uniquely Singapore

2010 – sekarang

Your Singapore

 Singapore Tourism Board (STB) akan fokus menjalankan strategi tactical conversion, di antaranya adalah menjalin kerjasama dengan travel agent, bank, penerbangan, dan hotel. Singapura juga akan memanfaatkan segmen entertainment untuk meningkatkan international visitor dan tourism receipt. Tahun ini banyak hiburan yang akan diadakan di Singapura seperti konser Maroon 5 dan F1 serta perhelatan SG 50 sebagai peringatan hari kemerdekaan Singapura ke-50. Kegiatan ini diharapkan bisa berdampak positif pada performa pariwisata Singapore.

STB juga menggelar kampanye YourSingapore di ranah digital dengan tema Let’s Get Dramatic dan mengubah tampilan website http://www.yoursingapore.com menjadi lebih atraktif. Sebagai upaya amplifikasi kampanye ini, STB menggunakan bloggers, media, dan selebritis sebagai influencer.

 

DAFTAR PUSTAKA

Anholt, Simon. 2007. Competitive Identity: The New Brand Management for Nations, Cities and Regions. USA: Palgrave Macmillan.

Dilenschneider, Robert L. 2010. The AMA Handbook of Public Relations Leveraging PR in The Digital World. New York: Amacom.

Fill,Chris. 2009. Marketing Communications: Interactivity, Communities and Content Fifth Edition. Harlow: Pearson Education Limited.

Gregory, Anne. 2005. Public Relations Dalam Praktik. Diterjemahkan Oleh Sigit Purwanto. Jakarta: Erlangga.

Griffin, Emory A. 2003. A First Look at Communications Theory Fifth Edition. New York:Mc Graw-Hill.

Kavaratzis, Mihalis. 2004. From city marketing to city branding: Towards a theoretical framework for developing city brands. Place Branding, Vol. 1, No. 1.

Kotler, Philip. et al. 1993. Marketing Places : Attracting Investment, Industry, and Tourism to Cities, State and Nations. New York : The Free Press.

Moilanen, Teemu & Rainisto. 2009. How to Brand Nations, Cities and Destinations, A Planning Book for Place Branding. USA: Palgrave Macmillan.

Rainisto SK. 2003. Success Factors of Place marketing: A study of place marketing practices in Northern Europe and the United States. Doctoral Dissertation. Helsinki: University of Technology, Institute of Strategy and International Business.

Shimp, Terence A. 2003. Periklanan dan Promosi, Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, Jilid 1 Edisi Kelima. Terjemahan oleh Revyani Sahrial, Dyah Anikasari. Jakarta: Erlangga.





Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) COVID 19

28 04 2020

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js

Dengan semakin merebaknya penyebaran virus Corona COVID 19 di Indonesia, maka Pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease (COVID 19) kepada Kepala Badan Nasional Pengendalian Bencana / Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID 19, Seluruh Gubernur, dan seluruh Bupati/Walikota di Indonesia. Surat edaran dapat di download disini..Download disini

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia  No. 101 tahun 2014 tentang  Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Download disini).

Lampiran PP No. 101 tahun 2014 (Download disini).

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.74/MENLHL/SETJEM/KUM.1/10/2019 tentang Program Kedaruratan Pengolaan Bahan Berbahaya dan Beracun dan/atau Limbah Bahan Berbahaya dan Brracun (Download disini)

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.56/Menlhk-setjen/2015 tentang tata cara dan persyaratan teknis pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun dari fasilitas pelayanan kesehatan (Download disini)

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js





RTRW KABUPATEN ASAHAN

28 04 2020

Perda Kabupaten Asahan No. 12 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Asahan Tahun 2013-2033 (Download disini..)

Lampiran I (Download disini)

Lampiran II (Download disini)

Lampiran III (Download disini)

Lampiran IV (Download disini)

Lampiran V (Download disini)

Lampiran VI (Download disini)





Furnitur Lama Kembali Mengkilap Seperti Baru

28 04 2020

Pernah berfikir untuk mengganti furnitur penghias rumah kita yang telah terlihat kusam? Jangan terburu-buru mengambil keputusan itu. Karena kita dapat menyulap furnitur tersebut menjadi lebih mengkilap dan tambak baru kembali. Ingin tau caranya?disini akan dipaparkan sedikit cara bagaimana melakukannya. Anda semua dapat membuktikan khasiatnya dengan sangat mudah.

Ada beberapa bahan yang mungkin tidak kita sangka bisa membantu kita berhemat terhadap pemakaian furnitur kita. Walau tidak baru, namun furniture lama yang kusam bisa menjadi mengkilap seperti baru. Furnitur rumah yang terbuat dari material kayu, kulit dan logam dapat dikilatkan kembali hanya dengan memakai air teh, minyak sayur dan minyak zaitun, lotion, semir sepatu, kayu putih dan cuka. Apa yang akan kita lakukan dengan bahan sepele ini? Caranya cukup mudah kok.

Air teh selain bisa menjadi penggugah semangat di pagi hari ternyata juga bisa dimanfaatkan untuk mengkilapkan furnitur yang kusam lho. Ambil kain lap kemudian celupkan kedalam air teh kental, oleskan ke furnitur yang telah kusam tersebut. Furnitur dengan bahan berlapis kayu dan coating pelitur pun bisa menjadi kilap seperti baru.

Minyak zaitun dan cuka yang dioleskan dan digosok pada permukaan furnitur berbahan metal dan logam akan membuat furnitur rumah kita mengkilap. Minyak sayur dan kayu putih juga tak kalah hebatnya, dengan perbandingan campuran 4:2 maka meja kursi dan lemari dengan kayu bervernis dan pelitur akan kembali cemerlang.

Furnitur dengan bahan kulit biasanya cepat terlihat kusam dan berdebu bila tidak kita rawat dengan baik. Jangan khawatir, karena ada lotion yang bisa kita pakai untuk mengembalikan keindahan furnitur tersebut. Gosokkan pada permukaan furnitur tersebut, dijamin akan mengkilap dan kembali terlihat seperti baru.

Semir sepatu juga bisa menjadi bagian pengkilap furnitur. Bukan hanya mengkilapkan sepatu kulit, semir ini juga bisa dimanfaatkan untuk furnitur penghias ruangan rumah kita. Gosokkan semir pada furnitur dengan arah sejajar seperti menyemir sepatu. Untuk semir cair, bisa langsung dioleskan ke permukaan furnitur.

Anda tidak percaya?

Buktikan sendiri maka anda akan terpesona dengan hasil yang memuaskan.

Selamat mencoba.





KONSEP MANAJEMEN PEMBANGUNAN KAWASAN

27 04 2020

Konsep Kemitraan dalam Manajemen Pembangunan Kawasan (PPP)

1. Pengertian Kemitraan Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat

Kemitraan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat merupakan kerjasama antara Pemerintah dengan pihak Swasta yang dilakukan berdasarkan kontrak (perjanjian kerjasama) dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Mekanisme keterlibatan Badan Usaha Swasta dalam Kemitraan Pemerintah Swasta dapat berupa:

  • Peran serta Sektor Swasta (Private Sector Participation – PSP)

PSP merupakan jenis kemitraan yang pada umumnya tidak padat modal, sektor swasta melakukan pengadaan dan operasionalisasi  prasarana sedangkan Pemerintah sebagai penyedia prasarana. Dalam hal ini Pemerintah tetap sebagai pemilik asset dan pengendali pelaksanaan kerjasama.

Dalam Peranserta Sektor Swasta, sektor pemerintah tetap mempertahankan kepemilikan aset yang ada. Investasi PSP mencakup berbagai bentuk kontrak seperti : Kontrak Pelayanan, Kontrak Pengoperasian yang meliputi kontrak Manajemen dan Kontrak Sewa.

Dalam Peranserta Sektor Swasta, sektor publik menggunakan pengalaman, keahlian dan efisiensi yang dimiliki sektor swasta untuk memproduksi dan menyediakan prasarana. Hal ini dicirikan dengan layanan tidak padat modal yang disediakan sektor swasta berdasarkan kontrak. Contohnya : kontrak pengumpulan sampah padat.

  • Kerjasama Pemerintah – Swasta (Public Private Partnership- PPP)

PPP  merupakan kemitraan pemerintah swasta yang melibatkan investasi yang besar/padat modal dimana sektor swasta membiayai, membangun, dan mengkelola prasarana dan sarana sedangkan pemerintah sebagai mitra yang menangani pengaturan pelayanan. Dalam hal ini pemerintah tetap sebagai pemilik asset dan pengendali pelaksanaan kerjasama.

Perusahaan swasta termotivasi untuk mengembangkan badan usaha yang menguntungkan serta yang menghasilkan laba dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham. Perlu dipahami bahwa perusahaan swasta termotivasi untuk mencapai pengoperasioan yang menguntungkan dan bukan untuk mencapai tujuan sosial dengan demikian maka untuk dapat menciptakan suatu kerjasama yang saling menguntungkan, dimana kebutuhan dan kemampuan masyarakat dapat terwakili, perlu dimasukkan beberapa aspek sosial dalam kerjasama.

Kerjasama yang berhasil adalah yang dapat memadukan baik tujuan sosial dan keuntungan bisnis. Untuk melaksanakan hal itu, perlu dipahami apa yang memotivasi sektor swasta dan bagaimana mencocokkan motivasi mereka dengan motif sektor publik.

Adapun motivasi sektor swasta antara lain adalah untuk :

a. Memperluas Pasar Pembangunan prasarana memungkinakn sektor swasta untuk melakukan investasi dalam pasar yang baru ini, mencari pelanggan baru dan mengembangkan organisasinya

b. Menganti bisnis tradisionil dengan alternatif baru. Perusahaan swasta mencari peluang-peluang dan bukan status quo. Jika terdapat peluang yang dapat mencerminkan bisnis yang berkembang   merupakan sumber bisnis yang baru, maka kesempatan ini akan digali.

c.  Mendapatkan Keuntungan Hal ini yang membuat perusahaan swasta dapat bertahan. Investor menyediakan dana untuk mendapat keuntungan yang disesuaikan dengan resiko dari investasi tersebut.

d. Mencari bidang usaha, negara, teritori dan kawasan baru

e. Mengembangkan produk dan layanan unggulan Perusahaan dalam penyediaan layanan perkotaan, akan mencari tempat-tempat dimana kebutuhan yang mereka tawarkan belum terpenuhi. Hal ini juga bertujuan untuk memperluas basis pengoperasian yang menguntungkan.

