TIPOLOGI BANGUNAN ROMAWI

4 05 2020

https://join.cashgem.co/antonsutresno

1. Kuil

13Merupakan asimilasi yang berasal dan elemen-elemen arsitektur Yunani. Beberapa bentuk bangunan tidak berdiri sendiri, diantaranya merupakan gabungan dinding pembatas ruang yang vertical dengan yang melengkung dan diatur secara aksial. Bangunan ini dipersembahkan untuk tiga serangkai dewa Romawi (Capitol Triad) yaitu : Jupiter, Juno dan Minerva.

Salah satu kuil yang terkenal adalah Pantheon, dibangun oleh Handrian sejak awal abad 2 SM yang diperuntukan bagi 11semua dewa. Konsep ruang dalamnya  menggambarkan karakteristik Kosmik dengan model surgawi.

Bangunan ini telah menjadi puncak keberhasilan arsitektur Romawi karena Handrian telah menciptakan fase baru dalam perkembangan teknoiogi membangun  terutama nilai-nilai atau makna yang terkandung didalamnya.  Secara keseluruhan bangunan ini memiliki dua elemen utama yaitu :

  • Rotunda

Merupakan suatu kubah besar yang mewadahi Cellar. Diameter atau garis tengah kubah irii sebesar 43.6 meter.

  • Portico

Merupakan suatu serambi berkolom (Colonnade) dengan langgam elemen Carinthian Order.

2. Basilica

basilicaBangunan publik dengan sifat multi fungsi diantaranya dapat digunakan untuk bangunan administrasi, pengadilan, bermusyawarah atau berkumpul dan tempat interaksi sosial masyarakat kota Roma (Public Promenade). Bangunan ini ada kemiripan dengan Stoa di Yunani.

3. Theater

theaterMasih bersumber pada teater Yunani dengan beberapa perubahan bentuk dan metoda strukturnya. Konsep ruangnya mengalami pergeseran orientasi yang bukan lagi dengan setting panorama alamiah, tetapi lebih memfokuskan pada pertunjukan tersebut, akibatnya kesan ruang dalam terasa lebih kuat terutama dengan membuat tempat duduk yang curam. Teater ini biasanya digunakan untuk pertunjukan  sandiwara realistik yang menampilkan unsur-unsur dekor, penghapusan orkes dan ukuran panggung yang terbatas.

4. Amphiteather Hippodrome Circus.

ampiteaterBerkembang akibat popularitas olah raga atletik, lomba kereta, pertarungan Gladiator melawan hewan buas. Bangunan ini berdiri di atas tanah yang datar dan berhentuk ellips dengan daya tampung untuk kurang lebih 700 orang. Bentuk dinding dengan langgam superimposisi dan bentuk arkade yang mengelilingi sisi luar bawah bangunan. Juga terdapat struktur basement untuk kandang, jebakan dan tempat keluarnya para gladiator.

5. Roman Bath

roman bathTempat pemandian atau kolam yang minp dengan pemandian Turki (mandi panas-bilas-mandi spa berenang di air dingin) dan digunakan juga sebagai tempat perkumpulan anggota klub (Social Centre). Salah satu pemandian yang tekenal padawaktu itu adalah Bath of Caracalla rnenggunakan kontruksi lengkung atau kubah dan beton untuk mencapai gugusan ruang yang kompleks, program fungsional rumit karena banyaknya ruang yang diperlukan.

6. Spalato (Palace of Diocletian)

spalatoRumah tmggal para pemimpin yang me.nampilkan karakter simetris dan bernuansa muter kekaisaran, makna yang ditampilkan menunjukkan peran kaisar sebagai Cosmocreator (kekuatan yang menguasai dunia). Bangunan ini dapat dikelompokkan dalam jenis villa dan istana.

7. Forum

forumMerupakan unit spatial yang terbuka, umumnya berbentuk empat persegi panjang yang direncanakan untuk kenyamanan dan menikmati urutan persepsi visual dan vista. Elemen elemen bangunan terdiri dan portico yang berfungsi sebagai pemersatu heterogenitas, pengatur koinposisi aksial, penyatuan urutan ruang dalam dan ruang luar (transition space). Salah satu contoh tipikal forum masa awal pemerintahan republik adalah Forum Romanium.

8. Villa (Roman Country House)

villaRumah berbentuk atrium (ruang yang terpusat dan pada bagian atasnya terbuka). Merupakan sintesa dari fungsi privat dan fungsi publik. Bagian tengah bangunan ini ditembus oleh poros longitudinal yang bergerak dan entrance ke kebun. Contoh villa yang terkenal pada waktu itu adalah Villa Hadrian. Sedangkan apartemen atau insulae merupakan bangunan yang bertingkat lima dengan toilet pada tingkat satu dan WC atau KM di tempat pemandian umum.

DAFTAR PUSTAKA

Gosling, David & B. Maitland (1984). Concepts of Urban Design, St. Martin’s Press, New York.

Istiqomah, Gita Nur. DKK. 2014. Architecture Yunani Kuno.

Krier, Rob (1979). Urban Space. New York: Rizolli.

Mariana Yosica. 2011.Kompleksitas Ruang Publik (Public Space): Agora, Yunani Dan Forum, Romawi.  ComTech Vol.2 No. 2 Desember 2011: 1359-1371

Maulana, Annas. 2013. Sejarah Arsitektur: Arsitektur Klasik.

Moughtin, Cliff. (1992). Urban Design Street and Square. Oxford: Architectural Press.

Spreiregen, Paul. D (1965). The Architecture of Towns and Cities, McGraw-Hill Book Company, New York.

Urban Design. In Wikipedia. Diakes dari http://en.wikipedia.org/wiki/Urban_design

Link literatur

http://amarmarufzarkawi.blogspot.co.id/2012/11/peradaban-yunani-dan-romawi-kuno.html

http://faniurbandesigner.blogspot.co.id/2011/01/sejarah-perkembangan-kota.html

http://laksmanaana.blogspot.co.id/2013/04/sejarah-dan-perkembangan-kota_3.html

http://www.tutorialut.web.id/2015/04/sejarah-perkembangan-kota-dan_7.html

 





SEJARAH PERKEMBANGAN ROMAWI KUNO

4 05 2020

Kota, sebentuk kehadiran realitas sosial merupakan hal yang tidak mungkin lagi terseleksi dalam neraca perkembangan zaman. Kota adalah sebuah teritori yang pengertiannya terus berubah sejalan dengan dinamika kota itu sendiri. Kota tidak hanya mengemukakan wilayah goegrafis tertentu (place), tetapi juga seperangkat kegiatan (work), dan dinamika penduduk (folk) yang terus bergerak. Cara mengetahui sejarah atau asal usul kota tersebut dengan menemukan elemen penanda atau atribut penanda dari kota tersebut. Kota berasal dari turunan studi perencanaan kota (urban planning) menjadi perancangan kota (urban design). Urban planning yaitu suatu kajian yang mengarah pada penataan ruang yang dekat hubungannya dengan kewilayahan lalu bermuara pada tata guna lahan dengan mengadaptasi setiap lekuk tata ruang perkotaan, sedangkan pada urban design, kota lebih berdimensi fisik dan lebih dekat dengan dinamika arsitektural dengan menekankan pada keindahan dan kenyamanan ruang-ruang perkotaan. Benang merah kehadiran perkotaan tidak terlepas dari gesekan-gesekan spasial. Dalam sejarah, selalu saja ada yang ditelikung dan didominasi, digusur dan dikonversi demi terbentuknya sistem perkotaan yang seragam. Termasuk bagaimana lahan-lahan pertanian dikonversikan fungsinya menjadi kemegahan kota yang lebih strategis secara ekonomis. Industrialisasi tampak mewah bagi pertanian yang lengang dan terpojok. Desa-desa mengungsikan penduduknya secara tak sadar ke kota. Menggadaikan sawah untuk menjadi tenaga kerja di kota. Menjadi bagian kecil dari seluruh sistem perkotaan, sistem industri. Akan tetapi, seperti pernah dituturkan James C. Scott, selalu ada perlawanan sederhana, walaupun pada kenyataannya pembangunan kota terus berjalan.

Pada zaman pertengahan, ruang-ruang kota didominasi oleh gereja dan kastil bangsawan. Plaza disamping halaman gereja juga berfungsi sebagai market place. Ruang terbuka, jalan dan plaza dibangun terintegrasi dengan bangunan di sekelilingnya. Kota yang berkembang secara tidak terencana biasanya terjadi karena proses konurbasi dari suatu kebudayaan, seperti  Forum (Romawi). Kota ini berkembang pada tempat yang strategis, misalnya di sekitar pelabuhan, tempat usaha, tempat peribadatan, atau pusat kegiatan lainnya. Tumbuhnya kota akibat kebudayaan biasanya dicirikan dengan tumbuhnya pusat jasa sebagai urat nadi perekonomian penyokong kegiatan kota tersebut. Pusat jasa yang berkembang melahirkan suatu pusat komunikasi berupa fasilitas publik, seperti ruang publik maupun gedung publik.

ROMAWI

Peradaban Romawi seringkali dikelompokan sebagai “klasik antik” bersama dengan Yunani kuno, sebuah peradaban yang menginspirasikan banyak budaya Romawi Kuno. Romawi Kuno menyumbangkan banyak kepada pengembangan hukum, perang, seni, literatur, arsitektur, dan bahasa dalam dunia Barat, dan sejarahnya terus memiliki pengaruh besar dalam dunia sekarang ini. Bangsa Romawi yang semula petani, setelah mengalahkan penguasa Etruskia kemudian menjadi bangsa penguasa besar dengan manaklukan wilayah yang luas sampai ke Laut Tengah. Bangsa yang semula petani ini kemudian menjadi masyarakat kapitalis dan materialis. Selain sebagai bangsa yang suka dengan perang bangsa Romawi juga mengumpulkan kekayaan sebagai modal usaha. Mereka membali ladang-ladang dan kemudian penggarapannya dilakukan oleh para budak yang didatangkan dari daerah-daerah jajahan.

Bangsa Romawi berasal dari masyarakat Agrikultur militer yaitu bangsa/kaum petani yang suka berperang dan berekspansi ke sekitar Laut Tengah, Eropa Utara dan Barat serta sebagian Asia dan Afrika. Bangsa ini berasal dan berbagai macam suku bangsa yang mendiami suatu wilayah. Kebudayaan Romawi berawal dan seni Eropa Barat yang diambil secara komprehensif. Mula-mula dianggap tahap dekadensi periode setelah Yunani pada bidang seni, namun secara total menyerap nilai seni yang sudah ada dari kebudayaan tersebut dan nilai-nilai yang terkandung ternyata sudah tidak asli dan bermutu rendah, sehingga Bangsa Romawi bisa dianggap sebagai penyebar dan pelestari peninggalan kebudayaan klasik, jadi dapat dikatakan sebagai Asimilator (menyatukan hasil karya orang lain) dan bukan Kreator.

 Kekaisaran Romawi mempunyai wilayah kekuasaan yang menyebar dan berkembang (ekspansif) di sekitar daratan Spanyol, Armenia, Inggris hingga Mesir. Dengan demikian masing-masing daerah tersebut diperlukan suatu coordinator wilayah kekuasaannya (Teritorial). Akibat luasnya daerah kekuasaan, bangsa Romawi mencetuskan kebudayaannya menjadi Internasionalisme Budaya (Cultur lnternationalism). Perbedaan-perbedaan gaya kekuasaan teritorialnya disatukan dalam satu gaya kepemimpinan yang dinamakan Gaya Imperial. Kerajaan Romawi merupakan suatu negara yang digolongkan sebagai “statesmanship” yaitu bangsa yang memiliki kemampuan sebagai negarawan (dengan kekuasaan yang bertumpu pada kekaisaran), atau Imperium Romanium.

Kondisi Masyarakat

Sejak dari raja-raja Etruscan pada tahun 500 SM hingga raja Julius Caesar pada tahun 100 SM bangsa Romawi tidak pemah mengalami masa Demokrasi seperti bangsa Yunani. Sehingga bangsa ini akan menerima segala keputusan/gagasan dari seorang pernimpin yang paling berkuasa dan tertinggi seperti  Dewa. Tugas bagi para pemimpin yang harus diemban adalah menaklukkan daerah-daerah perluasan sekiranya daerah tersebut mempunyai penguasa. Konsep kepemimpinan ini menjadi konsep dasar hukum bagi sistem kepemimpinan kekaisaran Romawi. Kekaisaran Romawi merupakan kumpulan ’koloni dan beberapa suku bangsa di sekitarnya diantaranya meliputi :

  • Etruska, datang dari bagian utara Mesopotamia, golongan Agraris dan Militeristik, konsep ke-Tuhanan bersifat Antropomorfik (Konsep Ketuhanan yang berupaya mempersonifikasikan sifat kekuasaan Tuhan sebagai manusia Dewa). Dalam bidang arsitektur bangsa ini sudah mengenal konsep konstruksi yang menggunakan sistem struktur pendukung post dan lintel serta kubah.
  • mempunyai sifat-sifat patriotisme dan selalu ingin berkuasa, rasional tetapi lemah dalam berfantasi, tidak halus, tidak sensitif dan tidak kreatif. Karya bangunan mereka kebanyakan mengambil begitu saja dari motif-motif yang sudah ada yang dikembangkan oleh masyarakat Yunani.
  • Colonia, bagian dari bangsa Yunani. Dalam bidang arsitektur bangsa ini membawa konsep Arsitektur yang telah berkembang di Yunani dan dibawa ke dalam budaya membangun bangsa Romawi.
  • Katrago, Masyarakatnya dikenal sebagai nelayan. pelaut kejam, merupakan musuh bangsa Yunani.

Latar Belakang Kebudayaan

Kebudayaan Romawi terbentuk berdasarkan elemen-elemen yang diambil dari kebudayaan Yunani, kebudayaan Etruscan (engineering ability dan utiliter architecture) dan kebudayaan Syria. Penduduk asli Romawi adalah bangsa prajurit sejati yang suka berperang sehingga memiliki karakter yang kuat dan lebih mencurahkan perhatiannya pada pekerjaan, negara, dewa dan juga keluarga. Bangsa Romawi mempunyai disiplin dan ambisi yang tinggi terhadap kekayaan dan penguasaan terhadap bangsa lain. Beberapa hal yang dapat dibedakan atau lebih diunggulkan dengan bangsa lain yailu:

  • Organisasi dalam masyarakat dan negara telah terbentuk mulai dari rakyat biasa atau prajurit hingga pimpinan yang tertinggi (kaisar).
  • Asimilasi budaya berasal dari gabungan kebudayaan Yunani, Etruscan dan Syria. Namun dengan perpaduan kebudayaan tersebut muncul satu karakter atau sifat kebudayaan baru, yaitu kebudayaan Romawi.
  • Hubungan dengan masyarakat pendatang sangat toleran dan bersifat terbuka, terutama pedagang yang berasal dari sekitar kekuasaan Romawi. Selama penduduk pendatang mau mengikuti peraturan yang berlaku dan menguntungkan bagi kepentingan kerajaan Romawi hubungan pendatang dan pribumi sangat baik.
  • Bangsa Romawi  memiliki satu prinsip yang sangat ambisius dalam hidup. Pandangan merekaadalah hanya melalui prinsip kerja yang keras maka akan menghasilkan apapun yang diinginkan. Ambisi menguasai alam dan lingkungan akhirnya melahirkan satu keterampilan yang dominan dalam konsep teknik dan ruang.

Karakteristik Arsitektur Romawi

  • Kemampuan dalam teknologi bangunan lebih maju dari pada bangsa Yunani, seperti dalam pembuatan saluran air dan pembuatan konstruksi busur/lengkung.
  • Penafsiran terhadap makna kehidupan dari segi fungsi dan sistem struktur sosial sangat kompleks. Kondisi ini sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku, tata cara hidup dan termasuk dalam tata bangunan. Setiap aktifitas kehidupan dalam struktur social kemasyarakatan seringkali diperingati dengan upacara-upacara atau pesta-pesta besar.
  • Konsep penataan bangunan dan landscape perkotaan dirancang secara integratif. Perancangan bangunan selalu berorientasi kedalan skala yang lebih luas atau dalam skala kota demikian juga sebaliknya.
  • Konsep perancangan menekankan pada pengertian bahwa ruang merupakan media ekspresi arsitektural. pada skala kota dan interior.
  • Skala bangunan bersifat monumental atau mengutamakan kesan agung. Ekspresi arsitekturnya terungkapkan melalui peralihan artikulasi detail.
  • Bentuk arsitektur mengesankan keanggunan formal yang berorientasi birokratik, tersusun secara sistematik, praktis dan variatif dalam langgam.

Konsep Ruang

  • Ruang merupakan konkretisasi dimensi waktu dan tindakan, bukan keabadian atau keteraturan statis.
  • Ruang bersifat self-contained bukan merupakan batasan fisik belaka, karena itu harus dibentuk, diartikulasikan dan diaktifkan.
  • Karakter lingkungan spatial terpadu, tidak ditentukan oleh ikatan situasi geografis tertentu.
  • Artikulasi ruang merupakan kontinuitas, irama, variasi, keteraturan, dinamis, sekuens dan aksialitas

 

KOTA ZAMAN ROMAWI KUNO

Grid pattern juga digunakan pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi memperkukuhkan budaya dan pengaruh Yunani Kuno, dan menyebarkannya ke seluruh kerajaannya yang memerintah selama lebih kurang 1000 tahun. Pelabuhan Roma, ibukota kerajaan Romawi dibangun dengan grid pattern dengan penampilan dua jalan raya utama yaitu ‘Cardo dan Decumanus’ sebagai ikon perencanaan bentuk pelabuhan tersebut. Cardo dan Decumanus merupakan dua jalan raya utama yang bersilang pada sudut tepat pada arah Utara-Selatan dan Timur-Barat yang dibangun di sepanjang bangunan-bangunan dan monumen-monumen utama dalam pelabuhan Roma. Bangunan-bangunan tersebut merupakan bangunan utama pusat-pusat pemerintahan. Pembangunan dua jalan raya tersebut memberi banyak keuntungan pada kerajaan Romawi. Jalan raya ini mengurangi kesesakan traffic di kompleks bangunan pusat pemerintahan kerajaan karena lebar dua jalan raya ini lebih besar daripada jalan-jalan lain.

Roma menggunakan skala monumental dan lebih mengutamakan proporsi, bukan menggunakan skala manusia seperti pada zaman Yunani Kuno. Gereja St. Peter digunakan sebagai axis kota. Dua jalan raya tersebut meningkatkan nilai fungsi bangunan kerajaan sebagai objek dan ruang yang terpenting dalam pelabuhan Roma dibandingkan dengan bangunan-bangunan biasa yang lain, menonjolkan ikon pelabuhan Roma sebagai sebuah ibukota dan pelabuhan pemerintahan dalam kerajaan Romawi. Sistem ini juga digunakan di pelabuhan-pelabuhan lain termasuk pelabuhan-pelabuhan di tanah jajahan. Pelabuhan-pelabuhan ini diperintah oleh gubernur-gubernur yang dilantik oleh kerajaan pusat. Kompleks bangunan kerajaan dibangun oleh gubernur-gubernur Romawi sebagai tempat urusan pemerintahan. Sistem ini melambangkan kekuatan dan kemegahan kekuasaan kerajaan Romawi di tanah-tanah jajahan di sepanjang pantai Lautan Mediteranian. Model perencanaan bentuk ini dikenali sebagai perencanaan bentuk pelabuhan castrum yang berasal dari lokasi militer laskar-laskar Romawi yang dapat dijumpai di beberapa pelabuhan dalam Kerajaan Romawi dari pelabuhan Timgad di Algeria, Afrika Utara hingga pelabuhan Silchester di Inggris, Eropah Utara.

Pelabuhan Timgad, Algeria merupakan sebuah pelabuhan Romawi Kuno yang dibangun berlandaskan perencanaan bentuk pelabuhan castrum (kemiliteran) berdasarkan sistem grid. Dua fraksi utama yaitu Cardo dan Decumanus bertemu pada satu ruang bangunan Forum.

1

KOTA KLASIK ( ROMAWI)

Penduduk memiliki motivasi hidup selian kemanan juga karena adanya kekuatan politik dan organisasi ciri-ciri perancangan kota era romawi yaitu :

  • Tidak lagi menggunakan skala manusia karena proporsi disini mengacu pada hubungan harmonis
  • Proporsi bangunan biasa menggunakan modular
  • Dalam perancangan kota juga menggunakan modul yang abstrak
  • Dalam suatu kota benteng merupakan suatu bangunan yang utama untuk dibangunan terlebih dahulu

2

KOTA KOLONIAL ROMAWI ATAU KOTA MILITER

Kota kolonial Romawi adalah sistem jalan-gridion yang di kelilingi dinding. Dinding  dibangun pertama kali, kemudian bangunan dibangun kemudian. Secara tradisional, permukaan tanah diratakan sebelum dibangun dinding, mungkin untuk membentuk pola kota yang seperti “garis lurus”.  Kota kolonial dengan menekankan pola jalan, memperkenalkan gagasan klasifikasi jalan mayor dan minor, yang dinamakan sumbu “cardo” dan “decomanus” yang membagi kota menjadi empat bagian. Sistem perancangan kota tersebut sederhana tetapi mempunyai pola yang terorganisir dengan baik untuk bangunan-bangunan di dalamnya. Tempat publik dibangun teater, arena dan pasar, yang terletak pada sumbu kota, tetapi hanya sebagai bagian dari wilayah kota dan menjadi bagian elemen kota. Gambar berikut merupakan ilustrasi tata letak kota Kolonial Romawi

3

Forum 

Forum (Latin: Forum, Italia: Foro) adalah pusat kehidupan publik Romawi sebagai tempat  prosesi kemenangan dan pemilihan, tempat untuk pidato publik dan inti urusan komersial, yang berbentuk sebuah persegi panjang dikelilingi oleh gedung-gedung pemerintah di pusat kota (Gambar 4).

4

Kota Romawi memiliki dua kategori pola Forum, yaitu: (1) tumbuh tidak terencana menuju  bentuk yang komplek, entitas organik dari waktu ke waktu; (2) dibangun terencana, setelah adanya penghancuran kota Roma tahun 336 SM. Melalui kekuasan kekaisaran, perencanaan yang teratur dan prinsip-prinsip urban diperkenalkan. Area baru dibangun seperti pembangunan Imperial Forum.

Evolusi Forum terdiri dari tiga fase. Fase pertama yaitu pertumbuhan yang tidak terencana dari Forum Romanum, akumulasi dari perkembangan bangunan sedikit demi sedikit  dan pembangunan monumen-monumen, pembongkaran dan pembangunan kembali. Fase kedua adalah ketika Kaisar Yulius Caesar dan Agustus mencoba membenahi situasi yang tidak teratur menjadi kota yang teratur dengan tidak secara radikal tetapi melalui tahapan rekonstruksi, bangunan baru dan bangunan tambahan. Bangunan ini disebut sebagai The Republican Forum, yang berfungsi sebagai pusat kota dan pusat niaga dan sebagai awal mula permukiman Romawi.

5

Biasanya Forum dibangun sepanjang sungai Tiber. Karena lahan yang relatif sempit, luas Forum hanya sekitar 2,5 atau 3 Ha yang berdempet-dempet berdekatan satu sama lain. Republican Forum merupakan kumpulan bangunan yang campur aduk yang membentuk ruang yang tidak teratur . Forum tersusun sebagai indivisual obyek dengan hubungan antar bangunan yang tidak formal.

6

Bangunan penting di  dalam Forum adalah bangunan senat atau “curia”. Adapun bangunan di Republican Forum merepresentasikan pembangunan kekuatan politik yang semakin meningkat. Peta Forum Romawi selengkapnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

7

Forum ketiga lebih lama, meliputi pembangunan pembangunan keseluruhan bangunan baru sebagai kumpulan Forum, diluar forum romanum. Forum imperial dirancang dengan menghargai bangunan sebelumnya yang menciptakan keteraturan secara total. The imperal Forum ( 27M-476M) merupakan perluasan dan Republicon Forum sepanjang periode kekaisaran romawi. Imperial Forum dibentuk dari alun-alun, rectilinear dan semicircular plaza, masing-masing dibentuk oleh kolom-kolom dan bangunan focial point, yaitu kuil atau basilica yang terletak diakhir ruang. Imperial forum mempunyai kejelasan artikulasi ruang dengan kerangka ruang yang teratur dibentuk oleh bangunan-bangunan.

8

The plateia (pλateίa) yunani kuno – alun-alun umum atau alun-alun kota adalah model digunakan sebagai dasar untuk Forum romawi. Dalam periode imperial gedung-gedung publik terbesar yang penuh sesak sekitar alun-alun pusat telah berkurang menjadi area terbuka yang berbentuk sebuah persegi panjang sekitar 130 X 50 meter, fungsi penting dari Forum baik Republic Forum atau Imperial Forum adalah untuk melayani sebagai tempat memuncak untuk prosesi militer pearayaan yang dikenal sebagai triumphs dan jamuan makan mewah publik pun terjadi di atas Forum. Gambar berikut adalah ilustrasi Imperial Forum yang berdampingan dengan Republican Forum.

9

Aquaduct

Sejalan dengan berkembangnya teknologi pembangunan pada zaman romawi, yang pada awalnya dari bahan natural (sangat tergantung bahan, sehingga bentukan yang terjadi memiliki kecenderungan kaku), berkembang menjadi bentuk yang lebih geometris, seperti bentuk arch ( busur lengkung ), vault dan dome. Bentukan ini diterapkan pada bangunan istina, gudang dan aquaduct. Aquaduct Adalah bangunan pada zaman romawi, yang mencirikan perkembangannya suatu sistem utilias pertama berupa tangki air untuk keperluan kota.

10

PERKEMBANGAN RUANG PUBLIK PADA MASA ROMAWI

Sementara itu di Romawi, tatanan bangunan sangat dipengaruhi oleh sistem pemerintahan yang unggul di militer. Pembuatan ruang-ruang sering muncul karena latar belakang strategi untuk menjebak musuh, seperti gerbang benteng (sistem castrum), salah satu ciri khas kota militer Romawi. Romawi juga terkenal dengan masyarakat kosmopolitan yang pertama, dimana pemerintahannya sangat memanjakan masyarakatnya dengan fasilitas baru, misalnya fasilitas olah raga, tempat pertemuan dan tempat hiburan. Sistem grid juga mulai dipakai seperti pola pemukiman berbentuk kuadran. Pada abad pertengahan,di Romawi timbul gejala dimana Gereja menjadi pusat kekuasaan. Dalam tatanan arsitektur, gereja sebagai bangunan utama (focal point), dan pemukiman penduduk berkembang di sekitarnya. Tanah pertanian pada umumnya berkembang di luar benteng. Benteng-benteng dibuat untuk keperluan pertahanan, sehingga polanya organis, tanpa pola hirarkhi yang jelas. Jalan pada umumnya sempit dan berbentuk lorong untuk menjebak musuh. Pertemuan lorong membentuk node, sebagai tempat warga beraktivitas. Ruang terbuka berupa halaman depan gereja yang disebut parvis, yang berguna sebagai tempat umat berkumpul. Hal ini merupakan kemunduran dari masa sebelumnya (periode klasik), yang telah mengenal public facility.

 

Karakteristik Kota Romawi

Terdiri dan jalur sirkulasi yang mempunyai sistem hirarki atau pembagian

  • Jenjang jalan terdiri dari : Jalan Arteri (Cardo) untuk kawasan pemerintahan yang menghubungkan jalur Utara-Selatan kota Roma, Jalan Kolektor (Decusmanus) untuk daerah Pemerintahan (Domain), Apartemen (Insule) dan Ruang Terbuka (Tempulum) yang menghubungkan jalur Timur-Barat,  Jalan lingkungan (Prinsipia) dan Lorong (Path) untuk hunian. Pada pertemuan jenis jalan tersebut dinamakan simpul (Nodes), biasanya diletakkan pintu-pintu gerbang (Triumphal-Arches). Jalur Utara-Selatan dan Timur-Barat diakhiri dengan empat benteng Kota. Citra kota menekankan pada aspek keteraturan  kosmik (Cosmik Order) dengan mengacu pada lata letak berskala besar dengan pola grideon. Citra spatial kota ini mempunyai sifat tidak berubah-ubah (non arbitrary), ortogonal, dan memasukkan unsurunsur ruang memusat, vertical dan berorientasi arah mata angina (Cardinal).
  • Pemisahan yang jelas antara daerah sekitar pemukiman (Periphery Bloks) dengan kawasan penghijauan taman kota/lanskap. Ruang-ruang kota mempunyai interaksi sistematik dengan bangunan di sekitarnya.
  • Fasade bangunan kota merupakan rangkaian (sequence) dan tipikal kolonade yang menampilkan efek perspektif meluas.

KESIMPULAN

Peradaban Romawi kuno tumbuh dari negara-kota Roma didirikan di Semenanjung Italia di sekitar abad ke-9 SM. Perabadan Romawi kuno di golongkan dalam klasik antik. Romawi Kuno menyumbangkan banyak kepada pengembangan hukum, perang, seni, literatur, arsitektur, dan bahasa dalam dunia Barat, dan sejarahnya terus memiliki pengaruh besar dalam dunia sekarang ini. bangsa Romawi mencetuskan kebudayaannya menjadi Internasionalisme Budaya (Cultur lnternationalism). Zaman Romawi kuno menggunakan skala monumental dan lebih mengutamakan proporsi.

Di Romawi, fasilitas publik yang berkembang adalah Forum, yang merupakan metamorfosa  dari bentuk Agora( yunani kuno ).Sarana ini dipergunakan oleh penguasa untuk mendemontrasikan kekuasaannya dihadapan masyarakat.  Forum dalam perkembangannya, didukung oleh tempat berkembang suatu pemukiman di sekitarnya. Pada akhirnya Forum berkembang sebagai pusat kegiatan beragama. Perkembangan daerah sekitar secara kosmologis terstruktur memusat ke Forum, sebagai penghormatan masyarakat kepada Pencipta dan penguasa.Arsitektur Romawi lebih mengutamakan fungsi (utilitarian), kontruksi bangunan dan suasana(grandeur).

DAFTAR PUSTAKA

Gosling, David & B. Maitland (1984). Concepts of Urban Design, St. Martin’s Press, New York.

Istiqomah, Gita Nur. DKK. 2014. Architecture Yunani Kuno.

Krier, Rob (1979). Urban Space. New York: Rizolli.

Mariana Yosica. 2011.Kompleksitas Ruang Publik (Public Space): Agora, Yunani Dan Forum, Romawi.  ComTech Vol.2 No. 2 Desember 2011: 1359-1371

Maulana, Annas. 2013. Sejarah Arsitektur: Arsitektur Klasik.

Moughtin, Cliff. (1992). Urban Design Street and Square. Oxford: Architectural Press.

Spreiregen, Paul. D (1965). The Architecture of Towns and Cities, McGraw-Hill Book Company, New York.

Urban Design. In Wikipedia. Diakes dari http://en.wikipedia.org/wiki/Urban_design

Link literatur

http://amarmarufzarkawi.blogspot.co.id/2012/11/peradaban-yunani-dan-romawi-kuno.html

http://faniurbandesigner.blogspot.co.id/2011/01/sejarah-perkembangan-kota.html

http://laksmanaana.blogspot.co.id/2013/04/sejarah-dan-perkembangan-kota_3.html

http://www.tutorialut.web.id/2015/04/sejarah-perkembangan-kota-dan_7.html

 





Teori The Image of The City (Kevin Lynch, 1960)

30 04 2020

Teori Image of The city atau teori citra kota dilatarbelakangi oleh munculnya pertanyaan tentang apakah bentuk kota benar-benar memiliki arti bagi orang yang tinggal didalamnya dan apa yang bisa dilakukan perencana kota untuk membuat citra kota menjadi lebih hidup dan berkesan bagi penghuninya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka Kevin Lynch melakukan studi tentang citra kota.