  • Peran serta Pemerintah – Swasta – Masyarakat (Public Private Community Partenership – PPCP)

PPCP merupakan kemitraan antara Pemerintah, Swasta dan Masyarakat yang secara bersama-sama melakukan kerjasama dalam pembangunan dan atau pengelolaan prasarana dan sarana. Investasi yang dilakukan dapat bersifat padat modal ataupun tidak padat modal tergantung dari kebutuhan masyarakat dan kemampuan mitra. Mitra Swasta dan Masyarakat membiayai, membangun, dan mengkelola prasarana dan sarana, sedangkan Pemerintah tetap sebagai pemilik aset serta pengatur dan pengendali pelaksanaan kerjasama.

2. Latar Belakang Kemitraan Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat (KPSM)

Kebutuhan akan sarana dan prasarana terus meningkat seiring dengan perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Ketika biaya penyediaan sarana dan prasarana meningkat melebihi kemampuan pendanaan oleh Pemerintah, tercipta alternatif pemecahan baru yang inovatif dalam memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu melalui kerja sama antara Pemerintah dengan sektor Swasta dan Masyarakat.

Kecendrungan perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi di Indonesia serta tuntutan pelayanan umum bagi masyarakat semakin mendorong perlunya keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan prasarana dan sarana, dengan beberapa alasan utama sebagai berikut:

  1. Pertumbuhan ekonomi perkotaan menimbulkan kebutuhan yang meningkat atas pelayanan perkotaan. Pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pasar mengakibatkan kecendrungan terjadinya urbanisasi yang mengakibatkan peningkatan permintaan akan pasar prasarana perkotaan ;
  2. Keterbatasan kemampuan Pemerintah dalam memenuhi permintaan dan tuntutan masyarakat ;
  3. Ada kendala pembiayaan di tingkat lokal yang diakibatkan oleh kegagalan untuk menetapkan pembebanan penuh atas layanan yang diberikan, sehingga masih diperlukan subsidi untuk pelayanan melalui pendapatan pajak ;
  4. Kebutuhan prasarana yang sangat besar akan terus berkembang seirung dengan pertumbuhan perkotaan dan dalam kerangka untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi, sedangkan dana pembangunan pemerintah terbatas ;
  5. Dibutuhkan peningkatan kualitas pelayanan,melalui pengelolaan yang efektif dan efisien, bersih, transparan dan bertanggungjawab. Masuknya sektor swasta yang berkompetisi mengakibatkan perubahan dari monopoli pemerintah ke persaingan dalam penyediaan layanan. Keadaan yang demikian akan meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya
  6. Untuk dapat menghasilkan suatu peningkatan yang lebih efektif dan efisien, terbuka peluang dan kesempatan untuk memanfaatkan hasil teknologi yang tepat melalui program alih teknologi

3. Prinsip Kemitraan Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat

Pengikutsertaan badan usaha swasta dalam pembangunan dan atau pengelolaan infrastruktur dilaksanakan dalam bentuk kerjasama yang didasarkan atas prinsip-prinsip :

  1. Tetap seiring dengan azas, tujuan, sasaran dan wawasan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional ;
  2. Saling membutuhkan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan ;
  3. Meningkatkan efisiensi dan kualitas pembangunan dan pengelolaan infrastruktur ;
  4. Semakin mendorong pertumbuhan ekonomi;
  5. Meningkatkan kualitas pelayanan dan memberi manfaat yang lebih besar kepada masyarakat ;
  6. Proses pengikutsertaan diselenggarakan melalui penawaran yang terbuka dan transparan, sehingga mendorong semakin berkembangnya iklim investasi ;
  7. Tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku dan sepenuhnya tunduk pada hukum Indoneseia.

4. Bentuk – Bentuk Kemitraan Pemerintah Swasta dan Masyarakat

  1. Kontrak Pelayanan (Service Contract)

Kontrak layanan adalah perjanjian kerjasama antara pemerintah,  mitra swasta dan masyarakat yang paling sederhana dan terbatas. Kesepakatan yang dicapai antara lain menyatakan bahwa sektor swasta setuju untuk melaksanakan fungsi pelayanan yang terbatas, dengan harga dan jangka waktu tertentu.

Syarat dan Ketentuan Umum

  1. Jangka waktu kerjasama pada umumnya diperlukan antara dua sampai lima tahun
  2. Untuk dapat memperoleh harga yang wajar dan mitra Swasta yang mampu melaksanakan kegiatan secara profesional, diperlukan adanya proses pemilihan yang transparan dan dilakukan dengan cara pelelangan
  3. Dilakukan untuk merangsang kinerja yang efisien
  4. Dasar imbalan atau pembayaran untung berdasarkan waktu dan atau volume pelayanan secara lumpsum dan atau nilai tambah dari kinerja yang dihasilkan sesuai dengan output seperti apa yang tertera pada alat ukur atau rekening yang tertagih

Lingkup dan Manfaat Kerjasama

  1. Kontrak perawatan peralatan dan fasilitas
  2. Pencatatan alat ukur / meter
  3. Pengajuan rekening dan penagihan
  4. Perbaikan darurat
  5. Penyewaan peralatan

Bidang Yang Dapat Dilayani antara lain :

  1. Layanan Air Bersih meliputi kegiatan
  • Produksi
  • Distribusi
  • Pemeliharaan
  • Penagihan

2. Layanan Persampahan meliputi kegiatan

  • Pengumpulan dan transportasi ke TPS
  • Operasi di TPS
  • Transportasi ke TPA
  • Operasi di TPA

3. Layanan Air Limbah meliputi kegiatan

  • Transportasi Lumpur Tinja
  • Operasi IPLT/ IPAL
  • Transportasi ke TPA
  • Operasi di TPA

Peran dan Tanggung Jawab Para Pelaku KPSM

  1. Pemerintah Daerah / Perusda
    • Bertanggung jawab terhadap pengoperasian dan pemeliharaan seluruh sistem
    • Bertanggung jawab terhap resiko2 komersil yang terjadi
    • Bertanggung jawab terhadap pendanaan, aset tetap dan modal kerja
    • Sebagai pemberi tugas kepada Mitra Swasta
    • Memberikan pelayanan kepada pelanggan
    • Memperoleh pendapatan dari rekening pelanggan atas jasa pelayanan pelanggan yang diterima
  2. Badan Usaha Swasta (BUS)/ Swasta
    • Memberikan jasa pelayanan sebagaimana tercantum dalam kontrak kepada pelanggan melalui Pemerintah Kabupa ten/ Kota/ Perusahaan Daerah
    • Mendapat imbalan dari pemberi tugas atas jasa pelayanan yang dilakukan
  3. Masyarakat / pelanggan
    • Mendapat pelayanan
    • Membayar jasa pelayanan

Keuntungan dan kerugian

a) Keuntungan

  • Tidak memerlukan investasi yang besar (padat modal)
  • Lingkup kegiatan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan
  • Cocok untuk masa krisis

b) Kerugian

  • Terbatas pada kegiatan pekerjaan pengoperasian dan pemeliharaan
  • Efisiensi terbatas
  • Keuntungan bagi kontraktor/ swasta kecil

Pengaturan Kepemilikan

  1. Modal investasi menjadi tanggung jawab otoritas Pemerintah
  2. Pengembangan aset menjadi tanggun jawab otorirtas Pemerintah
  3. Tenaga/karyawan dan pelayanan yang dikerjasamakan menjadi tanggun jawab Pihak Swasta

2. Kontrak Kelola (Management Contract)

Kontrak manajemen adalah Perjanjian antara Pemerintah dengan Perusahaan sektor swasta dan masyarakat dengan harga tertentu disepakati antara Pemerintah dan Swasta bahwa sektor Swasta setuju untuk melaksanakan manajemen perusahaan prasarana dan sarana sektor pemerintah, yang berupa pengoperasian dan atau pemeliharaan sebagian atau seluruh sebagian fasilitas dan atau pelayanan, untuk jangka waktu tertentu.

Syarat dan Ketentuan Umum

  1. Jangka waktu kerjasama diperlukan 2-5 tahun
  2. Guna memperoleh harga yang wajar dari Mitra Swasta yang mampu melaksanakan kegiatan secara profesional, diperlukan transparansi dan proses pemilihan dilakukan dengan cara pelelangan
  3. Dasar imbalan atau pembayaran dapat dilakukan secara proporsional berdasarkan efisiensi yang dihasilkan atau berdasarkan volume produksi, prosentase pendapatan dan bagi hasil (revenue sharing) berdasarkan pembagian resiko komersil
  4. Dapat diterapkan sistem insentif untuk meningkatkan produktifitas
  5. Merupakan bentuk kerjasama PSP yang mempunyai kecendrungan untuk dilaksanakan secara berkesinambungan atau berjangka waktu lebih panjang

 Manfaat Bentuk Kerjasama

  1. Pengoperasian dan perawatan
  2. Pengelolaan fasilitas
  3. Pengelolaan sistem
  4. Pengelolaan administrasi

 Bidang yang dapat dilayani

  1. Layanan Air Bersih meliputi kegiatan
    • Produksi
    • Distribusi
    • Pemeliharaan
    • Penagihan
  2. Layanan persampahan meliputi kegiatan
    • Pengumpulan dan transport ke TPS
    • Operasi di TPS
    • Transport ke TPA
    • Operasi di TPA
  3. Layanan air limbah meliputi kegiatan
    • Operasi IPLT/ IPAL

Peran dan Tanggung Jawab para pelaku KPSM

  1. Pemerintah Daerah / Perusahaan Daerah
    • Bertanggung jawab terhadap resiko-resiko komersil yang terjadi
    • Bertanggung jawab terhadap pendanaan, aset tetap dan modal kerja
    • Bertanggung jawab terhadap pencapaian kinerja sesuai dengan target operasi yang disepakati
    • Sebagai Pemberi tugas kepada Mitra Swasta
    • Membayar biaya jasa operasi yang dikontrakkan
    • Memberikan pelayanan kepada pelanggan
    • Memperoleh pendapatan dari rekening pelanggan atas jasa pelayanan yang diterima pelanggan
  2. Badan Usaha Swasta/ Swasta
    • Memberikan jasa operasi sebagian atau seluruh sarana milik Pemerintah Daerah/ Perusahaan Daerah
    • Mendapat imbalan dari pemberi tugas atas jasa pengoperasian sarana yang dilakukan
    • Mendapatkan insentif/ tambahan pembayaran dari Pemberi Tugas dalam bentuk bagi hasil atas kenaikan efisiensi operasi atau dalam bentuk pembayaran tetap atas dasar harga satuan jasa operasi
    • Melaksanakan seluruh atau sebagian pengoperasian dan perawatan, termasuk penyediaan perkakas, peralatan, tenaga kerja dan persediaan suku cadang.
  3. Pelanggan
    • Mendapat pelayanan
    • Membayar jasa pelayanan