Citra Kota merupakan gambaran mental kota sesuai pandangan masyarakatnya (Zahnd, 1999 : 156). Citra kota memberikan kesan fisik yang khas kepada suatu kota. Dalam pengembangan suatu kota, citra kota berperan sebagai pembentuk identitas kota, dan sebagai penambah daya tarik kota. Oleh karena itu, citra kota yang jelas dan kuat akan memperkuat identitas dan wajah kota sehingga membuat kota tersebut menarik dan memiliki daya tarik. Citra dan identitas kawasan seakan telah menjadi tolak ukur bagi kualitas suatu lingkungan khususnya menyangkut cara pandang orang terhadap nilai lingkungan tersebut.

Teori The Image of The City yang dikemukanan oleh Kevin Lynch (1960) didasarkan pada citra mental penduduk kota. Citra mental dianggap hal yang penting untuk memberikan kejelasan identitas sehingga memberikan orientasi yang mudah dan tepat terhadap suatu tempat dengan perasaan nyaman.

Pembentukan citra kota tergantung pada rasa (sence), pengalaman (experience), persepsi dan imajinasi pengamat terhadap tempat atau lingkungan. Keterkaitan antara manusia dan lingkungan akan mempengaruhi pembentukan citra kota. Fisik kota meliputi 3 aspek yang harus dipertimbangkan antara lain :

  1. aspek normatis kota (kondisi sosial-budaya)
  2. aspek fungsional kota (kegiatan khas masyarakat) dan
  3. aspek fisik kota (kekhasan penampilan fisik kota)

Menurut Lynch (1960 : 131), image/ citra lingkungan adalah proses dua arah antara pengamat dengan benda yang diamati, atau disebut juga sebagai kesan atau persepsi antara pengamat terhadap lingkungannya.“The creation of the environmental image is a two-way process between observer and observed”. Kesan pengamat terhadap lingkungannya tergantung dari kemampuan beradaptasi pengamat dalam menyeleksi, mengorganisir sehingga lingkungan yang diamatinya akan memberikan perbedaan dan keterhubungan. Persepsi dapat diartikan sebagai pengamatan yang dilakukan secara langsung dikaitkan dengan suatu makna. Persepsi setiap orang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman yang dialami, sudut pengamatan, dan lain-lain.

Namun citra/ kesan/ wajah pada sebuah kota merupakan kesan yang diberikan oleh orang banyak bukan individual. Serta lebih ditekankan pada lingkungan fisik atau sebagai kualitas sebuah obyek fisik (seperti warna, bentuk, struktur yang kuat, dll), sehingga akan menimbulkan tampilan yang berbeda, dan menarik perhatian. Lynch mendefinisikan citra kota sebagai gambaran mental dari sebuah kawasan sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakatnya.

Dalam bukunya ‘The Image of The City’, Kevin Lynch telah melakukan beberapa pengamatan tentang citra kota di 3 (tiga) kota : Los Angeles, Boston, dan New Jersey. Boston dipilih sebagai kota yang memiliki karakter unik. New Jersey dipilih sebagai kota dengan bentuk yang tidak jelas dan tingkat imageability yang rendah. Sedangkan Los Angeles dipilih karena merupakan sebuah kota baru. Ketiga kota tersebut kemudian dianalisis dengan 2 (dua) analisis dasar seperti : (1) pengamatan daerah secara sistematis oleh pengamat terlatih untuk melakukan penilaian subjektif berdasarkan penampilan langsung dari unsur-unsur di lapangan dan (2) wawancara panjang dengan sampel kecil dari warga kota untuk membangkitkan gambar mereka sendiri dari lingkungan fisik mereka. Warga diminta mendeskripsikan lokasi dan sketsa untuk perjalanan imajiner.

Pengamatan ini dilakukan untuk membantu dalam memahami citra kota yang ditangkap dan dipahami manusia di dalam suatu lingkungan tertentu yang kemudian didapatkan pemahaman tentang bagaimana suatu kota yang telah dirancang dapat dipahami secara mudah oleh masyarakat pada umumnya. suatu citra (Image) kota adalah hasil dari suatu kesan pengamatan masyarakat terhadap unsur-unsur yang nyata dan tidak nyata.

Identitas Kota

Citra kota dapat dibuat secara instan, sedangkan identitas membutuhkan waktu yang lama untuk membentuknya, karena citra kota belum tentu merupakan identitas. Jati diri kota berkaitan dengan ritme sejarah yang telah melalui proses panjang sehingga jati diri suatu kota tidak dapat diciptakan begitu saja berbeda dengan citra kota.

Identitas kota menurut Lynch :

“…tidak dalam arti keserupaan suatu obyek dengan yang lain, tetapi justru mengacu kepada makna individualitas yang mencerminkan perbedaannya dengan obyek lain serta pengenalannya sebagai entitas tersendiri” (Lynch, 1960).

 “… identitas kota adalah citra mental yang terbentuk dari ritme biologis tempat dan ruang tertentu yang mencerminkan waktu (sense of time), yang ditumbuhkan dari dalam secara mangakar oleh sosial-ekonomi-budaya masyarakat kota itu sendiri’ (Lynch, 1972).

 Identity is the extent to which a person can recognize or recall a place as being distinct from other places as having vivid, or unique, or at least aparticular, character of its own.

Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa identitas adalah suatu kondisi saat seseorang mampu mengenali atau memanggil kembali (ingatan) suatu tempat yang memiliki perbedaan dengan tempat yang lain karena memiliki karakter dan keunikan. Identitas adalah hal mendasar yang sangat penting. Hal ini dikarenakan identitas adalah sesuatu yang digunakan untuk mengenali, membedakan suatu tempat dengan tempat lainnya.

Menurut Lynch (1960), untuk dapat memahami identitas sebuah kota terlebih dahulu memahami citranya. Citra kota yang mudah dibayangkan (mempunyai imagibilitas) dan mudah mendatangkan kesan (mempunyai legibilitas) akan dapat dengan mudah dikenali identitasnya.

Kevin Lynch menemukan arti pentingnya citra penduduk suatu kota terhadap kotanya, karena citra yang jelas dapat memberikan banyak hal yang sangat penting bagi masyarakatnya seperti :

1. Legibility (Kejelasan)

Sebuah kejelasan emosional suatu kota dirasakan secara jelas oleh warga kota. Jelasnya sebuah image yang bersih memungkinkan seseorang melakukan mobilitas di dalam kota secara mudah dan cepat. Artinya suatu kota arau bagian kota atau kawasan bisa dikenali dengan cepat dan jelas mengenai distriknya, landmarknya, atau jalur jalannya dan bisa langsung dilihat pola keseluruhannya.

2. Identitas dan Susunan

Identitas artinya image orang akan menuntut suatu pengenalan atas suatu obyek dimana didalamnya harus tersirat perbedaan obyek tersebut dengan obyek lainnya sehingga orang dengan mudah bisa mengenalinya. Susunan artinya adanya kemudahan pemahaman pola suatu blok-blok yang menyatu antar bangunan dan ruangan terbukanya.

3. Imageability

Artinya kualitas secara fisik suatu obyek yang memberikan peluang yang besar untuk timbulnya image yang kuat yang diterima orang. Sehingga image ditekankan pada kualitas fisik suatu kawasan atau lingkungan yang menghubungkan atribut identitas dengan strukturnya, dan suatu image dibentuk oleh elemen-elemen pembentuk wajah kota.

Identitas kota yang berwujud fisik adalah segala sesuatu yang bersifat fisik yang bisa dijadikan pengidentifikasi kawasan tersebut. Identitas fisik yang mudah ditangkap oleh pengamat adalah suatu objek yang dijadikan acuan (point of reference) terhadap kawasannya. Bangunan yang bersifat besar, mudah dilihat dan monumental biasanya dijadikan pengamat sebagai acuan (landmark). Secara tidak langsung hal ini menjadikannya sebagai objek yang mudah diingat yang mencirikan kawasannya, dengan kata lain bangunan tersebut menjadi identitas kawasannya. Tidak hanya itu, hal lain yang bersifat fisik lainnya seperti halte, jalan, furnitur kota, trotoar, jembatan dan banyak hal lainnya juga bisa menjadi identitas kota secara fisik. Sedangkan identitas non fisik berkaitan dengan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat kota tersebut.

Lynch mengungkapkan bahwa identitas diperlukan bagi seseorang untuk membentuk kepekaannya terhadap suatu tempat, dan bentuk paling sederhana dari “kepekaan ruang” (sense of place) adalah identitas. Sebuah kesadaran dari seseorang untuk merasakan sebuah tempat berbeda dari yang lain, yaitu sebuah tempat memiliki keunikan, kejelasan, dan karakteristik sendiri. Kepekaan ini tidak hanya tergantung kepada bentuk-bentuk spasial dan kualitasnya, tetapi juga pada budaya, temperamen, status, pengalaman, dan peranan pengamat.

Lynch mengungkapkan identitas kota adalah citra mental yang terbentuk dari ritme biologis tempat dan ruang tertentu yang mencerminkan waktu (sense of time) yang ditumbuhkan dari dalam secara mengakar oleh aktivitas sosial ekonomi masyarakat itu sendiri. Identitas itu adalah sebuah proses dan bukan benda temuan yang dapat direkayasa. Apabila identitas itu hanya dipahami sebagai benda-benda parsial dan ikon-ikon yang terlepas dari konteks ruang tempat dia dilahirkan, maka yang dihasilkan hanyalah reproduksi mekanis dari pembentukan identitas di masa lalu.

Identitas merupakan pengenalan bentuk ruang dan kuantitas yang paling sederhana, pengertian tersebut disebut pula “a sense of place”. Pemahaman tentang nilai dari tempat, merupakan pemahaman tentang keunikan dari suatu tempat secara khusus, bila dibandingkan dengan tempat lain. Keunikan biasanya merupakan kualitas khusus yang selalu diamati dan dibicarakan oleh para pendatang.

Komponen yang Mempengaruhi Citra Kota

Citra kota dapat didefinisikan sebagai gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakatnya. Kevin Lynch dalam risetnya meminta para penduduk untuk menjelaskan kepadanya suatu gambaran mental terhadap kota mereka: Apa yang diingat? Dimana letaknya di dalam kawasan? Bagaimana rupanya? Kemana saya harus pergi dari tempat ini ke tempat yang lain? Lynch mengamati dengan baik bahwa rata-rata berbagai jawaban yang diberikan orang agak sama, dan sering jauh berbeda dengan realitas di dalam kawasan. Misalnya, sketsa-sketsa yang dibuat orang dengan tim peneliti sering jauh berbeda dengan peta kota yang sebenarnya. Ia mengamati bahwa masalah itu terutama tidak disebabkan oleh ketidakbiasaan orang untuk menggambar sketsa, melainkan karena kesulitan mereka untuk mengingat keadaan tempatnya. Lynch mengamati bahwa di beberapa kota dan di berbagai kawasan masalah tersebut lebih sedikit dialami orang. Di dalam riset ini telah diteliti dari mana perbedaan itu berasa dan mengapa di berbagai kota orang memiliki gambaran mental yang lebih kuat terhadap kawasannya daripada di tempat lain

Menurut Lynch (1960), dalam menandai lingkungannya, faktor kekuatan visual (imageability) menjadi sangat dominan. Semakin kuat faktor visual, semakin kuat pula elemen tersebut diingat/ dipahami oleh si-pengamat. Karena secara prinsip ada tiga hal yang akan diingat oleh pengamat, yaitu: elemen yang memberikan indentitas, elemen yang mengarah kepada pola kota, dan elemen yang memberikan makna (baik kepada individu maupun secara sosial). Yang kemudian menurut Lynch (1960:8), citra lingkungan tersebut dapat dianalisis berdasarkan tiga komponen yaitu :

1. Identitas; artinya orang dapat memahami gambaran mental perkotaan (identifikasi obyek-obyek, perbedaan antara obyek, perihal yang dapat diketahui), atau dengan pengertian lain identitas dari beberapa obyek/ elemen dalam suatu kawasan yang berkarakter dan khas sebagai jati diri yang dapat membedakan dengan kawasan lainnya.

2. Struktur; artinya orang dapat melihat perkotaan (hubungan obyek-obyek, hubungan subyek-obyek, pola yang dapat dilihat), atau dengan kata lain yaitu mencakup pola hubungan antara obyek/elemen dengan obyek/ elemen lain dalam ruang kawasan yang dapat dipahami dan dikenali oleh pengamat berkaitan dengan fungsi kawasan tempat obyek/ elemen tersebut berada.

3. Makna; orang dapat mengalami ruang perkotaan (arti obyek-obyek, arti subyek-obyek, rasa yang dapat dialami), atau merupakan pemahaman arti oleh pengamat terhadap dua komponen (identitas dan struktur).

Elemen-Elemen Pembentuk Citra Kota

Salah satu aspek kuat yang dapat menjadi branding suatu kota adalah citra kota yang merupakan suatu gambaran khas yang melekat pada kota yang dapat menciptakan representasi kota bagi penduduk maupun pengunjung. Citra kota pada umumnya dipengaruhi oleh aspek fisik kota tersebut. Menurut Lynch (1982 : 47-48) citra kota terbentuk dari elemen – elemen seperti:

a. Jalur (Path)

Jalur merupakan alur pergerakan yang secara umum digunakan oleh manusia seperti jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan sebagainya. Jalur mempunyai identitas yang lebih baik jika memiliki tujuan yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun, dll) serta memiliki penampakan yang kuat (misalnya pohon) atau ada belokan yang jelas.

b. Batas atau tepian (Edges)

Merupakan batas, dapat berupa suatu desain, jalan, sungai, gunung. Edge memiliki identitas yang kuat karena tampak visualnya yang jelas. Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang ada tempat untuk masuk yang merupakan pengakhiran dari sebuah district atau batasan sebuah district dengan yang lainnya. Edge memiliki identitas yang lebih baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya. Demikian pula fungsi batasnya harus jelas : membagi atau menyatukan.

c. Kawasan (Districts)

Merupakan suatu bagian kota yang mempunyai karakter atau aktivitas khusus agar dapat dikenali oleh pengamatnya. District memiliki bentuk pola dan wujud yang khas begitu juga pada batas district sehingga orang tahu akhir atau awal kawasan tersebut. District memiliki ciri dan karakteristik kawasan yang berbeda dengan kawasan disekitarnya. District juga mempunyai identitas yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta fungsi dan komposisinya jelas. Contoh: kawasan perdagangan, kawasan permukiman, daerah pinggiran kota, daera pusat kota.

d. Simpul (Nodes)

Merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis di mana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain, misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota secara keseluruhan dalam skala makro besar, pasar, taman, square, tempat suatu bentuk perputaran pergerakan, dan sebagainya. Node juga merupakan suatu tempat di mana orang mempunyai perasaan ‘masuk’ dan ‘keluar’ dalam tempat yang sama. Node mempunyai identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki bentuk yang jelas (karena lebih mudah diingat), serta tampilan berbeda dari lingkungannya (fungsi, bentuk). Contoh: persimpangan jalan

e. Tetengger (Landmark)

Merupakan simbol yang menarik secara visual dengan sifat penempatan yang menarik perhatian. Biasanya landmark mempunyai bentuk yang unik serta terdapat perbedaan skala dalam lingkungannya. Beberapa landmark hanya mempunyai arti di daerah kecil dan hanya dapat dilihat di daerah itu, sedangkan landmark lain mempunyai arti untuk keseluruhan kota dan bisa di lihat dari mana-mana. Landmark adalah elemen penting dari bentuk kota karena membantu orang mengenali suatu daerah. Selain itu landmark bisa juga merupakan titik yang menjadi ciri dari suatu kawasan.

Peta Mental (Cognitive Map)

Kontribusi paling menonjol dari studi peta mental adalah karya Kevin Lynch (1960) dalam The Image of the City. Lynch menggunakan sketsa sederhana dari peta yang dibuat berdasarkan memori, untuk mengungkapkan lima elemen kota: nodes, edges, districts, paths and landmarks. Menurut Lynch bahwa sering persepsi kita tentang kota tidak berkelanjutan, melainkan parsial, sepotongsepotong dan setiap sense dan image yang terjadi merupakan kolaborsinya (Lynch 1960:2). Penciptaan peta mental mengandalkan memori dibuat berdasarkan peta atau image yang sudah ada sebelumnya. Dalam penelitiannya Lynch meminta pengamat untuk membuat peta seperti sedang mendeskripsikan dengan cepat untuk seorang asing, tentang kota yang mencakup fitur utama yang ada, tanpa mengharapkan gambar yang akurat, hanya berupa sketsa, (Lynch 1960:141).

Salah satu upaya untuk mencoba memahami citra lingkungan perkotaan dapat dilakukan dengan cara mengetahui peta mental (cognitive map) manusia sebagai pengamat. Citra lingkungan adalah hasil dari suatu proses dua arah antara pengamat dan lingkungannya. Lingkungan menunjukkan perbedaan dan hubungan, dan pengamat, dengan kemampuan adaptasi, memilih, mengorganisir, dan memberi makna terhadap apa yang dilihatnya.

Dengan demikian pemahaman dan pengetahuan tentang lingkungan kota terjadi melalui proses timbal balik yang bersifat dinamis. Pemahaman tersebut tidak diperoleh secara serentak dalam waktu singkat, tetapi secara bertahap melalui proses panjang yang berkaitan dengan berbagai macam peristiwa pada lingkungan dan memori pengalaman masa lalu.

Karya Lynch (1960) sangat mempengaruhi perencanaan kota dan psikologi lingkungan. Konsep legabilitas atau kemudahan sebuah tempat akan dimengerti secara kognitif dan ‘dibaca’ oleh seseorang sehingga yang bersangkutan dapat berorientasi dalam lingkungannya, yang berkaitan dengan path, node, edge, district, dan landmark telah menjadi infrastruktur dasar bagi berbagai studi lanjutan, dan penekanan pada tatanan ruang secara fisik.

Salah satu bentuk keberhasilan pembentuk place adalah seperti aturan yang dikemukakan Kevin Lynch (1960) untuk desain ruang kota :

1. Legibillity (kejelasan)

Sebuah kejelasan emosional suatu kota yang dirasakan secara jelas oleh warga kotanya. Artinya suatu kota atau bagian kota atau kawasan bisa dikenali dengan cepat dan jelas mengenai distriknya, landmarknya atau jalur jalannya dan bisa langsung dilihat pola keseluruhannya.

2. Identitas dan Susunan

Identitas artinya image orang akan menuntut suatu pengenalan atas suatu obyek dimana didalamnya harus tersirat perbedaan obyek tersebut dengan obyek yang lainnya, sehingga orang dengan mudah bisa mengenalinya.

Susunan artinya adanya kemudahan pemahaman pola suatu blok-blok kota yang menyatu antar bangunan dan ruang terbukanya.

3. Imageability

Imageability merupakan kualitas secara fisik suatu obyek yang memberikan peluang yang besar untuk timbulnya image yang kuat yang diterima orang. Image ditekankan pada kualitas fisik suatu kawasan atau lingkungan yang menghubungkan atribut identitas dengan strukturnya.

Penerapan Teori The Image Of The City (Best Practise : Paris Perancis)

Perancis merupakan negara yang sangat populer dengan kekayaan tradisi dan pariwisatanya. Paris sebagai ibukota negara menyimpan berbagai keindahan dan mempunyai identitas kota yang sangat kuat. Identitas yang kuat ini memberikan kesan dan daya tarik dari kota Paris dengan keberadaan elemen kota yang melengkapinya seperti :

a. Jalur (Path)

Jalur (Path) merupakan salah satu elemen pembentuk kota yang memperlihatkan suatu jalur atau penghubung suatu tempat. Pada kawasan menara Eiffel jalur (path) ditunjukan pada jalur-jalur jalan baik jalan utama untuk kendaraan maupun jalan untuk pejalan kaki yang menghubungkan beberapa tempat terhadap Menara Eiffel sebagai landmark kawasan ini. Jalur (path) kawasan terintegrasi dan memberikan kesan/makna yang sangat kuat sehingga dapat dengan mudah dipahami dengan menara Eiffel sebagai vokal pointnya.

Jalur yang mengarah ke Menara Eiffel menjadi bagian yang menarik dengan jalur tegak lurus dengan elemen-elemen yang indah. Boulevard dan taman-taman menjadi elemen yang mengarahkan kepada Menara Eiffel sehingga terbentuk identitas dan karakter kawasan yang berkesan bagi para pengunjung. Pengunjung akan dengan mudah mengenali karakter kawasan dengan menjadikan Menara Eiffel sebagai acuan atau fokus kawasan.

Path sebagai jalur atau rute sirkulasi pada kawasan digunakan untuk melakukan pergerakan dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan yang besar (Menara Eiffel) dengan jalur yang tegas sehingga memberikan kesan dan makna yang kuat pada area tersebut.

3

b. Batas atau tepian (Edges)

Batas atau tepian pada kawasan menara Eiffel ditandai dengan fungsi aktifitas kawasan yaitu fungsi ruang terbuka kota sebagai tempat wisata yang memiliki daya tarik.

4

c. Kawasan (Districts)

Kawasan Menara Eiffel adalah kawasan yang terdiri dari ruang terbuka dengan kegiatan wisata dan landmark Menara Eiffel.

5

d. Tetengger (Landmark)

Tetengger (Landmark) pada kawasan adalah Menara Eiffel sebagai menara besi tertinggi yang ada di area Champ de Mars di tepi sungai Seine dan menjadi ikon kota Paris. Menara ini cukup terkenal dan menjadi vokal point kawasan yang dapat dinikmati dari segala sisi kota Paris

6

Menara Eiffel yang merupakan landmark memiliki unsur-unsur penting seperti sebagai tanda fisik berupa elemen visual kawasan, sebagai informasi yang memberikan gambaran tepat dan pasti dari suatu tempat, dan memberikan jarak yang dapat dikenali pada kawasan. Sebagai landmark kawasan Menara Eiffel memiliki kriteria seperti unique memorable, bentuk yang jelas atau nyata, identiafiable, dan memiliki fisik secara visual.

e. Simpul (Nodes)

Simpul pada kawasan terlihat sebagai pertemuan jalur-jalur jalan yang menuju ke kawasan Menara Eiffel. Ada beberapa simpul pada daerah ini seperti terlihat pada gambar berikut. Simpul yang ada pada kawasan menunjukan sebuah pusat pertemuan beberapa ruas jalan dan tempat pergantian alat transportasi.

7

Daftar Pustaka

Lynch, Kevin. 1960. The Image of the City. MIT Press : Cambridge.

Lynch, Kevin. 1972. A Theory of Good City Form. MIT Press : Cambridge.

Zahnd, Markus. 1999. Perancangan Kota Secara Terpadu. Kanisius & Soegijapranata University Press : Yogyakarta.





City Branding of Singapore

29 04 2020

Peningkatan arus globalisasi menuntut semua Negara bersaing dalam segala bidang dan harus dapat merubah orientasi pengelolaan kawasan dari lokal ke global termasuk pada sektor pariwisata. Pariwisata merupakan salah satu sektor penting penghasil devisa negara terbesar bagi negara sehingga beberapa negara berusaha meningkatkan sektor pariwisata melalui strategi pemasaran dengan membuat branding yang dapat mewakili image kotanya. Branding merupakan salah satu proses strategi pemasaran untuk menentukan citra suatu kota melalui kegiatan promosi sebagai upaya menumbuhkan potensi dan nilai tambah kawasan.

Branding bertujuan untuk menonjolkan suatu destinasi dalam pasar pariwisata dunia dan menegaskan keunikan suatu tempat. Keunikan ini sering menekankan nilai-nilai sejarah, sosial, dan budaya masyaratnya. Branding tempat juga bertujuan untuk membentuk suatu identitas kota dan persepsi masyarakat global.

Singapura adalah negara kecil yang memiliki keterbatasan sumber daya. Keterbatasan yang dimiliki Singapura membuat suatu pemikiran untuk usaha meningkatkan pertumbuhan negaranya dengan membuat brand yang diharapkan bisa meningkatkan sektor pariwisata. Brand dapat memperkenalkan kotanya kepada target pasar  yaitu : Pengunjung, Penduduk dan pekerja, Bisnis dan industri, serta Pasar ekspor (Kotler et al, 1993 : 24).

Dalam beberapa tahun terakhir ini Singapura menjadi perhatian dari seluruh dunia dengan membuka beberapa atraksi wisata penting seperti Singapore Flyer, Universal Studios Singapore, dan Gardens Bay. Pemerintah melalui Dinas Pariwisata Singapura bekerjasama dengan pelaku industri utuk memperkuat posisi Singapura sebagai objek tujuan utama dengan mengembangkan atraksi baru dan peremajaan atraksi yang sudah ada.

Upaya Singapura untuk memfokuskan suatu brand menurut Ooi (2010) berkaitan dengan 3 (tiga) tingkatan pendekatan akreditasi seperti :

  1. Memanfaatkan peristiwa terkenal dan penting. (misalnya pertemuan Olimpiade dan Bank Dunia). Suatu peristiwa dapat menghasilkan kesadaran, cerita, pengakuan, dan kredibilitas suatu tempat.
  2. Memanfaatkan tempat wisata yang telah diakui secara global seperti Legoland dan Guggenheim Museum untuk membangun daya tarik destinasi.

Singapura adalah sebuah negara yang berada di benua Asia tepatnya kawasan Asia Tenggara. Secara geografis memiliki koordinat 1°18′-1,3°LU serta 103°51′-103,85°BT. Memiliki total luas 697 km2, kira-kira 3,5 kali luas kota Washington DC dengan proporsi lahan 687 km2 tanah kering dan 10 km2 tubuh air. Memiliki garis pantai sepanjang 193 km dengan luas laut teritorial 3 nm. Singapura adalah negara beriklim tropis yang tentunya memilki dua musim yaitu musim  panas dan musim penghujan. Musim hujan dari bulan Desember hingga Maret sedangkan kemarau pada bulan Juni hingga September. April-Mei merupakan peralihan kedua musim tersebut.

Singapura merupakan negara dengan topografi datar dengan ketinggian antara 0-168 meter diatas permukaan laut. Memiliki sumber daya alam berupa ikan serta pelabuhan laut. Penggunaan lahan di Singapura di dominasi oleh lahan terbangun yang memilki persentase 98,97 % diikuti dengan lahan pertanian : 0,89 % serta tanaman permanen : 0,14 %. Secara historis Singapura sangat jarang mengalami bencana alami. Bagi Kawasan Asia tenggara, Singapura merupakan penghubung terhadap dunia internasional dalam sektor transportasi.

Singapura adalah kota tujuan perjalanan yang terkenal, mendorong kepentingannya dalam industri pariwisata negara itu. Jumlah kedatangan total mencapai 10,2 juta orang tahun 2007. Untuk menarik lebih banyak wisatawan, pemerintah memutuskan untuk mengizinkan perjudian dan dua resor kasino (disebut Integrated Resorts) dibangun di Marina South dan Pulau Sentosa tahun 2005. Untuk bersaing dengan kota-kota regional seperti Bangkok, Hong Kong, Tokyo dan Shanghai, pemerintah mengumumkan bahwa wilayah kota akan diubah menjadi kawasan yang lebih menarik dengan menerangkan bangunan-bangunan sipil dan komersial. Makanan juga dimanfaatkan sebagai atraksi pengunjung pada Singapore Food Festival yang diadakan setiap Juli untuk merayakan masakan Singapura. Acara tahunan lainnya di Singapura meliputi Singapore Sun Festival, Christmas Light Up, dan Singapore Jewel Festival.

Di Singapura terdapat objek-objek pariwisata yang cukup sering dikunjungi oleh para wisatawan. Orchad Road adalah salah satu icon wisata di Singapura, khususnya wisata belanja. Di sepanjang jalan di Orchard Road ini kita akan menemukan banyaknya bangunan mall seperti Lucky Plaza, Tangs Plaza, Wisma Atriya dan lainnya yang berdiri dengan megah, outlet-outlet atau butik yang menjual bermacam-macam produk dari merk-merk terkenal seperti Gucci, Louis Vuitton, Dolce & Gabbana, Mango, Giorgio Armani dan yang lainnya.

Selain Orchard Road, tempat lain yang dapat dikunjungi oleh wisatawan yang berkunjung ke Singapura adalah Sentosa Island. Sentosa Island adalah sebuah pulau yang merupakan tempat atau pusat hiburan di Singapura. Di Sentosa Island wisatawan dapat menikmati pemandangan pantai, taman petualangan yang diberi nama Sentosa Adventure Park dimana di taman ini, wisatawan bisa menikmati permainan flying fox dan permainan treetop rope course atau jembatan yang terbuat dari tali untuk menghubungkan pohon yang satu dengan pohon lainnya dan juga permainan rock climbing wall.

Salah satu tempat wisata baru di Singapura adalah Resort World Sentosa. Integrated Resort ini dibangun untuk melengkapi wahana-wahana yang sudah ada sebelumnya di Sentosa Island. Di tempat ini wisatawan dapat menemukan Casino, Hotel, Pusat perbelanjaan dan Universal Studios Singapura yang merupakan wahana atau taman bermain bertemakan film-film Hollywood produksi Universal Studios. Tempat wisata lainnya di Singapura adalah Patung Merlion. Patung Merlion yang merupakan simbol negara Singapura ini berada di pusat kota Singapura.

 Shimp (2003:4) memaparkan, keberadaan komunikasi pemasaran dalam dekade ini menjadi semakin penting dan telah di klaim bahwa pemasaran adalah komunikasi dan komunikasi adalah pemasaran. Menurut Fill (2009:21) terdapat lima elemen dari marketing communication mix. Kelima elemen tersebut antara lain advertising, direct marketing, personal selling, public relations dan sales Promotion.

Gregory (2005:14) memaparkan, diantara semua komponen tersebut, public relations dikenal sebagai salah satu komponen komunikasi pemasaran yang termurah. Hal tersebut dipaparkan oleh Philip Kotler pada tahun 1989. Menurut Dilenschneider (2010:135) saat ini, ruang lingkup public relations mulai meluas, bahkan merambah pada bidang pariwisata. American Management Association, mencantumkan travel and tourism kedalam pembahasan the broader public relations spectrum.

Anholt dalam Moilanen & Rainisto (2009:7) mendefinisikan city branding sebagai manajemen citra suatu destinasi melalui inovasi strategis serta kordinasi ekonomi, komersial, sosial, kultural, dan peraturan pemerintah. City branding berkembang menjadi berbagai pendekatan. Terdapat beberapa pembahasan mengenai city branding dari berbagai bidang keilmuan. Rainisto (2003:25) memaparkan kerangka teori place branding yang terfokus pada upaya memasarkan kota. Kavaratzis (2004:66-69) melihat city branding dalam konteks komunikasi dari citra suatu kota melalui tiga tahapan komunikasi yaitu primer, sekunder dan tersier. Dari berbagai sudut pandang mengenai city branding, city branding hexagon paling sesuai untuk dijadikan acuan dalam evaluasi city branding dibandingkan konsep lainnya yang menitikberatkan pada upaya pelaksanaan city branding.

1

City branding hexagon diciptakan oleh Simon Anholt untuk mengukur efektivitas city branding. Menurut Anholt (terdapat enam aspek dalam pengukuran efektivitas city branding yang terdiri atas presence, potential, place, pulse, people, dan prerequisite. City branding hexagon memberikan instrumen pengukuran inovatif sehingga dapat mempermudah pemerintah untuk mengetahui persepsi mengenai citra kota. Citra memiliki peranan yang penting dalam memberikan makna representatif yang mudah dimengerti bagi suatu kota.