Keuntungan dan Kerugian

  1. Keuntungan
    • Tidak memerlukan investasi besar (padat modal)
    • Cocok untuk masa krisis
    • Pembayaran dapat distrukturkan sehingga proporsional dengan efisien yang dicapai
  2. Kerugian
    • Efisiensi terbatas
    • Keuntungan bagi kontraktor/ swasta kecil

Pengaturan Kepemilikan

  1. Modal investasi menjadi tanggung jawab otoritas Pemerintah
  2. Aset menjadi tanggung jawab otoritas Pemerintah
  3. Tenaga/ karyawan dan peralatan yang dikerjasamakan menjadi tanggung jawab pihak swasta

 

3. Kontrak Sewa (Lease Contract)

Kontrak sewa adalah perjanjian kerjasama, dimana swasta menyewa suatu sistem dari prasarana, sarana dan atau peralatan pemerintah yang ada. Swasta mengoperasikan sistem tersebut dan menjual jasa kepada pelanggan dan menarik biaya dari layanan tersebut. Swasta membayar sewa ke Pemerintah dengan harga yang lebih besar dari biaya akuisisi dan pembiayaan aset yang disewakan.

Syarat dan Ketentuan Umum

  1. Jangka waktu kerjasama diperlukan antara 5 (lima) hingga 20 (dua puluh) tahun
  2. Guna memperoleh harga yang wajar, dan mitra swasta yang mampu melaksanakan kegiatan secara profesional, diperlukan transparansi dan proses pemilihan dilakukan dengan cara pelelangan
  3. Persyaratan sewa harus memungkinkan untuk dapat menerpakan tarif yang cukup memadai untuk membayar sewa dan keuntungan yang wajar bagi investor serta insentif bagi pengoperasian yang efisien
  4. Resiko keuangan komersial dan modal kerja serta pembaharuan aset tertentu dibiayai oleh Swasta

Diperlukan penyesuaian tarif dan imbalan/ sewa dikaitkan dengan inflasi dan indeksasi harga bahan/biaya sarana penunjang

 Manfaat Bentuk Kerjasama

  1. Pengelolaan seluruh atau sebagian sistem
  2. Pengelolaan fasilitas
  3. Pengoperasian peralatan

Bidang yang dapat dilayani antara lain :

  1. Layanan Air Bersih meliputi kegiatan
    • Produksi
    • Distribusi
  2. Layanan persampahan meliputi kegiatan
    • Pengumpulan dan transport ke TPS
    • Operasi TPS
    • Transport ke TPA
  3. Layanan Air Limbah meliputi kegiatan :
    • Transport lumput tinja
    • Operasi IPLT/ IPAL

Peranan dan Tanggung Jawab Para Pelaku KPSM

  1. Pemerintah Daerah / Perusahaan Daerah
    • Bertanggung jawab dalam perhitungan nilai aset yang akan disewakan ke swasta
    • Sebagai Pemberi Tugas kepada Mitra Swasta
    • Melakukan pengawasan kegiatan pekerjaan Swasta
    • Menerapkan sanksi terhadap Swasta apabila melakukan penyimpangan
    • Menyediakan modal investasi untuk mengembangkan, membangun dan membiayai aset yang akan disewakan ke Swasta
    • Mengganti aset yang usia gunanya telah terlampaui, seperti peralatan, pompa atau kendaraan sebelum kerjasama dengan Swasta
    • Membayar penutupan hutang pada aset yang diperoleh dari swasta sebesar sisa nilai buku
    • Menetapkan harga/ tarif
    • Mendapatkan penghasilan yang diperoleh dari sisa pendapatan setelah dikurangi kewajiban pembayaran kepada swasta

Badan Usaha Swasta / Swasta

  1. Menanggung resiko keuangan modal kerja dan pembaharuan aset-aset tertentu
  2. Menetapkan kebijaksanaan yang berhubungan dengan penyediaan dan operasi
  3. Menyusun perhitungan besarnya harga/ tarif dan diajuan ke Pemberi Tugas
  4. Pelaksana operasi, pemeliharaan dan pengaturan pemanfaatan aset yang ada dalam kurun waktu yang diesepakati dan dikembalikan setelah akhir kontrak dalam keadaaan baik
  5. Mendapat pembayaran melalui sistem pembayaran ESCROW atas dasar volume / unit satuan yang terjual dengan proporsi yang disepakati
  6. Memberikan layanan kepada pelanggan

Bank / Escrow

Menerima pembayaran dari pelanggan sebagai hasil penjualan pelayanan  prasarana dan sarana yang telah diberikan kepada pelanggan. Selanjutnya penerimaan tersebut oleh Bank/ESCROW dibayarkan kepada swasta dan perusahaan daerah, sesuai dengan kesepakatan besaran porsi masing-masing pihak.

Pelanggan

  1. Mendapatkan layanan dari Perusahaan Daerah melalui swasta
  2. Membayar jasa pelayanan ke Perusahaan Daerah dan Swasta melalui Bank / ESCROW

Keuntungan dan Kerugian

  1. Keuntungan
    • Tidak memerlukan investasi yang besar (padat modal)
    • Cocok untuk masa krisis
  2. Kerugian
    • Terbatas pada peralatan
    • Efisiensi terbatas
    • Keuntungan kecil

Pengaturan Kepemilikan

  1. Modal investasi tanggung jawab pemerintah
  2. Aset yang akan disewakan dikembangkan, dibangun dan dibiayai pemerintah
  3. Aset yang telah dioperasikan oleh pihak swasta sesuai dengan batas waktu kerjasama, dikembalikan kepada Pemerintah dalam kondisi layak pakai dan fungsional sesuai dengan kesepakatan
  4. Karyawan pemerintah yang biasa mengoperasikan peralatan yang akan dikerjasa-makan dapat dipekerjakan/ diperbantukan kepada mitra swasta

4. Kontrak Bangun kelola Alih Milik (Build Operate and Transfer Contract)

Yang dimaksud dengan kerjasama ini adalah swasta menyediakan layanan dengan membangun dan membiayai suatu fasilitas baru (atau meningkatkan/ merehabilitasi fasilitas yang ada), kemudian mengkelola fasilitas tersebut selama jangka waktu yang disepakati (dikenal dengan periode konsesi atau periode implementasi) dan di akhir periode tersebut, fasilitas tersebut dialihkan kepemelikannya kepada pemerintah (pemberi tugas).

Syarat dan Ketentuan Umum

  1. Jangka waktu kerjasama diperlukan antara lima tahun hingga dua puluh lima tahun
  2. Guna memperoleh harga yang wajar, dan mitra swasta yang mampu melaksanakan kegiatan secara profesional, diperlukan transparansi dan proses pemilihan dilakukan dengan cara pelelangan
  3. Fasilitas dibangun dan dikelola oleh Swasta dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan prasarana dan sarana
  4. Dicirikan dengan seperangka perjanjian kontrak yang rumit, yang mengikat masing-masing pihak dalam transaksi untuk melaksanakannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut
  5. Umumnya sangat padat modal dan membutuhkan dana dalam jumlah besar membangunnya
  6. Resiko diidentifikasikan oleh pihak-pihak dalam transaksi dan ditunjuk atau ditransfer kepada pihak yang paling mampu menangani resiko tersebut dengan biaya serendah mungkin
  7. Pendapatan Swasta diperoleh dari imbalan yang dapat dihitung berdasarkan volume minimum yang dihasilkan (take or pay) dengan menjual produk layanan yang dihasilkan dari fasilitas yang dibangun selam periode konsesi, sesuai dengan syarat perjanjian antara pihak swasta dengan badan pemerintah
  8. Swasta tidak terlibat dalam pengoperasian dan pemelihataan unit lain yang tidak mereka bangun

Manfaat Bentuk Kerjasama

  1. Pemangunan prasarana dan sarana
  2. Pengelolaan prasarana dan sarana

Bidang yang dapat dilayani antara lain :

  1. Layanan Air Bersih meliputi kegiatan Pembangunan dan operasi fasilitas :
    • Produksi
    • distribusi
  2. Layanan Persampahan meliputi kegiatan
    • Pembangunan dan operasi TPA
  3. Layanan Air Limbah meliputi kegiatan :
    • Pembangunan dan operasi IPLT / IPAL

Peranan dan Tanggung Jawab Para Pelaku KPSM

  1. Pemerintah Daerah / Perusahaan Daerah
    • Bertanggung jawab atas pengelolaan unit diluar yang dikelola / dioperasikan oleh Swasta
    • Bertanggung jawab terhadap pelayanan langsung ke masyarakat / konsumen termasuk penarikan pembayaran
    • Bertanggung jawab untuk membeli hasil yang diproduksi oleh Swasta berdasarkan volume minimum (take or pay) sesuai kesepakatan
    • Sebagai pemberi tugas kepada Mitra Swasta
    • Memberikan sanksi kepada Swasta jika tidak memenuhi kewajiban sesuai dalam persyaratan perjanjian kerjasama
    • Memantau, memeriksa dan mengawasi pelaksanaan kegiatan mitra Swasta serta melakukan pencatatan kapasitas yang diproduksi Swasta
    • Melakukan pembuatan dan penagihan rekening
    • Mendapatkan penghasilan dari Bank/Escrow yang diperoleh dari pendapatan setelah dikurangi kewajiban pembayaran kepada swasta (imbalan).
  2. Badan Usaha Swasta / Swasta
    • Membangun fasilitas layanan
    • Memberikan layanan kepada pelanggan
    • Melakukan pencatatan kapasitas yang diproduksi
    • Dapat membantu pihak pemberi tugas melakukan pembuatan dan penagihan rekening
    • Menerima imbalan dari Bank/ Escrow yang diperoleh dari pembayaran rekening pelanggan sesuai dengan pelayanan yang diberikan
  3. besarnya Bank / Enscrow
    • Menerima hasil penjualan atas pelaynan kepada pelanggan, kemudian dibayarkan ke perusahaan daerah dan swasta sesuai dengan besarnya porsi masing-masing sebagaimana yang ditetapkan dalam perjanjian kerjasama
  4. Pelanggan
    • Mendapatkan layanan dari Swasta melalui Perusahaan Daerah
    • Membayar jasa pelayanan melalui bank Escrow