Menurut Kotler et al (1993) terdapat beberapa strategi dalam pemasaran suatu tempat yaitu :

  1. Pemasaran citra (Image Marketing)
  2. Atraksi (Atractions)
  3. Infrastruktur (Infrastructure)
  4. Orang (People)

Tanggung jawab pemasaran suatu tempat bukan pada salah satu pihak namun mencakup seluruh lapisan stakeholder. Sektor yang terlibat dalam upaya pemasaran suatu tempat menurut Kotler et al (1993) adalah :

  1. Sektor Publik
  2. Sektor Privat

Brand destinasi di Singapura merupakan gambaran populasi yang memiliki multi-budaya dan perpaduan kota eksotis timur dan barat. Populasi terdiri dari tiga kelompok etnis yaitu CIna, Melayu, dan India. Sebelum Brand “Uniquely Singapore” di Singapura terdapat beberapa brand sebelumnya yaitu “Asia Instan” tahun 1960-1970 dimana orang bisa menemukan berbagai budaya Asia, masyarakat, festival, dan masakan. Tahun 1980 an Singapura mengenalkan brand “Surprising Singapore” dengan menggabungkan modernitas dan eksotisme Asia. Kemudian pada tahun 1990 an Singapura mempromosikan dirinya dengan brand “ New-Asia Singapore” yang menawarkan perpaduan budaya etnis dengan modern. Untuk memperbarui dan mengembangkan industri pariwisata global di Singapura maka dikenalkan brand “Uniquely Singapore” dengan perpaduan yang sangat kontras dari beragam budaya, masakan, seni dan arsitektur.

Untuk menarik perhatian dunia, Singapura mengadakan peristiwa-peristiwa besar yang spektakuler seperti konser musikal bintang mega internasional dan menjadi tuan rumah beberapa event besar seperti Bank Dunia, pertemuan IMF, KTT APEC dan Olimpiade Pemuda. Peristiwa-peristiwa tersebut mengasilkan publisitas media internasional yang luas sehingga Singapura dikenal dalam kanca Dunia sebagai tempat yang menarik. Selain itu Singapura juga mempromosikan diri dengan mencari investasi dan dukungan dari perusahaan internasional termasuk menjadi bagian dari industri media global seperti MTV, Discovery, HBO dan BBC dengan membuat pusat regional di Singapura. Untuk menjadi kota yang berbudaya dan memiliki kesenian yang dihormati, Singapura mendirikan sejumlah lembaga kebudayaan seperti tiga Museum Nasional dan Teater Esplanade. Dalam beberapa tahun terakhir juga dibangun dua proyek pengembangan pariwisata utama yaitu Arena Formula Satu dan dua Kasino.

Dinas pariwisata Singapura ingin menjadikan kotanya sebagai tempat yang baik untuk bekerja, hidup dan bermain. ‘Uniquely Singapore’ merupakan brand destinasi Singapura dari tahun 2004 sampai 2010.

  • Branding ini diluncurkan oleh Dinas Pariwisata Singapura (Singapore Tourism Board) untuk memasarkan SIngapura sebagai tujuan wisata yang unik dimana aspek lingkungan hidup modern berdampingan dengan tradisi dan budaya dari masyarakat yang multikultural.
  • Branding ini merupakan hasil pemikiran DInas Pariwisata Singapura dengan direktur konsultan merk internasional Ken Low selama 8 bulan untuk mengembangkan brand destinasi dan kampanye promosinya.
  • Pembentukan brand ini melibatkan wawancara sekitar 400 orang yang terdiri dari pengunjung bisnis dan liburan, mitra industri travel lokal dan luar negeri, serta lembaga pemerintah daerah untuk umpan balik ide dan saran
  • Tahun 1960 – 1970 an SIngapura memiliki brand “Instant Asia” yang digambarkan sebagai pintu gerbang budaya utama asia termasuk masakan dan festivanya
  • Tahun 1977 Singapura mengadopsi brand “ Surprising Singapore” yang menggambarkan surga tropis timur dan barat serta pertemuan lama dan baru.
  • Tahun 1996 an Singapura mengadopsi brand “New Asia” yang menarik perhatian pada multikulturalisme dengan sentuhan modern. Hal ini diilustrasikan sebagai kota Asia modern yang dinamis dengan infrastruktur dan keragaman budaya yang baik.
  • Brand “Uniquely Singapore” diresmikan tahu 2004 dan pesannya diperkenalkan keluar melalui pemasaran seperti brosur, panduan, iklan, dan website. Selain itu juga diperkenalkan pada pertemuan internasional seperti di World Expo Jepang dan China-ASEAN Expo.
  • Duta selebriti ditunjuk untuk mendukung brand dan memperkenalkan ke dunia.
  • Beberapa atraksi yang disoroti seperti Orchard Road, Singapore Zoo dan Kawasan Sejarah Kolonial (The Historic Colonial Districts. Selain itu juga terdapat acara seperti Singapore Food Festival, Great Sale Singapore, dan Grand Prix Formula one Singapura
  • Brand “Uniquely Singapore” memiliki dampak positif pada industri pariwisata di Singapura dengan peningkatan jumlah kedatangan wisatawa dan penerimaan pendapatan dari pariwisata.
  • Pada tahun 2010 “Uniquely Singapore” diganti dengan branding baru yang disebut “Your Singapore”

Your Singapore merupakan evolusi dan brand “Uniquely Singapore” yang memiliki konsentrasi pada kuliner, belanja, wisata alam dan budaya, ruang fisik kecil, sehingga mudah bagi pengguna untuk menyatu dan menyesuaikan pengalaman yang beragam.  Your Singapore bertujuan membedakan proposisi brand dari para pesaingnya agar tetap relevan dan menarik di industri pariwisata.

 Tabel Sejarah Branding di Singapore

Periode

Branding

Sejak Berdirinya Singapura

The Lion City

1967

The Garden City

1970s

Instant Asia

1985

Surprising Singapore

1996

New Asia

2004

Uniquely Singapore

2010 – sekarang

Your Singapore

 Singapore Tourism Board (STB) akan fokus menjalankan strategi tactical conversion, di antaranya adalah menjalin kerjasama dengan travel agent, bank, penerbangan, dan hotel. Singapura juga akan memanfaatkan segmen entertainment untuk meningkatkan international visitor dan tourism receipt. Tahun ini banyak hiburan yang akan diadakan di Singapura seperti konser Maroon 5 dan F1 serta perhelatan SG 50 sebagai peringatan hari kemerdekaan Singapura ke-50. Kegiatan ini diharapkan bisa berdampak positif pada performa pariwisata Singapore.

STB juga menggelar kampanye YourSingapore di ranah digital dengan tema Let’s Get Dramatic dan mengubah tampilan website http://www.yoursingapore.com menjadi lebih atraktif. Sebagai upaya amplifikasi kampanye ini, STB menggunakan bloggers, media, dan selebritis sebagai influencer.

 

DAFTAR PUSTAKA

Anholt, Simon. 2007. Competitive Identity: The New Brand Management for Nations, Cities and Regions. USA: Palgrave Macmillan.

Dilenschneider, Robert L. 2010. The AMA Handbook of Public Relations Leveraging PR in The Digital World. New York: Amacom.

Fill,Chris. 2009. Marketing Communications: Interactivity, Communities and Content Fifth Edition. Harlow: Pearson Education Limited.

Gregory, Anne. 2005. Public Relations Dalam Praktik. Diterjemahkan Oleh Sigit Purwanto. Jakarta: Erlangga.

Griffin, Emory A. 2003. A First Look at Communications Theory Fifth Edition. New York:Mc Graw-Hill.

Kavaratzis, Mihalis. 2004. From city marketing to city branding: Towards a theoretical framework for developing city brands. Place Branding, Vol. 1, No. 1.

Kotler, Philip. et al. 1993. Marketing Places : Attracting Investment, Industry, and Tourism to Cities, State and Nations. New York : The Free Press.

Moilanen, Teemu & Rainisto. 2009. How to Brand Nations, Cities and Destinations, A Planning Book for Place Branding. USA: Palgrave Macmillan.

Rainisto SK. 2003. Success Factors of Place marketing: A study of place marketing practices in Northern Europe and the United States. Doctoral Dissertation. Helsinki: University of Technology, Institute of Strategy and International Business.

Shimp, Terence A. 2003. Periklanan dan Promosi, Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, Jilid 1 Edisi Kelima. Terjemahan oleh Revyani Sahrial, Dyah Anikasari. Jakarta: Erlangga.





RTRW KABUPATEN ASAHAN

28 04 2020

Perda Kabupaten Asahan No. 12 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Asahan Tahun 2013-2033 (Download disini..)

Lampiran I (Download disini)

Lampiran II (Download disini)

Lampiran III (Download disini)

Lampiran IV (Download disini)

Lampiran V (Download disini)

Lampiran VI (Download disini)





Literature Review : Pengaruh Kualitas Ruang Terbuka Publik Terhadap Kualitas Hidup Pada Alun-Alun dan Hutan Kota Kisaran

28 04 2020

Pengertian Ruang Terbuka Publik

Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 pengertian ruang terbuka merupakan ruang yang secara fisik bersifat terbuka dan berada diluar ruang tertutup. Ruang terbuka publik (open space) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non hijau. Ruang terbuka hijau merupakan ruang terbuka yang ditumbuhi tanaman dan vegetasi dalam mendukung manfaat ekologis, sosial budaya, ekonomi dan arsitektural. Sementara ruang terbuka non hijau merupakan ruang terbuka dibagian wilayah perkotaan yang berupa lahan yang diperkeras maupun ruang terbuka biru yang berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal genangan retensi. Sedangkan menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka. Dalam ruang terbuka hijau, pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.

Menurut Nasution dan Zahrah (2014), ruang terbuka publik merupakan tempat yang bermanfaat sebagai unsur fisik (kesehatan, interaksi sosial, dan nilai ekonomi). Namun keberadaan ruang terbuka publik mengalami banyak penurunan fungsi dan kualitas akibat peningkatan perubahan lingkungan perkotaan. Beberapa ruang terbuka publik dijadikan tempat privatisasi yang lebih menguntungkan dari segi ekonomi dengan menjadikan daerah perdagangan seperti pembangunan mall, pusat perdagangan dan lain-lain. Pengembangan kualitas dan kuantitas ruang terbuka publik kurang mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan tidak menjadi program prioritas dalam pembangunan kota. Faktor yang harus dipenuhi ruang terbuka publik adalah aksesibilitas, fasilitas, unsur lingkungan alam, manajemen, dan intensitas penggunaan. Akses pejalan kaki dan integrasi transportasi umum merupakan hal yang dianggap bisa memberikan peningkatan kualitas ruang terbuka publik bagi pengguna. Faktor pembentuk kualitas ruang terbuka publik antara lain :

  • Aksesibilitas : jarak, kemudahan akses masuk, dan kemudahan akses dari tempat tinggal
  • Fasilitas : Dimensi, area parkir, toiet umum, area bermain, area olahraga, tempat duduk, tempat ibadah, tempat makan dan pedagang kaki lima (PKL)
  • Manajemen : Keamanan, kebersihan, daya tarik, ketertiban, dan pengelolaan
  • Elemen Alam : pohon dan taman
  • Fungsi / aktivitas : rekreasi, olahraga, interaksi sosial dan aktifitas politik
  • Intensitas : lama, frekuensi dan variasi kegiatan

Menurut Imansari dan Khadiyanta (2015), ruang terbuka hijau khususnya di perkotaan memiliki fungsi yang penting diantaranya terkait aspek ekologi, sosial budaya dan estetika. Adapun dalam penyediaannya, haruslah memenuhi kriteria ruang publik yang ideal seperti lokasi yang mudah di jangkau, nyaman, dan memberikan rasa aman bagi penggunanya. Fungsi ekologi sebagai pengendali iklim yaitu sebagai produsen oksigen, peredam kebisingan, dan juga sebagai visual control/ kontrol pandangan yaitu dengan menahan silau matahari atau pantulan sinar yang ditimbulkan. Sosial budaya sebagai ruang komunikasi dan interaksi sosial masyarakat serta sebagai sarana rekreasi, olahraga, sarana pendidikan, bahkan sebagai pusat kuliner. Estetika meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota, serta menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. Ruang Publik merupakan suatu sistem kompleks berkaitan dengan segala bagian bangunan dan lingkungan alam yang dapat di akses dengan gratis oleh publik yang meliputi jalan, square, lapangan, ruang terbuka hijau, atau ruang privat yang memiliki keterbukaan aksesibilitas untuk publik (Carmona et al, 2004:10).

Kualitas Ruang Terbuka Publik

Kualitas berkaitan dengan kegunaan beberapa faktor terhadap kebutuhan dan persepsi masyarakat (Kallus, 2001). Jika hal ini tidak dipenuhi maka ruang terbuka publik tidak berguna dan tidak berhasil. Fungsi dan faktor fisik merupakan aspek penentu kualitas ruang terbuka publik. Beberapa kriteria fisik dalam kualitas ruang terbuka merupakan ketersediaan linkage pejalan kaki yang jelas dan terintergrasi dengan transportasi umum (CABE and DETR, 2001).

Faktor-Faktor penentu kualitas Ruang Terbuka Publik menurut Darmawan (2003) yaitu :

  1. Faktor Pencapaian, berfungsi memberikan kemudahan dalam mencari keberadaan lokasi ruang terbuka publik yang bisa dilihat dari segala arah dan memiliki akses yang jelas. Faktor pencapaian atau aksesibilitas meliputi jarak dan kemudahan akses.
  2. Faktor Kenyamanan, berfungsi memberikan rasa nyaman dan betah bagi pengunjung sehingga akan membuat pengunjung kembali lagi pada waktu lain.
  3. Faktor Fasilitas, digambarkan dengan 8 elemen penting seperti : Aktifitas dan fungsi campuran; ruang publik dan ruang khusus; pergerakan dan keramahan pedestrian; skala manusia dan kepadatan; struktur, kejelasan, dan identitas; kerapian, keamanan dan kenyamanan; manajemen kota; dan visual menarik. Faktor fasilitas meliputi ketersesiaan sarana dan prasarana yang ada didalam ruang terbuka publik seperti : sarana rekreasi (taman anak-anak dan tempat duduk/santai), sarana edukasi (taman bacaan), sarana olahraga (jogging track, sketboard, lapangan terbuka hijau), sarana ekonomi (tempat kuliner), sarana budaya (panggung terbuka dan tempat atraksi), sarana sanitasi (air minum, air bersih, toilet, drainase), Sarana komunikasi (telepon umum dan internet), fasilitas penerangan (lampu jalan, lampu taman, dan lampu sport light), fasilitas kemanan (keamanan dan CCTV).
  4. Faktor Pencitraan, diperlukan dalam upaya meningkatkan kualitas dengan menciptakan kesan khusus seperti landmark sebagai identitas yang dapat menarik pengunjung.
  5. Faktor Sosial Budaya, berfungsi mempengaruhi kualitas ruang terbuka publik. Dalam peningkatan pemanfaatan ruang terbuka publik perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya berolahraga dan berekreasi di ruang terbuka publik.
  6. Faktor Pengelolaan

Ada tiga aspek dalam manajemen ruang publik antara lain pelayanan kota, pasar pusat kota, dan desain ruang kota. Dalam peningkatan pengelolaan ruang terbuka diperlukan koordinasi, sinkronisasi, integrasi, dan keberlanjutan kebijakan program kegiatan terkait ruang terbuka publik antara stakeholder terkait (pemerintah, swasta dan masyarakat)

Kualitas yang ada pada ruang terbuka publik dan tingkat kepuasan pengguna akan mempengaruhi kualitas hidup penggunanya. Ruang terbuka publik memiliki manfaat untuk kualitas hidup seperti kesehatan, rekreasi, dan kualitas lingkungan perkotaan. Pohon dan tanaman yang ada di ruang terbuka publik dapat memberikan rasa santai dan relaksasi sehingga menciptakan efek pemulihan dengan cara melihatnya. Menurut Nasution dkk (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan masyarakat terhadap ruang publik antara lain jarak dari rumah, aksesibilitas, luasan ruang publik, fasilitas, keberadaan sektor informal, vegetasi, keamanan, kebersihan, estetika, fungsi rekreasi, fungsi interaksi sosial, dan kegiatan yang dilakukan disana.