Keuntungan dan Kerugian

  1. Keuntungan
    • Biaya rendah kualitas tinggi
    • Cocok untuk kondisi ekonomi yang baik
    • Nilai kegiatan besar
    • Kualitas dan kapasitas memenuhi syarat
  2. Kerugian
    • Untuk kegiatan-kegiatan yang terdiri dari unit-unit yang saling berkaitan, apabila yang dikerjasamakan hanya sebahagian dari unit tersebut, maka kerjasama BOT tidak bisa mengatasi beberapa masalah antara lain :
      • Pengelolaan
      • Revenue
      • Biaya tenaga kerja

Pengaturan Kepemilikan

  1. Modal investasi merupakan tanggung jawab swasta
  2. Kepemilikan aset tanggung jawab swasta sebelum diserahkan ke Pemerintah
  3. Setelah penyerahan aset dari Swasta ke Pemerintah, apabila masih terdapat sisa nilai buku atas investasi yang dibangun oleh Swasta, Pemerintah bertanggung jawab membayar kompensasi aset ke Swasta sebesar nilai bukunya.                     

5. Kontrak Konsesi (Concession Contract)

Kontrak konsesi adalah suatu kegiatan kerjasama antara Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dimana pihak Swasta disepakati untuk mengkelola dan bertanggung jawab atas keseluruhan operasi dan program investasi pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana dari pemerintah dan memberikan pelayanan secara langsung ke masyarakat.

Syarat dan Ketentuan Umum

  1. Jangka waktu kerjasama berlangsung dalam jangka panjang, antara 20-30 tahun. Periode ini harus cukup panjang agar perbaikan investasi dapat dilakukan dalam 5 hingga 10 tahun pertama, dan agar dapat dihasilkan pendapatan untuk membayar kembali hutang atas pinjaman
  2. Guna memperoleh harga yang wajar, dan mitra Swasta yang mampu melaksanakan kegiatan secara profesional diperlukan transparansi dan proses pemilihan dilakukan dengan cara pelelangan
  3. Swasta mempunyai kewenangan dalam kegiatan operasi, pemeliharaan dan pengembangan seluruh aset & fasilitas yang ada dalam masa konsesi
  4. Swasta diberi kewenangan melakukan pelayanan secara langsung dan menarik rekening seluruh aset dan fasilitas yang ada dalam masa konsesi
  5. Pihak swsta harus memiliki hak eksklusif atas pengelolaan dan pengembangan sistem selama jangka waktu kontrak
  6. Jika terdapat investasi pihak Swasta baik dalam rangka memperbaiki sistem yang ada maupun dalam rangka pengembangan, maka pihak Swasta berhak mendapatkan kompensasi aset sesuai dengan nilai buku pada akhir perjanjian
  7. Diperlukan penyesuaian tarif dan imbalan disesuaikan dengan besarnya tingkat inflasi dan indeks harga-harga bahan baku penunjang

Manfaat Bentuk Kerjasama

  1. Pengelolaan Sistem

Bidang yang dilayani antara lain :

  1. Jalan Tol
  2. Layanan Air Bersih meliputi kegiatan :
    • Produksi
    • Distribusi
    • Pemeliharaan
    • Penagihan
    • Total sistem
  3. Layanan Persampahan meliputi kegiatan :
    • Operasi TPS
    • Transportasi ke TPA
    • Operasi TPA
    • Total sistem
  4. Layanan Air Limbah meliputi kegiatan
    • Transport lumpur tinja
    • IPLT/IPAL
    • Total sistem

Peran dan Tanggung Jawab Para Pelaku KPSM

  1. Pemerintah Daerah/ Perusahaan Daerah
  • Bertanggung jawab atas penyesuaian tarif sesuai dengan besarnya tingkat inflasi dan indeksasi harga-harga bahan baku dan penunjang
  • Bertanggung jawab dalam penilaian aset yang akan diserahkan ke Swasta untuk dioperasikan dan menyertakan aset perusahaan daerah untuk kerjasama
  • Sebagai pemberi tugas kepada swasta bertugas memantau, memeriksa dan mengawasi pelaksanaan kegiatan mitra swasta, serta melakukan pengecekan kinerja mitra swasta
  • Memberikan sanksi kepada swasta jika tidak memenuhi kewajiban sesuai dalam persyaratan perjanjian kerjasama
  • Mendapatkan penghasilan melalui Bank/ Escrow yang diperoleh dari pendapatan setelah dikurangi kewajiban pembayaran kepada swasta (imbalan)
  1. Badan Usaha Swasta/ Swasta
  • Bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan / masyarakat sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian kerjasama
  • Menepati target-target teknis yang harus dilakukan sesuai dengan perjanjian kerjasama dan menerima sanksi apabila tidak dapat memenuhi
  • Melakukan pencatatan meter
  • Melakukan pembuatan dan penagihan rekening
  • Memberikan layanan kepada pelanggan
  1. Bank / Escrow
  • Menerima hasil penjualan atas pelayanan kepada pelanggan, kemudian dibayarkan ke perusahaan daerah dan swasta sesuai dengan besarnya porsi masing-masing sebagaimana yang ditetapkan dalam perjanjian kerjasama
  1. d) Pelanggan
  • Mendapatkan layanan dari Pemerintah melalui swasta
  • Membayar jasa pelayanan melalui Bank/ Escrow

Keuntungan dan Kerugian

  1. a) Keuntungan
  • Dapat meningkatkan kualitas dan kinerja
    • konstruksi
    • tenaga kerja
    • pengelolaan
  • cocok untuk kondisi ekonomi yang baik
  • biaya rendah kualitas tinggi
  • nilai kegiatan besar
  1. b) Kerugian
  • efisiensi tinggi yang dapat mengurangi jumlah tenaga kerja

Pengaturan Kepemilikan

  1. a) Pemerintah menghitung seluruh nilai aset yang akan diserahkan ke Swasta untuk dikelola selama masa konsesi
  2. b) Modal investasi merupakan tanggung jawab dari swasta
  3. c) Kepemilikan aset tetap ditangan pemerintah
  4. d) Swasta berkewajiban membayar penyusutan aset-aset Pemerintah yang diserahkan untuk dikelola oleh Swasta sesuai dengan besarnya sisa nilai buku (apabila ada)
  5. e) Swasta berkewajiban membayar seluruh sisa pinjaman Pemerintah yang ada terhitung sejak penyerahan pengelolaan dari Pemerintah ke Swasta
  6. f) Setelah penyerahan aset dari Swasta ke Pemerintah, apabila masih terdapat sisa nilai buku atas investasi yang dibangun oleh Swasta, Pemerintah bertanggung jawab membayar biaya penyusutan ke Swasta.

 

6. Peran Pelaku Kemitraan

    1. Peran Pemerintah

Pemerintah berperan dalam merancang kerangka pembangunan, melakukan hal-hal operasional dari skala lokal sampai nasional, melakukan intervensi dalam pembangunan, serta sebagai pihak yang mengatur dan melandaskan hukum dalam setiap pembangunan. Selain itu pemerintah juga bertugas untuk menyediakan basic services seperti infrastruktur kepada masyarakat. Lebih jauh lagi, pemerintah harus bisa melaksanakan good governance yang memperhatikan kesejahteraan ekonomi, kestabilan politik, serta pelaksanaan kebijakan adminstratif.

Pemerintah harus menciptakan iklim yang merangsang bagi usaha kemitraan, antara lain dengan:

  1. Mengembangkan kebijaksanaan dan strategi pembangunan yang jelas, yang tercermin baik pada tujuan, arahan maupun indikator-indikator kebijaksanaan (policy indicators).
  2. Menetapkan prioritas pembangunan yang realistis dan diikuti oleh semua pihak, baik pemerintah maupun dunia usaha dan masyarakat. Untuk itu perlu kesepakatan di antara berbagai pelaku pembangunan ini, dan karena itu perlu ada dialog-dialog.
  3. Memantapkan mekanisme komunikasi yang lancar dan transparan. Transparansi erat kaitannya dengan tingkat partisipasi dan oleh karena itu, sejak pada tahap awal mekanisme kemitraan yang transparan harus dikembangkan dan dimantapkan.
  4. Mengembangkan pilihan-pilihan atas pola-pola kemitraan yang dapat mencakup kepentingan-kepentingan yang ada di berbagai lapisan dan golongan masyarakat, sehingga masyarakat dapat berperan serta seluas -luasnya dalam kemitraan pembangunan.
  5. Menyiapkan rencana pengembangan kemitraan yang mencakup rencana investasi pemerintah, swasta dan masyarakat sebagai bagian dari pembangunan nasional.
  6. Menyiapkan kerangka peraturan dan arahan serta pedoman yang dapat menjadi acuan terutama bagi swasta dan masyarakat dan juga menjamin kepastian usaha.

Musgrave (1959) telah mengidentifikasi 3 (tiga) jenis fungsi dari pemerintah :

  1. Fungsi alokasi
  2. Fungsi distribusi
  3. Fungsi stabilisasi dan Regulasi

Lewis mengemukakan 9 (sembilan) fungsi pemerintah yang berhubungan dengan pertumbuhan dan pembangunan yakni :

  1. Memelihara jasa publik. Dengan bantuan swasta, pemerintah berusaha menyediakan jasa pelayanan publik kepada masyarakat. Karena mengingat tujuan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat, dan dengan kemampuan masyarakat untuk menggunakan jasa layanan publik tersebutlah kesejahteraan itu dapat diukur.
  2. Mempengaruhi masyarakat. Dengan kekuasaanya yang tinggi, pemerintah cenderung mendapat kepercayaan dari masyarakat sehingga masyarakat dapat diajak untuk bekerjasama dalam membangun ekonomi.
  3. Memperbanyak institusi ekonomi. Institusi-institusi ini diharapkan dapat membantu dalam memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan.
  4. Mempengaruhi penggunaan sumber daya. Terbagi atas dua, penggunaan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Dalam hal ini, peningkatan kualitas sumberdaya manusia dilakukan melalui program pendidikan dan kesehatan. Sedangkan penggunaan sumberdaya alam lebih berpusat kepada pengelolaan lingkungan seperti penanggulangan kerusakan dan pencemaran lingkungan serta kegiatan pendukung pengelolaan lingkungan yang lain seperti melakukan pembaharuan teknologi yang ramah lingkungan, mendukung serta memberikan dana bagi institusi atau individu yang melakukan pembaharuan teknologi tersebut.
  5. Mempengaruhi distribusi pendapatan. Mengadakan suatu program kebijakan pemerataan distribusi pendapatan dalam rangka menaikan produktivitas kerja khususnya bagi masyarakat golongan rendah. Selain itu, program pemerataan distribusi pendapatan juga harus didukung dengan perluasan sarana dan prasarana di daerah pedesaan dan daerah terpencil.
  6. Mengatur jumlah uang beredar. Pemerintah mengendalikan jumlah uang yang beredar, melalui kebijakan-kebijakan seperti Tight Money Policy dan Easy Money Policy. Tight Money Policy yaitu kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menaikan suku bunga, menjual surat berharga, menaikan cadangan kas, membatasi pemberian kredit. Easy Money Policy yaitu kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral untuk menambah jumlah uang yang beredar dengan cara menurunkan tingkat suku bunga, membeli surat-surat berharga, menurunkan cadangan kas, dan memberikan kredit longgar.
  7. Mengatur fluktuasi. Fluktuasi atau naik-turunnya harga karena pengaruh permintaan dan penawaran. Contoh fluktuasi yang terjadi adalah pada harga minyak dunia yang menjadi salah satu pemicu krisis ekonomi global. Krisis ekonomi terus menjalar ke berbagai negara karena adanya krisis energi. Harga minyak naik atau turun akan menentukan jumlah penerimaan negara tersebut, sekaligus menentukan seberapa banyak subsidi yang dikeluarkan pemerintah untuk keperluan konsumsi maupun produksi, untuk masyarakat atau perusahaan, untuk golongan bawah atau golongan atas. Oleh karena itu, pemerintah harus sanggup mengendalikan fluktuasi karena fluktuasi berpengaruh terhadap APBN.
  8. Memastikan tak ada pengangguran. Cara-cara yang kini dipersiapkan adalah mempersiapkan sekolah kejuruan untuk menampung lulusan sekolah menengah dan menjadi tenaga siap pakai, Memperluas kesempatan kerja, menumbuhkan kreativitas dan keterampilan masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja sendiri ataupun orang lain dengan melakukan pembinaan, mengadakan sosialisasi lapangan kerja kepada pekerja dengan mengundang beberapa pengusaha atau perusahaan yang memiliki lowongan kerja.
  9. Mempengaruhi tingkat investasi. Proses mendorong investasi hingga ke tingkat optimal secara sosial ini berhubungan dengan tanggung jawab Negara dan pola optimum investasi
  10. keseluruhan ekonomi dan sosial.

 

DAFTAR PUSTAKA

Akil,Sjarifuddin. 2003. Peran Serta Masyarakat dalam Kelembagaan Penataan Ruang. Dirjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Semarang: Tidak diterbitkan

Kartasasmita, Ginandjar. 1997. Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3S

Kementerian Hukum dan HAM. 2015. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Jakarta: KemenkumHam.

Korten, D.C.1988. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Raharjo, Dawam. 1983. Esei-esei Ekonomi Politik. Jakarta : LP3ES

Sayogyo.1997.Pembangunan Masyarakat Desa Berkelanjutan. Makalah pada Semiloka Gerakan Mandiri Membangun Desa di Palu Sulawesi Tengah.

Siagian, S.P. 1972. Administrasi Pembangunan. Djakarta: Gunung Agung

Susantyo,Badrun.2002. Aspek Strategis Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Ilmiah pekerjaan Sosial ‘PEKSOS”.Vol 1 no 1, Mei 2002. Bandung : STKS

Tjokroamidjojo, Bintoro. 1974. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3S

Vestikowati, Endah. 2012. Model Kemitraan Pemerintah dengan Sektor Swasta dalam Pembangunan Daerah. Cakrawala Galuh, Vol 1, No8

Yulianti, Yoni. 2012. Analisis Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Nasional PemberdayaanMasyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Kota Solok . Program Pascasarjana Universitas Andalas Padang: Tidak diterbitkan.





PENGARUH KEBERADAAN ALUN-ALUN SEBAGAI RUANG PUBLIK TERHADAP KARAKTER KAWASAN PUSAT KOTA DI KOTA KISARAN

27 04 2020

ABSTRAK

Ruang publik sebagai salah satu elemen perancangan kota mempunyai peran yang penting dalam pembentukan karakter kawasan. Alun-alun termasuk ruang publik yang dapat dijadikan sebagai ciri khas, keunikan, dan citra suatu kota. Alun-alun yang memiliki fungsi sebagai ruang publik, menerapkan prinsip perancangan ruang publik, maupun memiliki kualitas sebagai ruang publik dapat mencerminkan karakter kawasan yang kuat. Melihat pentingnya alun-alun sebagai ruang publik tersebut, maka Kota Kisaran menghadirkan alun-alun dengan penyediaan sarana dan prasarananya.

Keberadaan alun-alun kota sebagai ruang publik di Kota Kisaran masih belum dapat mewadahi aktivitas pengguna, sehingga terdapat beberapa pemanfaatan alun-alun yang tidak sesuai fungsinya. Dalam penelusuran di lapangan masih terdapat perpaduan aktivitas yang berada dalam satu titik seperti area parkir kenderaan yang juga digunakan untuk area senam, bersepeda, skateboard, dan sepatu roda. Kurangnya fasilitas dalam alun-alun Kota Kisaran menunjukan rendahnya kualitas ruang publik yang akan berpengaruh terhadap karakter kawasan pusat kota.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari pengaruh keberadaan alun-alun sebagai ruang publik terhadap karakter kawasan pusat kota di Kota Kisaran. Untuk mengetahui pengaruh tersebut, maka penelitian ini menggunakan paradigma Positivistik Rasionalistik yang didasarkan pada pendekatan kuantitatif dengan strategi deduktif dan metode pengumpulan data berupa studi literatur, survey lapangan, dan kuesioner. Metode analisis data dilakukan melalui uji statistik dengan uji regresi menggunakan program SPSS untuk tujuan pembuktian teori.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh keberadaan alun-alun sebagai ruang publik terhadap karakter kawasan pusat kota di Kota kisaran dan menjelaskan elemen-elemen pada alun-alun yang berperan besar dalam membentuk karakter kawasan pusat kota di Kota Kisaran.

ABSTRACT

Public space as an element of urban design has an important role in shaping the character of the area. Square including a public space that can be used as a characteristic, uniqueness, and the image of the city. The square has a function as a public space, applying the principles of designing public spaces, as well as having quality as a public space can reflect a strong character of the area. Seeing the importance of the square as the public spaces, than Kisaran City presenting the main square with the provision of facilities and infrastructure.

The existence of the town square as a public space in the Kisaran City  still not able to accommodate the activities of the user, so there is some use of the square that does not fit its function. In the search field there is still a mix of activities that are within one point as a parking area for vehicles that are also used for gymnastics area, biking, skateboarding, and rollerblading. The lack of facilities in the town square Kisaran shows the low quality of public space that would affect the character of the downtown area.

The purpose of this study was to find the effect of the existence of the town square as a public space of the character of the downtown area in the Kisaran city. To know the effect, this study used Rationalistic positivistic paradigm that is based on a quantitative approach with deductive strategies and methods of data collection in the form of literature studies, field surveys, and questionnaires. Methods of data analysis is done through a statistical test by regression using SPSS for evidentiary purposes theory.

The results of this study show the effect of the existence of the town square as a public space of the character of the downtown area in the Kisaran city and describes the elements on the square that plays a major role in shaping the character of the downtown area in the Kisaran city.

 Keywords: Square, Public Space, Character of The Area.

PENDAHULUAN

Peningkatan urbanisasi di perkotaan merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Menurut UNCHS (1996 dalam Woolley, 2005), hal ini dapat menimbulkan beberapa permasalahan perubahan lingkungan seperti penurunan kualitas lingkungan dan kesenjangan sosial. Pada tahun 2025 diperkirakan setengah dari populasi penduduk di dunia akan tinggal di perkotaan. Peningkatan populasi penduduk ini berimbas pada tingginya kebutuhan akan ruang di perkotaan, sehingga menjadikan lahan perkotaan menjadi aset ekonomis yang bisa berdampak pada berkurangnya kualitas dan kuantitas ruang publik. Sementara menurut Shirvani (1985), ruang publik merupakan salah satu elemen penting dari lingkungan perkotaan. Untuk itu diperlukan suatu pemikiran dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas ruang publik karena menurut Nasution and Zahrah (2014), berkurangnya kuantitas dan kualitas  ruang publik merupakan masalah yang sangat serius di lingkungan perkotaan.

Menurut Darmawan (2003), alun-alun merupakan ruang publik sebagai taman di kawasan pusat kota yang sering digunakan untuk kegiatan formal seperti upacara peringatan hari nasional, kegiatan sosial, ekonomi maupun apresiasi budaya. Alun-alun merupakan area umum yang menjadi pusat keramaian suatu kota atau kabupaten. Di alun-alun biasanya warga melakukan aktivitas berolahraga, bermain, dan kegiatan formal pemerintah. Oleh karena itu keberadaan alun-alun dipandang penting dalam upaya membentuk karakter kawasan pusat kota agar kondisinya menjadi nyaman dan selalu dikunjungi masyarakat.

Karakter kawasan dapat dibentuk oleh kualitas ruang publik. Kualitas ruang publik berkaitan erat dengan kegunaan beberapa faktor terhadap kebutuhan dan persepsi masyarakat (Kallus, 2001). Oleh karena itu , maka pembentukan suatu karakter kawasan kota harus diikuti dengan peningkatan kualitas ruang publik kotanya. Kualitas ruang publik menurut Darmawan (2009) meliputi : faktor pencapaian, kenyamanan, fasilitas, pencitraan, sosial budaya, dan pengelolaan. Sementara menurut Carr et al (1992), kualitas ruang publik terdiri dari : responsive (tanggap) dengan mempertimbangkan kepentingan pengguna, democratic (demokratis) dengan melindungi hak pengguna, dan meaningful (bermakna) dengan adanya ikatan emosional antara ruang dengan kehidupan penggunanya.