Kualitas Hidup Perkotaan

Menurut Yuan et al (1999), kualitas hidup merupakan konsep yang multi aspek. Dimana tidak hanya aspek material kehidupan seperti tingkat hidup, tersedianya fasilitas infrastruktur fisik dan sosial tetapi juga aspek intangible kehidupan seperti kesehatan dan kesempatan yang baik untuk rekreasi dan bermain. Ketersediaan fasilitas umum yang mudah dijangkau oleh semua lapisan masyarakat merupakan dasar penentuan tingkat kualitas hidup di perkotaan (Irwan, 2005). Kualitas hidup semakin baik jika tingkat ketersediaan fasilitas umum yang terjangkau tinggi. Salah satu fasilitas umum diperkotaan adalah ruang terbuka publik. Suatu kota dikatakan memiliki tingkat kualitas hidup yang baik apabila kebutuhan penduduk terhadap ruang terbuka publik dapat terpenuhi dan mudah untuk diakses oleh semua kalangan.

Kualitas hidup perkotaan adalah hasil dari interaksi manusia dan lingkungan perkotaan (Das, 2008). Tingkat kepuasan dengan lingkungan perkotaan merupakan salah satu indikator dari kualitas hidup (Sirgy dan Cornwell, 2002). Salah satu elemen lingkungan perkotaan adalah ruang terbuka publik. Dengan demikian, tingkat kepuasan terhadap ruang terbuka publik dapat menjadi indikator kepuasan lingkungan perkotaan yang akan mempengaruhi kualitas hidup masyarakat.  Ruang terbuka publik sebagai struktur fisik dan tempat untuk berbagai jenis kegiatan memiliki manfaat yang signifikan terhadap kualitas hidup, terutama dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk kesehatan, rekreasi dan kualitas lingkungan perkotaan yang baik. Pohon dan taman sebagai salah satu fitur ruang terbuka publik dapat memberikan efek relaksasi dan restorasi hanya dengan melihatnya (Ulrich, 1979). Sebagai tempat untuk berbagai jenis kegiatan, ruang terbuka publik memberikan beberapa keuntungan bagi kualitas hidup, seperti kesehatan psikologis dan fisik, manfaat rekreasi dan pemenuhan kebutuhan untuk lingkungan perkotaan yang menyenangkan (Maller et al, 2009; Kaplan dan Kaplan, 2009).

Semua aspek dari program pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kualitas mengacu pada tingkat kebaikan dari setiap karakter / kondisi, tapi akan berbeda antara orang-orang. Kualitas hidup dapat dilihat dari dua indikator yaitu indikator objektif dan indikator subjektif. Indikator objektif melihat kualitas hidup dengan mengukur kondisi aktual lingkungan terbangun, lingkungan alam, dan aspek sosial ekonomi sedangkan indikator subjektif dilakukan dengan mengukur pernyataan evaluatif tentang apa yang dirasakan terhadap faktor-faktor kehidupan (Dissart dan Deller, 2000).

Studi yang dilakukan oleh Marans (2003) menyatakan bahwa kualitas tempat, seperti ruang terbuka publik, adalah fenomena subjektif, setiap orang memiliki persepsi yang berbeda.
Banyak penelitian memberikan informasi bahwa ruang terbuka publik berkaitan dengan aspek kualitas hidup, seperti fisik dan kesehatan psikologis, interaksi sosial, tingkat kejahatan dan nilai ekonomis dari properti. penelitian yang dilakukan oleh Cattel (2008) menunjukkan bahwa berbagai ruang terbuka publik sehari-hari dianggap memiliki pengaruh positif pada kesejahteraan hidup individu dan masyarakat.

Referensi :

Carmona, Mattew et al. 2010. Publik Places Urban Spaces. UK : Architectural Press.

Cattel, V et al. 2008. “Mingling, observing, and lingering: Everyday public spaces and their implications for well-being and social relations.” Health & Place, Vol. 14, pp. 544–561.

Darmawan, Edy. 2003. Teori dan Kajian Ruang Publik Kota. Semarang : Universitas Diponegoro.

Das, D. 2008. “Urban quality of life: a case study of Guwahati.” Soc. Indic. Res, Vol. 88, pp. 297–310.

Dissart, J.C. and Deller S.C. 2000. “Quality of life in the planning literature.” Journal of Planning Literature, Vol.15, No.1, pp. 135-161.

Imansari, Nadia dan Parfi Khadiyanta. 2015. “Penyediaan Hutan Kota dan Taman Kota sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Menurut Preferensi Masyarakat di Kawasan Pusat Kota Tangerang.” Jurnal Ruang, Vol. 1, No. 3, hal. 101-110.

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan.

Irwan, ZD. 2005. Tantangan lingkungan dan lansekap hutan kota. Jakarta : Penerbit PT. Bumi Aksara.

Kaplan R and Kaplan S. 1989. The Experience of Nature: A Psychological Perspective. New York: Cambridge University Press.

Kallus, Rachel. 2001. “From Abstract to Concrete: Subjective Reading of Urban Space.” Journal of Urban Design, Vol. 6, No. 2, 129-150.

Maller, Cecily et al. 2009. “Healthy Parks, Healthy People: The Health Benefits of Contact with Nature in a Park Context.” George Wright Forum. Vol. 26, No.2.

Marans, RW. 2003. “Understanding environmental quality through quality of life studies: the 2001 DAS and its use of subjective and objective indicators.” Landscape and Urban Planning, Vol. 65, pp. 73–83

Nasution, Ahmad Delianur and Wahyuni Zahrah. 2011. “Public Open Space’s Contribution to Quality of Life : Does Privatisation Matters?”. Asian Journal of Environment-Behaviour Studies, Vol.3, No. 9, pp. 59-74.

_____. 2014. “Community Perception on Publik Open Space and Quality of Life in Medan, Indonesia.” Procedia – Social and Behavioral Sciences, Vol. 153, pp. 585-594.

Sirgy, M.J. and T. Cornwell. 2002. “How Neighbourhood Features Affect Quality of Life.” Social Indicators Research, Vol. 59, pp. 79-114.

Ulrich R.S. 1979. “Visual landscapes and Psychological Wellbeing.” Landscape Res,Vol. 4, pp. 17-23.

Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang.

Yuan, Lim Lan, et al. 1999. Urban Quality of Life. Singapore : Scool of Building and Real Estate National University of Singapore.





KONSEP MANAJEMEN PEMBANGUNAN KAWASAN

27 04 2020

Konsep Kemitraan dalam Manajemen Pembangunan Kawasan (PPP)

1. Pengertian Kemitraan Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat

Kemitraan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat merupakan kerjasama antara Pemerintah dengan pihak Swasta yang dilakukan berdasarkan kontrak (perjanjian kerjasama) dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Mekanisme keterlibatan Badan Usaha Swasta dalam Kemitraan Pemerintah Swasta dapat berupa:

  • Peran serta Sektor Swasta (Private Sector Participation – PSP)

PSP merupakan jenis kemitraan yang pada umumnya tidak padat modal, sektor swasta melakukan pengadaan dan operasionalisasi  prasarana sedangkan Pemerintah sebagai penyedia prasarana. Dalam hal ini Pemerintah tetap sebagai pemilik asset dan pengendali pelaksanaan kerjasama.

Dalam Peranserta Sektor Swasta, sektor pemerintah tetap mempertahankan kepemilikan aset yang ada. Investasi PSP mencakup berbagai bentuk kontrak seperti : Kontrak Pelayanan, Kontrak Pengoperasian yang meliputi kontrak Manajemen dan Kontrak Sewa.

Dalam Peranserta Sektor Swasta, sektor publik menggunakan pengalaman, keahlian dan efisiensi yang dimiliki sektor swasta untuk memproduksi dan menyediakan prasarana. Hal ini dicirikan dengan layanan tidak padat modal yang disediakan sektor swasta berdasarkan kontrak. Contohnya : kontrak pengumpulan sampah padat.

  • Kerjasama Pemerintah – Swasta (Public Private Partnership- PPP)

PPP  merupakan kemitraan pemerintah swasta yang melibatkan investasi yang besar/padat modal dimana sektor swasta membiayai, membangun, dan mengkelola prasarana dan sarana sedangkan pemerintah sebagai mitra yang menangani pengaturan pelayanan. Dalam hal ini pemerintah tetap sebagai pemilik asset dan pengendali pelaksanaan kerjasama.

Perusahaan swasta termotivasi untuk mengembangkan badan usaha yang menguntungkan serta yang menghasilkan laba dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham. Perlu dipahami bahwa perusahaan swasta termotivasi untuk mencapai pengoperasioan yang menguntungkan dan bukan untuk mencapai tujuan sosial dengan demikian maka untuk dapat menciptakan suatu kerjasama yang saling menguntungkan, dimana kebutuhan dan kemampuan masyarakat dapat terwakili, perlu dimasukkan beberapa aspek sosial dalam kerjasama.

Kerjasama yang berhasil adalah yang dapat memadukan baik tujuan sosial dan keuntungan bisnis. Untuk melaksanakan hal itu, perlu dipahami apa yang memotivasi sektor swasta dan bagaimana mencocokkan motivasi mereka dengan motif sektor publik.

Adapun motivasi sektor swasta antara lain adalah untuk :

a. Memperluas Pasar Pembangunan prasarana memungkinakn sektor swasta untuk melakukan investasi dalam pasar yang baru ini, mencari pelanggan baru dan mengembangkan organisasinya

b. Menganti bisnis tradisionil dengan alternatif baru. Perusahaan swasta mencari peluang-peluang dan bukan status quo. Jika terdapat peluang yang dapat mencerminkan bisnis yang berkembang   merupakan sumber bisnis yang baru, maka kesempatan ini akan digali.

c.  Mendapatkan Keuntungan Hal ini yang membuat perusahaan swasta dapat bertahan. Investor menyediakan dana untuk mendapat keuntungan yang disesuaikan dengan resiko dari investasi tersebut.

d. Mencari bidang usaha, negara, teritori dan kawasan baru

e. Mengembangkan produk dan layanan unggulan Perusahaan dalam penyediaan layanan perkotaan, akan mencari tempat-tempat dimana kebutuhan yang mereka tawarkan belum terpenuhi. Hal ini juga bertujuan untuk memperluas basis pengoperasian yang menguntungkan.

  • Peran serta Pemerintah – Swasta – Masyarakat (Public Private Community Partenership – PPCP)

PPCP merupakan kemitraan antara Pemerintah, Swasta dan Masyarakat yang secara bersama-sama melakukan kerjasama dalam pembangunan dan atau pengelolaan prasarana dan sarana. Investasi yang dilakukan dapat bersifat padat modal ataupun tidak padat modal tergantung dari kebutuhan masyarakat dan kemampuan mitra. Mitra Swasta dan Masyarakat membiayai, membangun, dan mengkelola prasarana dan sarana, sedangkan Pemerintah tetap sebagai pemilik aset serta pengatur dan pengendali pelaksanaan kerjasama.

2. Latar Belakang Kemitraan Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat (KPSM)

Kebutuhan akan sarana dan prasarana terus meningkat seiring dengan perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Ketika biaya penyediaan sarana dan prasarana meningkat melebihi kemampuan pendanaan oleh Pemerintah, tercipta alternatif pemecahan baru yang inovatif dalam memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu melalui kerja sama antara Pemerintah dengan sektor Swasta dan Masyarakat.

Kecendrungan perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi di Indonesia serta tuntutan pelayanan umum bagi masyarakat semakin mendorong perlunya keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan prasarana dan sarana, dengan beberapa alasan utama sebagai berikut:

  1. Pertumbuhan ekonomi perkotaan menimbulkan kebutuhan yang meningkat atas pelayanan perkotaan. Pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pasar mengakibatkan kecendrungan terjadinya urbanisasi yang mengakibatkan peningkatan permintaan akan pasar prasarana perkotaan ;
  2. Keterbatasan kemampuan Pemerintah dalam memenuhi permintaan dan tuntutan masyarakat ;
  3. Ada kendala pembiayaan di tingkat lokal yang diakibatkan oleh kegagalan untuk menetapkan pembebanan penuh atas layanan yang diberikan, sehingga masih diperlukan subsidi untuk pelayanan melalui pendapatan pajak ;
  4. Kebutuhan prasarana yang sangat besar akan terus berkembang seirung dengan pertumbuhan perkotaan dan dalam kerangka untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi, sedangkan dana pembangunan pemerintah terbatas ;
  5. Dibutuhkan peningkatan kualitas pelayanan,melalui pengelolaan yang efektif dan efisien, bersih, transparan dan bertanggungjawab. Masuknya sektor swasta yang berkompetisi mengakibatkan perubahan dari monopoli pemerintah ke persaingan dalam penyediaan layanan. Keadaan yang demikian akan meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya
  6. Untuk dapat menghasilkan suatu peningkatan yang lebih efektif dan efisien, terbuka peluang dan kesempatan untuk memanfaatkan hasil teknologi yang tepat melalui program alih teknologi

3. Prinsip Kemitraan Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat

Pengikutsertaan badan usaha swasta dalam pembangunan dan atau pengelolaan infrastruktur dilaksanakan dalam bentuk kerjasama yang didasarkan atas prinsip-prinsip :

  1. Tetap seiring dengan azas, tujuan, sasaran dan wawasan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional ;
  2. Saling membutuhkan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan ;
  3. Meningkatkan efisiensi dan kualitas pembangunan dan pengelolaan infrastruktur ;
  4. Semakin mendorong pertumbuhan ekonomi;
  5. Meningkatkan kualitas pelayanan dan memberi manfaat yang lebih besar kepada masyarakat ;
  6. Proses pengikutsertaan diselenggarakan melalui penawaran yang terbuka dan transparan, sehingga mendorong semakin berkembangnya iklim investasi ;
  7. Tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku dan sepenuhnya tunduk pada hukum Indoneseia.

4. Bentuk – Bentuk Kemitraan Pemerintah Swasta dan Masyarakat

  1. Kontrak Pelayanan (Service Contract)

Kontrak layanan adalah perjanjian kerjasama antara pemerintah,  mitra swasta dan masyarakat yang paling sederhana dan terbatas. Kesepakatan yang dicapai antara lain menyatakan bahwa sektor swasta setuju untuk melaksanakan fungsi pelayanan yang terbatas, dengan harga dan jangka waktu tertentu.

Syarat dan Ketentuan Umum

  1. Jangka waktu kerjasama pada umumnya diperlukan antara dua sampai lima tahun
  2. Untuk dapat memperoleh harga yang wajar dan mitra Swasta yang mampu melaksanakan kegiatan secara profesional, diperlukan adanya proses pemilihan yang transparan dan dilakukan dengan cara pelelangan
  3. Dilakukan untuk merangsang kinerja yang efisien
  4. Dasar imbalan atau pembayaran untung berdasarkan waktu dan atau volume pelayanan secara lumpsum dan atau nilai tambah dari kinerja yang dihasilkan sesuai dengan output seperti apa yang tertera pada alat ukur atau rekening yang tertagih

Lingkup dan Manfaat Kerjasama

  1. Kontrak perawatan peralatan dan fasilitas
  2. Pencatatan alat ukur / meter
  3. Pengajuan rekening dan penagihan
  4. Perbaikan darurat
  5. Penyewaan peralatan

Bidang Yang Dapat Dilayani antara lain :

  1. Layanan Air Bersih meliputi kegiatan
  • Produksi
  • Distribusi
  • Pemeliharaan
  • Penagihan

2. Layanan Persampahan meliputi kegiatan

  • Pengumpulan dan transportasi ke TPS
  • Operasi di TPS
  • Transportasi ke TPA
  • Operasi di TPA

3. Layanan Air Limbah meliputi kegiatan

  • Transportasi Lumpur Tinja
  • Operasi IPLT/ IPAL
  • Transportasi ke TPA
  • Operasi di TPA

Peran dan Tanggung Jawab Para Pelaku KPSM

  1. Pemerintah Daerah / Perusda
    • Bertanggung jawab terhadap pengoperasian dan pemeliharaan seluruh sistem
    • Bertanggung jawab terhap resiko2 komersil yang terjadi
    • Bertanggung jawab terhadap pendanaan, aset tetap dan modal kerja
    • Sebagai pemberi tugas kepada Mitra Swasta
    • Memberikan pelayanan kepada pelanggan
    • Memperoleh pendapatan dari rekening pelanggan atas jasa pelayanan pelanggan yang diterima
  2. Badan Usaha Swasta (BUS)/ Swasta
    • Memberikan jasa pelayanan sebagaimana tercantum dalam kontrak kepada pelanggan melalui Pemerintah Kabupa ten/ Kota/ Perusahaan Daerah
    • Mendapat imbalan dari pemberi tugas atas jasa pelayanan yang dilakukan
  3. Masyarakat / pelanggan
    • Mendapat pelayanan
    • Membayar jasa pelayanan

Keuntungan dan kerugian

a) Keuntungan

  • Tidak memerlukan investasi yang besar (padat modal)
  • Lingkup kegiatan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan
  • Cocok untuk masa krisis

b) Kerugian

  • Terbatas pada kegiatan pekerjaan pengoperasian dan pemeliharaan
  • Efisiensi terbatas
  • Keuntungan bagi kontraktor/ swasta kecil

Pengaturan Kepemilikan

  1. Modal investasi menjadi tanggung jawab otoritas Pemerintah
  2. Pengembangan aset menjadi tanggun jawab otorirtas Pemerintah
  3. Tenaga/karyawan dan pelayanan yang dikerjasamakan menjadi tanggun jawab Pihak Swasta

2. Kontrak Kelola (Management Contract)

Kontrak manajemen adalah Perjanjian antara Pemerintah dengan Perusahaan sektor swasta dan masyarakat dengan harga tertentu disepakati antara Pemerintah dan Swasta bahwa sektor Swasta setuju untuk melaksanakan manajemen perusahaan prasarana dan sarana sektor pemerintah, yang berupa pengoperasian dan atau pemeliharaan sebagian atau seluruh sebagian fasilitas dan atau pelayanan, untuk jangka waktu tertentu.