Keberadaan alun-alun kota sebagai ruang publik di Kota Kisaran masih belum dapat mewadahi aktivitas pengguna, sehingga terdapat beberapa pemanfaatan alun-alun yang tidak sesuai fungsinya. Dalam penelusuran di lapangan masih terdapat perpaduan aktivitas yang berada dalam satu titik seperti area parkir kenderaan yang juga digunakan untuk area senam, bersepeda, skateboard, dan sepatu roda. Kurangnya fasilitas dalam alun-alun Kota Kisaran menunjukan rendahnya kualitas ruang publik yang akan berpengaruh terhadap karakter kawasan pusat kota.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka muncul suatu pertanyaan penelitian yaitu:

  1. Bagaimana pengaruh keberadaan alun-alun sebagai ruang publik terhadap karakter kawasan pusat kota?
  2. Apakah elemen-elemen pada Alun-Alun sebagai ruang publik yang membentuk karakter kawasan pusat Kota Kisaran?

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh keberadaan alun-alun sebagai ruang publik terhadap karakter kawasan pusat Kota di Kota Kisaran.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan paradigma Positivistik Rasionalistik yang didasarkan pada pendekatan kuantitatif dengan strategi deduktif dan metode survey melalui uji statistik untuk tujuan pembuktian teori. Dalam penelitian ini diungkapkan hipotesis yang akan di uji kebenarannya dan dilakukan pemaknaan berdasarkan teori yang digunakan. Teknik analisis statistik menggunakan analisis regresi untuk mendapatkan nilai pengaruh antara variabel ruang terbuka(X) yang terdiri dari sub variabel ekologis (X1), estetika (X2), sosial budaya (X3), balance (X4), Rhythm (X5), emphasis (X6), responsive (X7), democratic (X8), dan meaningful (X9)  dengan karakter kawasan (Y) yang terdiri dari sub variabel identitas kawasan (Y1), struktur kawasan (Y2), Optic (Y3), place (Y4), dan content (Y5). Analisis dilakukan dengan menggunakan data hasil kuesioner yang diperoleh dari responden. Jumlah sampel diasumsikan dari jumlah populasi Kota Kisaran dengan menggunakan rumus Slovin dan diperoleh sampel sebagai responden sebanyak 100 orang.

KAJIAN TEORI

  1. Teori Ruang Publik

Ruang Publik merupakan suatu sistem kompleks berkaitan dengan segala bagian bangunan dan lingkungan alam yang dapat di akses dengan gratis oleh publik yang meliputi jalan, square, lapangan, ruang terbuka hijau, atau ruang privat yang memiliki keterbukaan aksesibilitas untuk publik (Carmona et al, 2004:10). Sedangkan menurut Budihardjo (2009), ruang publik merupakan ruang terbuka yang direncanakan karena kebutuhan tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Menurut Imansari dan Khadiyanta (2015), ruang terbuka hijau khususnya di perkotaan memiliki fungsi yang penting diantaranya terkait aspek ekologi, sosial budaya dan estetika.

Menurut Hakim (1987), prinsip perancangan merupakan dasar terwujudnya suatu ciptaan bentuk yang terdiri dari beberapa unsur atau elemen yang memiliki sifat dan karakter tersendiri. Untuk mendapatkan keteraturan dan kesatuan perlu diperhatikan beberapa hal antara lain: Keseimbangan (Balance), Irama (Rhythm), Penekanan (Emphasis).

Menurut Carr et al (1992:19) terdapat 3 (tiga) kualitas utama sebuah ruang publik, yaitu:

  1. Tanggap (responsive), berarti bahwa ruang tersebut dirancang dan dikelola dengan mempertimbangkan kepentingan para penggunanya.
  2. Demokratis (democratic), berarti bahwa hak para pengguna ruang publik tersebut terlindungi, pengguna ruang publik bebas berekspresi dalam ruang tersebut, namun tetap memiliki batasan tertentu karena dalam penggunaan ruang bersama perlu ada toleransi diantara para pengguna ruang.
  3. Bermakna (meaningful), berarti mencakup adanya ikatan emosional antara ruang tersebut dengan kehidupan para penggunanya.
  1. Teori Karakter Kawasan

Karakter merupakan ciri atau sifat dalam bentuk mental atau kualitas moral yang membedakan dengan yang lain untuk memberikan pemahaman tentang suatu identitas. Karakter kawasan kota terdiri dari dua macam yaitu : karakter fisik dan karakter non fisik. Susunan objek fisik dan aktivitas manusia yang membentuk lingkungan dan hubungan elemen-elemen didalamnya merupakan karakter yang terbesar dalam membentuk suatu karakter kawasan.

Menurut Lynch (1981), terdapat tiga komponen yang dimiliki citra kawasan yaitu:

  1. Identitas, yaitu ciri pola hubungan yang dapat membedakan dengan obyek lain. Identitas dapat menjelaskan bentuk fisik dan posisi / letak dari obyek fisik tertentu.
  2. Struktur, yaitu mencakup pola hubungan antara obyek dengan pengamat dan obyek dengan obyek lain dalam suatu kawasan.
  3. Makna, yaitu arti yang diberikan oleh obyek lingkungan terhadap pengamatan.

Karakter yang spesifik dapat membentuk suatu identitas yang merupakan pengenalan bentuk dan kualitas ruang kawasan perkotaan, secara umum disebut a sense of place. Identitas lingkungan dan a sence of place suatu kawasan harus dipertahankan untuk menghindari keseragaman yang monoton. Dalam hal ini, karakter merupakan jiwa, perwujudan watak baik secara fisik maupun non fisik dapat memberikan citra dan identitas kawasan (Lynch, 1981).

Ada 6 (enam) komponen yang berpengaruh terhadap pemaknaan struktur kawasan menurut Harris dan Howard (1970 dalam Rizka et.al, 2013), yaitu : (1) Lokasi kawasan, berhubungan terhadap jauh/dekat dan aksesibilitas yang sulit/mudah; (2) Keunggulan, berhubungan dengan elemen-elemen landmark oleh pengamat; (3) Aktifitas, berhubungan dengan aktifitas yang bersifat khusus pada suatu kawasan; (4) Titik simpul, berhubungan dengan titik simpul (node) aktifitas yang terjadi; (5) Tanda dan orientasi, berhubungan dengan penandaan terhadap lingkungan sebagai upaya mempermudah penempatan diri dalam suatu bagian kawasan; dan (6) Keterdekatan hubungan, berhubungan dengan hubungan yang cukup erat secara struktural maupun dengan latar belakang pembentukannya yang saling terkait.

Dalam menggambarkan karakter kawasan, sistem place dari suatu kawasan tidak dapat dipisahkan dari makna kawasan. Menurut Trancik (1986 dalam Rizka et.al, 2013), hakekat teori place adalah berusaha memahami budaya dan karakter manusia dalam pengertian sebuah makna ruang. Teori place lebih menekankan kepada faktor budaya dan sejarah. Menurut Gordon Cullen (1961 dalam Rizka et.al, 2013), lingkungan yang akan menghasilkan reaksi emosional dengan atau tanpa kemauan kita, maka kita harus berusaha memahami tiga cara yang menyebabkan peristiwa ini: (1) memperhatikan Optic, (2) memperhatikan Place, dan (3) memperhatikan Content (isi).

GAMBARAN UMUM

Secara administrasi Kota Kisaran merupakan ibukota Kabupaten  Asahan Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah Kota Kisaran adalah 3.296 hektar. Kota Kisaran berada pada Kecamatan Kisaran Barat dengan batas wilayah: Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pulo Bandring, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kisaran Timur, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kisaran Timur dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Meranti.

Kota Kisaran merupakan kawasan pusat kota yang identik berupa pusat pemerintahan yang terdapat ruang publik kota berupa alun-alun dan hutan kota. Alun-alun dan hutan kota berada pada sisi jalan yang banyak dipakai masyarakat untuk berkumpul, berinteraksi, berolahraga, dan melakukan kegiatan-kegiatan bersama lainnya. Kawasan alun-alun berada bersebelahan dengan mesjid agung Ahmad Bakrie, Markas Kodam, rumah dinas bupati, dan Kantor Bupati Asahan.

Kawasan alun-alun Kota Kisaran berada pada pusat kota dengan lokasi yang strategis dan aksesibilitas tinggi. Kawasan pusat Kota Kisaran berfungsi sebagai pusat pemerintahan, pusat sosial budaya, dan permukiman. Berdasarkan Perda Kab. Asahan No. 3 Tahun 2012 tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perkotaan Kisaran BWK III dan BWK IV Ibukota Kabupaten Asahan Tahun 2001-2020, pengembangan fasilitas sosial wisata meliputi ruang terbuka berupa taman, hutan kota dan lapangan / alun-alun pada kelurahan Sidomukti, Sei Renggas, dan Dadimulyo. Alun-alun Kota Kisaran sebagai fasilitas rekreasi terbuka berbentuk lapangan olah raga dan taman yang dilengkapi dengan kolam yang direncanakan berada di lahan bekas perkebunan.

Alun-alun Kota Kisaran berdasarkan tipologi ruang publik termasuk kedalam bagian taman pusat kota (downtown parks) yang berada pada kawasan pusat kota, berbentuk lapangan hijau dengan dikelilingi pohon-pohon peneduh. Alun-alun juga merupakan area hijau Kota Kisaran yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan santai dan lokasinya berdekatan dengan area perkantoran, perdagangan, dan perumahan kota.

Adapun kedudukan alun-alun kota Kisaran dalam konstelasi kota dapat dilihat pada gambar berikut :

1

Dalam mendukung fungsi kawasan alun-alun terdapat beberapa fasilitas yang disediakan dalam kawasan. Fasilitas dalam kawasan menyebar kedalam beberapa titik seperti yang dijelaskan pada tabel sebaran fasilitas dibawah ini.

4

Pengguna ruang alun-alun kota adalah penduduk kota dan orang yang melintas pada kawasan. Penggunan terdiri dari semua lapisan masyarakat dan kelompok umur maupun pendidikan. Aktivitas pengguna pada umumnya berupa rekreasi (berjalan-jalan, melihat pemandangan, duduk-duduk, bersantai, menunggu maupun bermain) dan kegiatan berolahraga (jogging, jalan santai, sepak bola, bersepeda, badminton, dll). Aktivitas pengunjung pada alun-alun dapat dijabarkan dalam tabel berikut.

ANALISIS

  1. Karakteristik Responden

Berdasarkan perhitungan sampel diperoleh jumlah responden sebanyak 100 orang. Setelah dilakukan penyebaran kuesioner kepada 100 responden pada alun-alun Kota Kisaran, maka dapat disimpulkan karakteristik responden seperti disajikan pada tabel berikut.

5

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas pengguna kawasan alun-alun Kota Kisaran adalah yang lokasi tempat tinggalnya jauh dari kawasan, memiliki jenis kelamin laki-laki, usia antara 18-25 tahun, pekerjaan pelajar, tingkat pendidikan SMA, frekuensi kedatangan jarang, datang ke lokasi dengan sepeda motor, datang bersama teman, tujuan kedatangan untuk rekreasi, dan memperoleh sumber informasi akan keberadaan alun-alun dari rekomendasi orang lain.

  1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji Validitas pada instrumen penelitian dilakukan untuk menguji apakah instrumen merupakan data yang tepat dan relevan sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan uji reliabilitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah instrumen penelitian tersebut merupakan data yang dapat dipercaya (reliabel) sesuai dengan tujuan penelitian yang dimaksud.

Pada uji validitas, hasil perhitungan atas sub variabel (R­­hitung) dibandingkan dengan hasil perhitungan koefisien validitas (R­­tabel) dengan signifikansi = 5 % dan N = 100 yaitu 0,196. Hasil uji validitas menunjukan R­­hitung lebih besar dari R­­tabel sehingga seluruh item pertanyaan pada kuesioner dinyatakan valid. Hasil uji validitas terhadap variabel ruang publik (X) dan karakter kawasan (Y) dapat dilihat pada tabel berikut.

2

Uji reliabilitas ini menggunakan program uji statistik SPSS for Windows versi 16. Menurut Nunnally (1967 dalam Ghozali 2005), suatu variabel dikatakan reliabel jika memiliki nilai Cronbachs Alpha > 0,6. Hasil analisis menunjukan semua variabel memiliki nilai alpha lebih besar dari 0,6 sehingga dianggap reliabel. Hasil uji reliabilitas pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

3

  1. Identifikasi Fungsi Alun-Alun

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif untuk mengidentifikasi fungsi alun-alun sebagai ruang publik yang dirasakan responden. Metode deskriptif pada suatu kumpulan data penelitian biasanya menggunakan nilai mean dari jumlah nilai keseluruhan responden dibagi jumlah responden. Berdasarkan analisis deskriptif ini, maka didapatkan perbandingan hasil tiap analisis untuk mengetahui indikator mana yang menonjol dan indikator mana yang tidak.

Fungsi tertinggi yang dirasakan pada alun-alun adalah fungsi sosial budaya yaitu sebagai tempat bermain dan berolahraga,  tempat bersantai, dan tempat interaksi sosial. Selain itu fungsi yang sangat besar dirasakan oleh responden terhadap alun-alun sebagai ruang publik adalah fungsi ekologis dengan jumlah pepohonan yang cukup, memiliki taman dan lapangan, keragaman tanaman, serta fungsi estetika dengan indikator bahwa alun-alun menciptakan keindahan dan estetika lingkungan, dan pembentuk visual yang menarik. Sedangkan fungsi ruang publik yang masih kurang dirasakan oleh responden adalah fungsi ekologis dengan kurangnya saluran drainase, dan fungsi estetika dengan penyeimbang kepadatan bangunan, vegetasi tepi jalan, penghubung tempat, dan pembatas massa bangunan, serta fungsi sosial budaya sebagai tempat menunggu.

6

  1. Identifikasi Prinsip Perancangan Ruang Publik

Pada tabel berikut akan dijelaskan nilai modus dan mean dari jawaban responden terhadap variabel ruang publik dengan indikator prinsip perancangan ruang publik.

7

Bersadarkan tabel diatas, prinsip perancangan pada alun-alun yang banyak dirasakan yaitu penerapan prinsip balance dengan indikator keberadaan alun-alun Kota Kisaran dapat dirasakan sebagai ruang publik, prinsip rhythm dimana alun-alun memiliki bentuk yang mudah di ingat, dan prinsip emphasis dimana alun-alun memiliki bagian yang menarik berupa open stage berbentuk kerang. Sedangkan untuk prinsip perancangan yang kurang dirasakan adalah prinsip balance dimana bentuk simetri maupun bentuk dinamis kurang dirasakan oleh pengguna pada alun-alun, prinsip rhythm dimana alun-alun belum menjadi penghubung tempat pada kawasan, alun-alun dapat dilihat dan dirasakan, alun-alun seperti tempat yang terpisah dengan lingkungannya, dan pemakaian warna yang tidak serasi dengan lingkungannya.

  1. Identifikasi Kualitas Alun-Alun

Kualitas ruang publik pada alun-alun yang paling tinggi dirasakan adalah variabel democratic dengan indikator akses masuk mudah dan memiliki area parkir yang luas, semua kalangan masyarakat dapat menikmati alun-alun, dan kawasan dibagi beberapa zona. Selain itu variabel yang juga besar dirasakan adalah variabel responsif dengan indikator ketersediaan penerangan, ketersediaan taman, lokasi berada dekat dengan jalur lalu lintas, ketersediaan penjaga keamanan, dan dapat dinikmati dengan mudah. Untuk variabel meaningful yang besar dirasakan adalah alun-alun memiliki batas-batas yang jelas, alun-alun menjadi landmark kawasan, dan alun-alun digunakan untuk even penting seperti upacara.

Sementara yang masih dirasa kurang pada alun-alun adalah ketersediaan pelindung dari hujan dan panas matahari, ketersediaan tempat duduk, ketersediaan fasilitas makan dan minum, ketersediaan kelengkapan pedestrian, pedestrian yang terintegrasi ke beberapa tempat, dan kegiatan budaya dan kesenian.

Identifikasi kualitas alun-alun ini dapat dilihat pada tabel nilai modus dan mean variabel karakter kawasan dibawah ini.

8

  1. Analisis Karakter Kawasan Pusat Kota

Karakter kawasan yang kuat dirasakan oleh responden adalah pada identitas kawasan yang memiliki desain bentuk bangunan unik, makna dan simbol dimana kawasan aman dan nyaman untuk berkumpul dan berinteraksi, dan kawasan dimanfaatkan sebagai tempat interaksi, olahraga, bersantai, dan rekreasi. Karakter lain yang juga cukup besar dirasakan dengan keberadaan alun-alun sebagai ruang publik adalah variabel identitas kawasan dimana bangunan yang ada pada kawasan masih relatif baru, variabel struktur kawasan dimana terdapat akses yang mudah menuju kawasan, dan variabel makna dan simbol dimana kawasan menegaskan identitas sebagai ruang publik, dan pemandangan yang indah pada alun-alun mendukung kawasan pusat kota.

Sedangkan karakter kawasan yang masih dirasa kurang yaitu terdapat bangunan yang mendominasi kawasan, terdapat kegiatan kesejarahan, suasana kawasan yang berbeda dengan lainnya, keberadaan open stage sebagai landmark, kawasan sebagai titik pertemuan, penanda sebagai petunjuk orientasi, kawasan memiliki fasilitas yang mewadahi semua aktivitas pengguna dan pengaruh alun-alun terhadap citra kawasan.

 Pada tabel berikut akan dijelaskan nilai modus dan mean dari jawaban responden terhadap variabel karakter kawasan pusat kota.

9

  1. Analisis Pengaruh Keberadaan Alun-Alun Sebagai Ruang Publik Terhadap Karakter Kawasan Pusat Kota di Kota Kisaran

Untuk mengetahui pengaruh alun-alun sebagai ruang publik terhadap karakter kawasan pusat kota di Kota Kisaran diperlukan proses analisis dengan menggunakan data yang valid dan reliabel. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi dengan ruang terbuka sebagai variabel independen (X) dan karakter kawasan sebagai variabel dependen (Y). Data hasil jawaban responden terhadap kuesioner kemudian diolah dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan hasil sebagai berikut.

10

 Pada tabel menunjukkan nilai signifikansi hitung (0,000) <  (0,05), maka HO ditolak dan Ha  dapat diterima. Hal ini membuktikan adanya pengaruh variabel bebas (ruang publik) terhadap variabel terikat (karakter kawasan). Nilai R sebesar 0,686 menunjukkan bahwa pengaruh ruang publik terhadap karakter kawasan adalah positif kuat. Hal ini juga ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0,471 yang berarti bahwa sebesar 47,1 % ruang publik mempengaruhi karakter kawasan pada alun-alun Kota Kisaran sedangkan sebesar 52,9% dipengaruhi oleh faktor lain diluar dari model penelitian ini.

 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data statistik yang telah dilakukan, maka peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang dapat menjawab pertanyaan penelitian. Keberadaan alun-alun sebagai ruang publik berpengaruh terhadap karakter kawasan pusat kota di Kota Kisaran. Analisis regresi yang dilakukan menunjukkan bahwa keberadaan alun-alun sebagai ruang publik telah mempengaruhi karakter kawasan pusat kota di Kota Kisaran sebesar 41,7 %, sedangkan 52,9 % dipengaruhi oleh faktor lain diluar model penelitian ini.  Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis awal yang dikemukakan peneliti terbukti dan sesuai oleh hasil analisis data statistik tersebut.

Elemen-elemen pada alun-alun sebagai ruang publik yang besar pengaruhnya terhadap pembentukan karakter kawasan pusat kota di Kota Kisaran berdasarkan hasil analisis adalah :

  1. Lapangan hijau, sebagai tempat bermain dan berolahraga, serta even penting seperti upacara.
  2. Pedestrian, sebagai tempat berolahraga.
  3. Taman, sebagai tempat bermain, bersantai dan berinteraksi.
  4. Pepohonan dan tanaman, dimana memiliki jumlah yang cukup dan beragam.
  5. Open stage, bagian menarik sebagai pembentuk visual dan menciptakan keindahan serta estetika.
  6. Akses masuk, dekat dengan jalur lalu lintas sehingga mudah diakses dan mudah diingat sebagai ruang publik.
  7. Area parkir yang luas sehingga dapat dinikmati semua kalangan.
  8. Penerangan, menciptakan keindahan dan estetika kawasan pada malam hari.