Syarat dan Ketentuan Umum

  1. Jangka waktu kerjasama diperlukan 2-5 tahun
  2. Guna memperoleh harga yang wajar dari Mitra Swasta yang mampu melaksanakan kegiatan secara profesional, diperlukan transparansi dan proses pemilihan dilakukan dengan cara pelelangan
  3. Dasar imbalan atau pembayaran dapat dilakukan secara proporsional berdasarkan efisiensi yang dihasilkan atau berdasarkan volume produksi, prosentase pendapatan dan bagi hasil (revenue sharing) berdasarkan pembagian resiko komersil
  4. Dapat diterapkan sistem insentif untuk meningkatkan produktifitas
  5. Merupakan bentuk kerjasama PSP yang mempunyai kecendrungan untuk dilaksanakan secara berkesinambungan atau berjangka waktu lebih panjang

 Manfaat Bentuk Kerjasama

  1. Pengoperasian dan perawatan
  2. Pengelolaan fasilitas
  3. Pengelolaan sistem
  4. Pengelolaan administrasi

 Bidang yang dapat dilayani

  1. Layanan Air Bersih meliputi kegiatan
    • Produksi
    • Distribusi
    • Pemeliharaan
    • Penagihan
  2. Layanan persampahan meliputi kegiatan
    • Pengumpulan dan transport ke TPS
    • Operasi di TPS
    • Transport ke TPA
    • Operasi di TPA
  3. Layanan air limbah meliputi kegiatan
    • Operasi IPLT/ IPAL

Peran dan Tanggung Jawab para pelaku KPSM

  1. Pemerintah Daerah / Perusahaan Daerah
    • Bertanggung jawab terhadap resiko-resiko komersil yang terjadi
    • Bertanggung jawab terhadap pendanaan, aset tetap dan modal kerja
    • Bertanggung jawab terhadap pencapaian kinerja sesuai dengan target operasi yang disepakati
    • Sebagai Pemberi tugas kepada Mitra Swasta
    • Membayar biaya jasa operasi yang dikontrakkan
    • Memberikan pelayanan kepada pelanggan
    • Memperoleh pendapatan dari rekening pelanggan atas jasa pelayanan yang diterima pelanggan
  2. Badan Usaha Swasta/ Swasta
    • Memberikan jasa operasi sebagian atau seluruh sarana milik Pemerintah Daerah/ Perusahaan Daerah
    • Mendapat imbalan dari pemberi tugas atas jasa pengoperasian sarana yang dilakukan
    • Mendapatkan insentif/ tambahan pembayaran dari Pemberi Tugas dalam bentuk bagi hasil atas kenaikan efisiensi operasi atau dalam bentuk pembayaran tetap atas dasar harga satuan jasa operasi
    • Melaksanakan seluruh atau sebagian pengoperasian dan perawatan, termasuk penyediaan perkakas, peralatan, tenaga kerja dan persediaan suku cadang.
  3. Pelanggan
    • Mendapat pelayanan
    • Membayar jasa pelayanan

Keuntungan dan Kerugian

  1. Keuntungan
    • Tidak memerlukan investasi besar (padat modal)
    • Cocok untuk masa krisis
    • Pembayaran dapat distrukturkan sehingga proporsional dengan efisien yang dicapai
  2. Kerugian
    • Efisiensi terbatas
    • Keuntungan bagi kontraktor/ swasta kecil

Pengaturan Kepemilikan

  1. Modal investasi menjadi tanggung jawab otoritas Pemerintah
  2. Aset menjadi tanggung jawab otoritas Pemerintah
  3. Tenaga/ karyawan dan peralatan yang dikerjasamakan menjadi tanggung jawab pihak swasta

 

3. Kontrak Sewa (Lease Contract)

Kontrak sewa adalah perjanjian kerjasama, dimana swasta menyewa suatu sistem dari prasarana, sarana dan atau peralatan pemerintah yang ada. Swasta mengoperasikan sistem tersebut dan menjual jasa kepada pelanggan dan menarik biaya dari layanan tersebut. Swasta membayar sewa ke Pemerintah dengan harga yang lebih besar dari biaya akuisisi dan pembiayaan aset yang disewakan.

Syarat dan Ketentuan Umum

  1. Jangka waktu kerjasama diperlukan antara 5 (lima) hingga 20 (dua puluh) tahun
  2. Guna memperoleh harga yang wajar, dan mitra swasta yang mampu melaksanakan kegiatan secara profesional, diperlukan transparansi dan proses pemilihan dilakukan dengan cara pelelangan
  3. Persyaratan sewa harus memungkinkan untuk dapat menerpakan tarif yang cukup memadai untuk membayar sewa dan keuntungan yang wajar bagi investor serta insentif bagi pengoperasian yang efisien
  4. Resiko keuangan komersial dan modal kerja serta pembaharuan aset tertentu dibiayai oleh Swasta

Diperlukan penyesuaian tarif dan imbalan/ sewa dikaitkan dengan inflasi dan indeksasi harga bahan/biaya sarana penunjang

 Manfaat Bentuk Kerjasama

  1. Pengelolaan seluruh atau sebagian sistem
  2. Pengelolaan fasilitas
  3. Pengoperasian peralatan

Bidang yang dapat dilayani antara lain :

  1. Layanan Air Bersih meliputi kegiatan
    • Produksi
    • Distribusi
  2. Layanan persampahan meliputi kegiatan
    • Pengumpulan dan transport ke TPS
    • Operasi TPS
    • Transport ke TPA
  3. Layanan Air Limbah meliputi kegiatan :
    • Transport lumput tinja
    • Operasi IPLT/ IPAL

Peranan dan Tanggung Jawab Para Pelaku KPSM

  1. Pemerintah Daerah / Perusahaan Daerah
    • Bertanggung jawab dalam perhitungan nilai aset yang akan disewakan ke swasta
    • Sebagai Pemberi Tugas kepada Mitra Swasta
    • Melakukan pengawasan kegiatan pekerjaan Swasta
    • Menerapkan sanksi terhadap Swasta apabila melakukan penyimpangan
    • Menyediakan modal investasi untuk mengembangkan, membangun dan membiayai aset yang akan disewakan ke Swasta
    • Mengganti aset yang usia gunanya telah terlampaui, seperti peralatan, pompa atau kendaraan sebelum kerjasama dengan Swasta
    • Membayar penutupan hutang pada aset yang diperoleh dari swasta sebesar sisa nilai buku
    • Menetapkan harga/ tarif
    • Mendapatkan penghasilan yang diperoleh dari sisa pendapatan setelah dikurangi kewajiban pembayaran kepada swasta

Badan Usaha Swasta / Swasta

  1. Menanggung resiko keuangan modal kerja dan pembaharuan aset-aset tertentu
  2. Menetapkan kebijaksanaan yang berhubungan dengan penyediaan dan operasi
  3. Menyusun perhitungan besarnya harga/ tarif dan diajuan ke Pemberi Tugas
  4. Pelaksana operasi, pemeliharaan dan pengaturan pemanfaatan aset yang ada dalam kurun waktu yang diesepakati dan dikembalikan setelah akhir kontrak dalam keadaaan baik
  5. Mendapat pembayaran melalui sistem pembayaran ESCROW atas dasar volume / unit satuan yang terjual dengan proporsi yang disepakati
  6. Memberikan layanan kepada pelanggan

Bank / Escrow

Menerima pembayaran dari pelanggan sebagai hasil penjualan pelayanan  prasarana dan sarana yang telah diberikan kepada pelanggan. Selanjutnya penerimaan tersebut oleh Bank/ESCROW dibayarkan kepada swasta dan perusahaan daerah, sesuai dengan kesepakatan besaran porsi masing-masing pihak.

Pelanggan

  1. Mendapatkan layanan dari Perusahaan Daerah melalui swasta
  2. Membayar jasa pelayanan ke Perusahaan Daerah dan Swasta melalui Bank / ESCROW

Keuntungan dan Kerugian

  1. Keuntungan
    • Tidak memerlukan investasi yang besar (padat modal)
    • Cocok untuk masa krisis
  2. Kerugian
    • Terbatas pada peralatan
    • Efisiensi terbatas
    • Keuntungan kecil

Pengaturan Kepemilikan

  1. Modal investasi tanggung jawab pemerintah
  2. Aset yang akan disewakan dikembangkan, dibangun dan dibiayai pemerintah
  3. Aset yang telah dioperasikan oleh pihak swasta sesuai dengan batas waktu kerjasama, dikembalikan kepada Pemerintah dalam kondisi layak pakai dan fungsional sesuai dengan kesepakatan
  4. Karyawan pemerintah yang biasa mengoperasikan peralatan yang akan dikerjasa-makan dapat dipekerjakan/ diperbantukan kepada mitra swasta

4. Kontrak Bangun kelola Alih Milik (Build Operate and Transfer Contract)

Yang dimaksud dengan kerjasama ini adalah swasta menyediakan layanan dengan membangun dan membiayai suatu fasilitas baru (atau meningkatkan/ merehabilitasi fasilitas yang ada), kemudian mengkelola fasilitas tersebut selama jangka waktu yang disepakati (dikenal dengan periode konsesi atau periode implementasi) dan di akhir periode tersebut, fasilitas tersebut dialihkan kepemelikannya kepada pemerintah (pemberi tugas).

Syarat dan Ketentuan Umum

  1. Jangka waktu kerjasama diperlukan antara lima tahun hingga dua puluh lima tahun
  2. Guna memperoleh harga yang wajar, dan mitra swasta yang mampu melaksanakan kegiatan secara profesional, diperlukan transparansi dan proses pemilihan dilakukan dengan cara pelelangan
  3. Fasilitas dibangun dan dikelola oleh Swasta dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan prasarana dan sarana
  4. Dicirikan dengan seperangka perjanjian kontrak yang rumit, yang mengikat masing-masing pihak dalam transaksi untuk melaksanakannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut
  5. Umumnya sangat padat modal dan membutuhkan dana dalam jumlah besar membangunnya
  6. Resiko diidentifikasikan oleh pihak-pihak dalam transaksi dan ditunjuk atau ditransfer kepada pihak yang paling mampu menangani resiko tersebut dengan biaya serendah mungkin
  7. Pendapatan Swasta diperoleh dari imbalan yang dapat dihitung berdasarkan volume minimum yang dihasilkan (take or pay) dengan menjual produk layanan yang dihasilkan dari fasilitas yang dibangun selam periode konsesi, sesuai dengan syarat perjanjian antara pihak swasta dengan badan pemerintah
  8. Swasta tidak terlibat dalam pengoperasian dan pemelihataan unit lain yang tidak mereka bangun

Manfaat Bentuk Kerjasama

  1. Pemangunan prasarana dan sarana
  2. Pengelolaan prasarana dan sarana

Bidang yang dapat dilayani antara lain :

  1. Layanan Air Bersih meliputi kegiatan Pembangunan dan operasi fasilitas :
    • Produksi
    • distribusi
  2. Layanan Persampahan meliputi kegiatan
    • Pembangunan dan operasi TPA
  3. Layanan Air Limbah meliputi kegiatan :
    • Pembangunan dan operasi IPLT / IPAL

Peranan dan Tanggung Jawab Para Pelaku KPSM

  1. Pemerintah Daerah / Perusahaan Daerah
    • Bertanggung jawab atas pengelolaan unit diluar yang dikelola / dioperasikan oleh Swasta
    • Bertanggung jawab terhadap pelayanan langsung ke masyarakat / konsumen termasuk penarikan pembayaran
    • Bertanggung jawab untuk membeli hasil yang diproduksi oleh Swasta berdasarkan volume minimum (take or pay) sesuai kesepakatan
    • Sebagai pemberi tugas kepada Mitra Swasta
    • Memberikan sanksi kepada Swasta jika tidak memenuhi kewajiban sesuai dalam persyaratan perjanjian kerjasama
    • Memantau, memeriksa dan mengawasi pelaksanaan kegiatan mitra Swasta serta melakukan pencatatan kapasitas yang diproduksi Swasta
    • Melakukan pembuatan dan penagihan rekening
    • Mendapatkan penghasilan dari Bank/Escrow yang diperoleh dari pendapatan setelah dikurangi kewajiban pembayaran kepada swasta (imbalan).
  2. Badan Usaha Swasta / Swasta
    • Membangun fasilitas layanan
    • Memberikan layanan kepada pelanggan
    • Melakukan pencatatan kapasitas yang diproduksi
    • Dapat membantu pihak pemberi tugas melakukan pembuatan dan penagihan rekening
    • Menerima imbalan dari Bank/ Escrow yang diperoleh dari pembayaran rekening pelanggan sesuai dengan pelayanan yang diberikan
  3. besarnya Bank / Enscrow
    • Menerima hasil penjualan atas pelaynan kepada pelanggan, kemudian dibayarkan ke perusahaan daerah dan swasta sesuai dengan besarnya porsi masing-masing sebagaimana yang ditetapkan dalam perjanjian kerjasama
  4. Pelanggan
    • Mendapatkan layanan dari Swasta melalui Perusahaan Daerah
    • Membayar jasa pelayanan melalui bank Escrow

Keuntungan dan Kerugian

  1. Keuntungan
    • Biaya rendah kualitas tinggi
    • Cocok untuk kondisi ekonomi yang baik
    • Nilai kegiatan besar
    • Kualitas dan kapasitas memenuhi syarat
  2. Kerugian
    • Untuk kegiatan-kegiatan yang terdiri dari unit-unit yang saling berkaitan, apabila yang dikerjasamakan hanya sebahagian dari unit tersebut, maka kerjasama BOT tidak bisa mengatasi beberapa masalah antara lain :
      • Pengelolaan
      • Revenue
      • Biaya tenaga kerja

Pengaturan Kepemilikan

  1. Modal investasi merupakan tanggung jawab swasta
  2. Kepemilikan aset tanggung jawab swasta sebelum diserahkan ke Pemerintah
  3. Setelah penyerahan aset dari Swasta ke Pemerintah, apabila masih terdapat sisa nilai buku atas investasi yang dibangun oleh Swasta, Pemerintah bertanggung jawab membayar kompensasi aset ke Swasta sebesar nilai bukunya.                     

5. Kontrak Konsesi (Concession Contract)

Kontrak konsesi adalah suatu kegiatan kerjasama antara Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dimana pihak Swasta disepakati untuk mengkelola dan bertanggung jawab atas keseluruhan operasi dan program investasi pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana dari pemerintah dan memberikan pelayanan secara langsung ke masyarakat.