 

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2015. Asahan Dalam Angka 2015. Kisaran : BPS

Badan Pusat Statistik. 2015. Kisaran Barat Dalam Angka 2015. Kisaran : BPS

Budihardjo, Eko. 2009. Wawasan Lingkungan Dalam Pembangunan Perkotaan. Bandung : Penerbit Alumni.

Carmona, Mattew et al. 2004. Public Places Urban Spaces. UK : Architectural Press.

Carr, Stephen et al. 1992. Public Space. New York : Cambridge University Press

Darmawan, Edy. 2003. Teori dan Kajian Ruang Publik Kota. Semarang : Universitas Diponegoro.

_____________. 2009. Ruang Publik dalam Arsitektur Kota. Semarang : Universitas Diponegoro.

Hakim, Rustam. 1987. Unsur Perancangan dalam Arsitektur Lansekap. Jakarta : Bumi Aksara.

Imansari, Nadia dan Parfi Khadiyanta. 2015. “Penyediaan Hutan Kota dan Taman Kota sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Menurut Preferensi Masyarakat di Kawasan Pusat Kota Tangerang.” Jurnal Ruang, Vol. 1, No. 3, hal. 101-110.

Kallus, Rachel. 2001. “From Abstract to Concrete: Subjective Reading of Urban Space.” Journal of Urban Design, Vol. 6, No. 2, 129-150.

Lynch, Kevin. 1981. Good City Form. MIT Press Cambridge.

Nasution, Ahmad Delianur and Wahyuni Zahrah. 2014. “Community Perception on Public Open Space and Quality of Life in Medan, Indonesia.” Procedia – Social and Behavioral Sciences. Vol. 153, pp. 585–594

Rizka, Fadzilla et. Al. 2013. “Pengaruh Perubahan Fungsi Ruang Terbuka Publik di Kota Lama Semarang Terhadap Citra Kawasan.” TEKNIK. Vol. 34 (3), ISSN 0852-1697.

Shirvani, Hamid. 1985. The Urban Design Process. New York : Van Nostrand Reinhold Company.

Woolley, H. 2005. Urban Open Spaces. London : Spon Press.

[1] Mahasiswa Magister Pembangunan Wilayah dan Kota, UNDIP, Semarang

  Email : antonsutresno59@gmail.com





POLA DAN SISTEM PERENCANAAN AEROCITY DI BANDARA KUALANAMU DENGAN KONSEP AEROTROPOLIS

27 04 2020

Transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu fungsi masyarakat. Transportasi berhubungan erat dengan gaya hidup, jangkauan dan lokasi dari kegiatan yang produktif. Untuk melakukan mobilitas secara cepat, tepat, dan efisien, maka diperlukan moda transportasi. Peran transportasi yang sangat tinggi sebagai penunjang kehidupan ekonomi, sosial, politik dan budaya mengharuskan penanganan yang lebih serius dalam peningkatan dan pengembangan sistem jaringan transportasi. Sistem jaringan ini dapat dilihat melalui efektivitas, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, rendah polusi udara, dan efisiensi.

Transportasi sebagai infrastruktur utama yang menjadi bagian penting dalam pemenuhan aktivitas manusia dapat menimbulkan permasalahan transportasi seperti polusi udara yang diakibatkan emisi kendaraan bermotor, tingkat kebisingan yang meningkat, dan resiko bagi pejalan kaki. Menurut Gusnita (2010), terdapat beberapa dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas transportasi umum seperti : kebisingan, polusi udara, kecelakaan lalu lintas, stress bagi pengemudi, dan kesehatan masyarakat. Hal ini sudah mencapai titik yang menghawatirkan terutama di kota-kota besar.

Sistem transportasi merupakan elemen dasar infrastruktur yang berpengaruh pada pola pengembangan perkotaan. Pengembangan transportasi dan tata guna lahan memainkan peranan penting dalam kebijakan dan program pemerintah. Permasalahan transportasi perkotaan yang begitu signifikan antara lain : waktu tempuh yang semakin lama, kemacetan, dan kemampuan volume suatu persimpangan jalan dalam menyalurkan arus lalu-lintas kendaraan sudah tidak memadai.

Penyediaan prasarana transportasi membutuhkan perencanaan yang komprehensif dan berkelanjutan untuk menjamin terlayaninya kebutuhan pergerakan secara optimal atau tercapainya tujuan penyediaan prasarana sesuai dengan kemampuan sumber daya yang dimiliki. Permasalahan dalam perencanaan transportasi yaitu pada sifat tansportasi yang lebih sebagai suatu sistem dengan pola interaksi yang kompleks, sehingga perencanaan transportasi dapat menjadi suatu kegiatan yang rumit dan memakan waktu, serta usaha dan sumber daya yang besar. Perencanaan transportasi ditujukan untuk mengatasi masalah transportasi yang sedang terjadi atau kemungkinan terjadi di masa mendatang. Tujuan perencanaan transportasi adalah untuk mencari penyelesaian masalah transportasi dengan cara yang paling tepat dengan menggunakan sumber daya yang ada.

Perkembangan transportasi yang sangat pesat dapat dilihat pada transportasi udara. Transportasi udara kini semakin dikembangkan untuk mendukung perekonomian regional dan nasional. Hal ini didukung oleh pergerakan manusia dan barang yang kini lebih dituntut pada efiensi waktu dan biaya untuk pengoptimalisasian roda perekonomian.  Dari berkembangnya fungsi bandara, kemudian muncul konsep aerotropolis yang merupakan konsep perkotaan yang berpusat pada bandara (aerocity).

Aerotropolis merupakan kawasan perkotaan mandiri sebagai kawasan perekonomian yang memiliki keterkaitan fungsional yang terhubung dalam sistem jaringan prasarana wilayah terintegrasi dan terpusat (airport city) dan merupakan sebuah pengembangan dari sebuah bandara. Munculnya konsep aerotropolis adalah sebagai bentuk integrasi antara transportasi udara dengan perkembangan kota disekitarnya. Hal ini juga dikarenakan adanya tantangan bandara yang harus mengakomodasi kawasan bisnis yang memiliki akses atau terhubung secara langsung dengan pasar ekonomi global. Adapun Prinsip perencanaan aerotropolis yaitu :

  1. Prinsip struktur ruang wilayah, yang menempatkan bandara memiliki hirarki tertinggi atau sama dengan pusat kota
  2. Prinsip jarak, berlokasi dalam radius 30 km
  3. Prinsip zonasi, yang mengatur pada intensitas kepadatan dan ketinggian bangunan dengan mempertimbangkan kawasan keselamatan operasional penerbangan dalam pengembangan kawasan perkotaan di sekitar bandara
  4. Pinsip tata guna lahan, dengan dominasi guna lahan mixed use
  5. Prinsip peruntukan utama fungsi kawasan, sebagai kawasan bisnis dan komersial
  6. Prinsip penyediaan kawasan bisnis, dengan konsep CBD yang mengakomodasi berbagai bidang bisnis dan industri serta mengakomodasi fasilitas hunian
  7. Prinsip integrasi, yang terintegrasi dalam penunjang layanan antara pusat kota dan bandara dan terintegrasi dalam konektivitas
  8. Prinsip konektivitas yang terhubung dengan transportasi multimoda yang cepat, terjangkau, dan mudah diakses.

Indonesia mesti mendorong pembentukan bandara berkonsep aerotropolis dengan penerapan tata kota urban yang infrastruktur dan aktivitas ekonominya berpusat pada sebuah bandara udara guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan. pendekatan kota hijau merupakan hal yang esensial dalam rangka mengantisipasi dampak negatif perubahan iklim dan menipisnya sumber daya alam untuk mendukung fungsi kota.

Bandara saat ini tidak hanya menjadi simpul transportasi udara, namun juga semakin berkembang dan menjadi simpul perkembangan bagi kota di sekitarnya. Begitu juga yang dialami Bandara Kualanamu Medan yang mempengaruhi perkembangan Kota Medan dan Kab. Deli Serdang. Konsep aerotropolis yang merupakan perencanaan yang mengintegrasikan antara bandara, kota, kawasan bisnis, serta didukung oleh transportasi multimoda, dianggap mampu menjawab tantangan perencanaan kota dan bandara. Bandara Kualanamu memiliki konektivitas yang terintegrasi dengan kawasan kota melalui jalur kereta api yang menghubungkan bandara dan pusat kota.

Dengan konsep aerotropolis, bandara akan menjadi pusat kegiatan yang dikelilingi oleh berbagai fasilitas pendukung yang terletak di dalam pagar atau di luar pagar, seperti perkantoran, area komersial, area hiburan, layanan kesehatan berkelas, hingga dunia akademis dan berbagai industri. Penerapan konsep aerotropolis di Bandara Internasional Kualanamu yang terletak di Deli Serdang, Sumatra Utara dinilai paling tepat karena masih memiliki lahan luas untuk pembangunan dan lokasinya strategis dekat dengan negara-negara Asia dan negara-negara di kawasan Timur Tengah.

Penerapan konsep aerotropolis di bandara Kualanamu akan melalui tiga tahapan proses persiapan, yakni rencana pengembangan infrastruktur dan fasilitas, rencana bisnis, dan acuan implementasi untuk kesuksesan pengembangan tersebut. Kawasan Aerotropolis Bandara Internasional Kualanamu tersebut kemudian akan diintegrasikan dengan dua pelabuhan sehingga membentuk super koridor Bandara Internasional Kualanamu – Pelabuhan Belawan – Pelabuhan Kuala Tanjung dengan jalur kereta api yang saling terintegrasi.

Referensi :

Gusnita, Dessy. 2010. “Green Transport : Transportasi Ramah Lingkungan dan Kontribusinya Dalam Mengurangi Polusi Udara.” Berita Dirgantara, vol. 11, no.2, pp. 66-71.

https://aktiviantiaposhi.wordpress.com/2011/12/03/transportasi-berkelanjutan-serta-penerapannya-di-indonesia/. Diakses 15 Juni 2016.

https://m.tempo.co/read/news/2014/06/28/090588677/bandara-indonesia-diarahkan-berkonsep-aerotropolis. Diakses 15 Juni 2016.