Syarat dan Ketentuan Umum

  1. Jangka waktu kerjasama berlangsung dalam jangka panjang, antara 20-30 tahun. Periode ini harus cukup panjang agar perbaikan investasi dapat dilakukan dalam 5 hingga 10 tahun pertama, dan agar dapat dihasilkan pendapatan untuk membayar kembali hutang atas pinjaman
  2. Guna memperoleh harga yang wajar, dan mitra Swasta yang mampu melaksanakan kegiatan secara profesional diperlukan transparansi dan proses pemilihan dilakukan dengan cara pelelangan
  3. Swasta mempunyai kewenangan dalam kegiatan operasi, pemeliharaan dan pengembangan seluruh aset & fasilitas yang ada dalam masa konsesi
  4. Swasta diberi kewenangan melakukan pelayanan secara langsung dan menarik rekening seluruh aset dan fasilitas yang ada dalam masa konsesi
  5. Pihak swsta harus memiliki hak eksklusif atas pengelolaan dan pengembangan sistem selama jangka waktu kontrak
  6. Jika terdapat investasi pihak Swasta baik dalam rangka memperbaiki sistem yang ada maupun dalam rangka pengembangan, maka pihak Swasta berhak mendapatkan kompensasi aset sesuai dengan nilai buku pada akhir perjanjian
  7. Diperlukan penyesuaian tarif dan imbalan disesuaikan dengan besarnya tingkat inflasi dan indeks harga-harga bahan baku penunjang

Manfaat Bentuk Kerjasama

  1. Pengelolaan Sistem

Bidang yang dilayani antara lain :

  1. Jalan Tol
  2. Layanan Air Bersih meliputi kegiatan :
    • Produksi
    • Distribusi
    • Pemeliharaan
    • Penagihan
    • Total sistem
  3. Layanan Persampahan meliputi kegiatan :
    • Operasi TPS
    • Transportasi ke TPA
    • Operasi TPA
    • Total sistem
  4. Layanan Air Limbah meliputi kegiatan
    • Transport lumpur tinja
    • IPLT/IPAL
    • Total sistem

Peran dan Tanggung Jawab Para Pelaku KPSM

  1. Pemerintah Daerah/ Perusahaan Daerah
  • Bertanggung jawab atas penyesuaian tarif sesuai dengan besarnya tingkat inflasi dan indeksasi harga-harga bahan baku dan penunjang
  • Bertanggung jawab dalam penilaian aset yang akan diserahkan ke Swasta untuk dioperasikan dan menyertakan aset perusahaan daerah untuk kerjasama
  • Sebagai pemberi tugas kepada swasta bertugas memantau, memeriksa dan mengawasi pelaksanaan kegiatan mitra swasta, serta melakukan pengecekan kinerja mitra swasta
  • Memberikan sanksi kepada swasta jika tidak memenuhi kewajiban sesuai dalam persyaratan perjanjian kerjasama
  • Mendapatkan penghasilan melalui Bank/ Escrow yang diperoleh dari pendapatan setelah dikurangi kewajiban pembayaran kepada swasta (imbalan)
  1. Badan Usaha Swasta/ Swasta
  • Bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan / masyarakat sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian kerjasama
  • Menepati target-target teknis yang harus dilakukan sesuai dengan perjanjian kerjasama dan menerima sanksi apabila tidak dapat memenuhi
  • Melakukan pencatatan meter
  • Melakukan pembuatan dan penagihan rekening
  • Memberikan layanan kepada pelanggan
  1. Bank / Escrow
  • Menerima hasil penjualan atas pelayanan kepada pelanggan, kemudian dibayarkan ke perusahaan daerah dan swasta sesuai dengan besarnya porsi masing-masing sebagaimana yang ditetapkan dalam perjanjian kerjasama
  1. d) Pelanggan
  • Mendapatkan layanan dari Pemerintah melalui swasta
  • Membayar jasa pelayanan melalui Bank/ Escrow

Keuntungan dan Kerugian

  1. a) Keuntungan
  • Dapat meningkatkan kualitas dan kinerja
    • konstruksi
    • tenaga kerja
    • pengelolaan
  • cocok untuk kondisi ekonomi yang baik
  • biaya rendah kualitas tinggi
  • nilai kegiatan besar
  1. b) Kerugian
  • efisiensi tinggi yang dapat mengurangi jumlah tenaga kerja

Pengaturan Kepemilikan

  1. a) Pemerintah menghitung seluruh nilai aset yang akan diserahkan ke Swasta untuk dikelola selama masa konsesi
  2. b) Modal investasi merupakan tanggung jawab dari swasta
  3. c) Kepemilikan aset tetap ditangan pemerintah
  4. d) Swasta berkewajiban membayar penyusutan aset-aset Pemerintah yang diserahkan untuk dikelola oleh Swasta sesuai dengan besarnya sisa nilai buku (apabila ada)
  5. e) Swasta berkewajiban membayar seluruh sisa pinjaman Pemerintah yang ada terhitung sejak penyerahan pengelolaan dari Pemerintah ke Swasta
  6. f) Setelah penyerahan aset dari Swasta ke Pemerintah, apabila masih terdapat sisa nilai buku atas investasi yang dibangun oleh Swasta, Pemerintah bertanggung jawab membayar biaya penyusutan ke Swasta.

 

6. Peran Pelaku Kemitraan

    1. Peran Pemerintah

Pemerintah berperan dalam merancang kerangka pembangunan, melakukan hal-hal operasional dari skala lokal sampai nasional, melakukan intervensi dalam pembangunan, serta sebagai pihak yang mengatur dan melandaskan hukum dalam setiap pembangunan. Selain itu pemerintah juga bertugas untuk menyediakan basic services seperti infrastruktur kepada masyarakat. Lebih jauh lagi, pemerintah harus bisa melaksanakan good governance yang memperhatikan kesejahteraan ekonomi, kestabilan politik, serta pelaksanaan kebijakan adminstratif.

Pemerintah harus menciptakan iklim yang merangsang bagi usaha kemitraan, antara lain dengan:

  1. Mengembangkan kebijaksanaan dan strategi pembangunan yang jelas, yang tercermin baik pada tujuan, arahan maupun indikator-indikator kebijaksanaan (policy indicators).
  2. Menetapkan prioritas pembangunan yang realistis dan diikuti oleh semua pihak, baik pemerintah maupun dunia usaha dan masyarakat. Untuk itu perlu kesepakatan di antara berbagai pelaku pembangunan ini, dan karena itu perlu ada dialog-dialog.
  3. Memantapkan mekanisme komunikasi yang lancar dan transparan. Transparansi erat kaitannya dengan tingkat partisipasi dan oleh karena itu, sejak pada tahap awal mekanisme kemitraan yang transparan harus dikembangkan dan dimantapkan.
  4. Mengembangkan pilihan-pilihan atas pola-pola kemitraan yang dapat mencakup kepentingan-kepentingan yang ada di berbagai lapisan dan golongan masyarakat, sehingga masyarakat dapat berperan serta seluas -luasnya dalam kemitraan pembangunan.
  5. Menyiapkan rencana pengembangan kemitraan yang mencakup rencana investasi pemerintah, swasta dan masyarakat sebagai bagian dari pembangunan nasional.
  6. Menyiapkan kerangka peraturan dan arahan serta pedoman yang dapat menjadi acuan terutama bagi swasta dan masyarakat dan juga menjamin kepastian usaha.

Musgrave (1959) telah mengidentifikasi 3 (tiga) jenis fungsi dari pemerintah :

  1. Fungsi alokasi
  2. Fungsi distribusi
  3. Fungsi stabilisasi dan Regulasi

Lewis mengemukakan 9 (sembilan) fungsi pemerintah yang berhubungan dengan pertumbuhan dan pembangunan yakni :

  1. Memelihara jasa publik. Dengan bantuan swasta, pemerintah berusaha menyediakan jasa pelayanan publik kepada masyarakat. Karena mengingat tujuan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat, dan dengan kemampuan masyarakat untuk menggunakan jasa layanan publik tersebutlah kesejahteraan itu dapat diukur.
  2. Mempengaruhi masyarakat. Dengan kekuasaanya yang tinggi, pemerintah cenderung mendapat kepercayaan dari masyarakat sehingga masyarakat dapat diajak untuk bekerjasama dalam membangun ekonomi.
  3. Memperbanyak institusi ekonomi. Institusi-institusi ini diharapkan dapat membantu dalam memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan.
  4. Mempengaruhi penggunaan sumber daya. Terbagi atas dua, penggunaan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Dalam hal ini, peningkatan kualitas sumberdaya manusia dilakukan melalui program pendidikan dan kesehatan. Sedangkan penggunaan sumberdaya alam lebih berpusat kepada pengelolaan lingkungan seperti penanggulangan kerusakan dan pencemaran lingkungan serta kegiatan pendukung pengelolaan lingkungan yang lain seperti melakukan pembaharuan teknologi yang ramah lingkungan, mendukung serta memberikan dana bagi institusi atau individu yang melakukan pembaharuan teknologi tersebut.
  5. Mempengaruhi distribusi pendapatan. Mengadakan suatu program kebijakan pemerataan distribusi pendapatan dalam rangka menaikan produktivitas kerja khususnya bagi masyarakat golongan rendah. Selain itu, program pemerataan distribusi pendapatan juga harus didukung dengan perluasan sarana dan prasarana di daerah pedesaan dan daerah terpencil.
  6. Mengatur jumlah uang beredar. Pemerintah mengendalikan jumlah uang yang beredar, melalui kebijakan-kebijakan seperti Tight Money Policy dan Easy Money Policy. Tight Money Policy yaitu kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menaikan suku bunga, menjual surat berharga, menaikan cadangan kas, membatasi pemberian kredit. Easy Money Policy yaitu kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral untuk menambah jumlah uang yang beredar dengan cara menurunkan tingkat suku bunga, membeli surat-surat berharga, menurunkan cadangan kas, dan memberikan kredit longgar.
  7. Mengatur fluktuasi. Fluktuasi atau naik-turunnya harga karena pengaruh permintaan dan penawaran. Contoh fluktuasi yang terjadi adalah pada harga minyak dunia yang menjadi salah satu pemicu krisis ekonomi global. Krisis ekonomi terus menjalar ke berbagai negara karena adanya krisis energi. Harga minyak naik atau turun akan menentukan jumlah penerimaan negara tersebut, sekaligus menentukan seberapa banyak subsidi yang dikeluarkan pemerintah untuk keperluan konsumsi maupun produksi, untuk masyarakat atau perusahaan, untuk golongan bawah atau golongan atas. Oleh karena itu, pemerintah harus sanggup mengendalikan fluktuasi karena fluktuasi berpengaruh terhadap APBN.
  8. Memastikan tak ada pengangguran. Cara-cara yang kini dipersiapkan adalah mempersiapkan sekolah kejuruan untuk menampung lulusan sekolah menengah dan menjadi tenaga siap pakai, Memperluas kesempatan kerja, menumbuhkan kreativitas dan keterampilan masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja sendiri ataupun orang lain dengan melakukan pembinaan, mengadakan sosialisasi lapangan kerja kepada pekerja dengan mengundang beberapa pengusaha atau perusahaan yang memiliki lowongan kerja.
  9. Mempengaruhi tingkat investasi. Proses mendorong investasi hingga ke tingkat optimal secara sosial ini berhubungan dengan tanggung jawab Negara dan pola optimum investasi
  10. keseluruhan ekonomi dan sosial.

 

DAFTAR PUSTAKA

Akil,Sjarifuddin. 2003. Peran Serta Masyarakat dalam Kelembagaan Penataan Ruang. Dirjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Semarang: Tidak diterbitkan

Kartasasmita, Ginandjar. 1997. Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3S

Kementerian Hukum dan HAM. 2015. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Jakarta: KemenkumHam.

Korten, D.C.1988. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Raharjo, Dawam. 1983. Esei-esei Ekonomi Politik. Jakarta : LP3ES

Sayogyo.1997.Pembangunan Masyarakat Desa Berkelanjutan. Makalah pada Semiloka Gerakan Mandiri Membangun Desa di Palu Sulawesi Tengah.

Siagian, S.P. 1972. Administrasi Pembangunan. Djakarta: Gunung Agung

Susantyo,Badrun.2002. Aspek Strategis Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Ilmiah pekerjaan Sosial ‘PEKSOS”.Vol 1 no 1, Mei 2002. Bandung : STKS

Tjokroamidjojo, Bintoro. 1974. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3S

Vestikowati, Endah. 2012. Model Kemitraan Pemerintah dengan Sektor Swasta dalam Pembangunan Daerah. Cakrawala Galuh, Vol 1, No8

Yulianti, Yoni. 2012. Analisis Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Nasional PemberdayaanMasyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Kota Solok . Program Pascasarjana Universitas Andalas Padang: Tidak diterbitkan.





PENGARUH KEBERADAAN ALUN-ALUN SEBAGAI RUANG PUBLIK TERHADAP KARAKTER KAWASAN PUSAT KOTA DI KOTA KISARAN

27 04 2020

ABSTRAK

Ruang publik sebagai salah satu elemen perancangan kota mempunyai peran yang penting dalam pembentukan karakter kawasan. Alun-alun termasuk ruang publik yang dapat dijadikan sebagai ciri khas, keunikan, dan citra suatu kota. Alun-alun yang memiliki fungsi sebagai ruang publik, menerapkan prinsip perancangan ruang publik, maupun memiliki kualitas sebagai ruang publik dapat mencerminkan karakter kawasan yang kuat. Melihat pentingnya alun-alun sebagai ruang publik tersebut, maka Kota Kisaran menghadirkan alun-alun dengan penyediaan sarana dan prasarananya.

Keberadaan alun-alun kota sebagai ruang publik di Kota Kisaran masih belum dapat mewadahi aktivitas pengguna, sehingga terdapat beberapa pemanfaatan alun-alun yang tidak sesuai fungsinya. Dalam penelusuran di lapangan masih terdapat perpaduan aktivitas yang berada dalam satu titik seperti area parkir kenderaan yang juga digunakan untuk area senam, bersepeda, skateboard, dan sepatu roda. Kurangnya fasilitas dalam alun-alun Kota Kisaran menunjukan rendahnya kualitas ruang publik yang akan berpengaruh terhadap karakter kawasan pusat kota.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari pengaruh keberadaan alun-alun sebagai ruang publik terhadap karakter kawasan pusat kota di Kota Kisaran. Untuk mengetahui pengaruh tersebut, maka penelitian ini menggunakan paradigma Positivistik Rasionalistik yang didasarkan pada pendekatan kuantitatif dengan strategi deduktif dan metode pengumpulan data berupa studi literatur, survey lapangan, dan kuesioner. Metode analisis data dilakukan melalui uji statistik dengan uji regresi menggunakan program SPSS untuk tujuan pembuktian teori.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh keberadaan alun-alun sebagai ruang publik terhadap karakter kawasan pusat kota di Kota kisaran dan menjelaskan elemen-elemen pada alun-alun yang berperan besar dalam membentuk karakter kawasan pusat kota di Kota Kisaran.

ABSTRACT

Public space as an element of urban design has an important role in shaping the character of the area. Square including a public space that can be used as a characteristic, uniqueness, and the image of the city. The square has a function as a public space, applying the principles of designing public spaces, as well as having quality as a public space can reflect a strong character of the area. Seeing the importance of the square as the public spaces, than Kisaran City presenting the main square with the provision of facilities and infrastructure.

The existence of the town square as a public space in the Kisaran City  still not able to accommodate the activities of the user, so there is some use of the square that does not fit its function. In the search field there is still a mix of activities that are within one point as a parking area for vehicles that are also used for gymnastics area, biking, skateboarding, and rollerblading. The lack of facilities in the town square Kisaran shows the low quality of public space that would affect the character of the downtown area.

The purpose of this study was to find the effect of the existence of the town square as a public space of the character of the downtown area in the Kisaran city. To know the effect, this study used Rationalistic positivistic paradigm that is based on a quantitative approach with deductive strategies and methods of data collection in the form of literature studies, field surveys, and questionnaires. Methods of data analysis is done through a statistical test by regression using SPSS for evidentiary purposes theory.

The results of this study show the effect of the existence of the town square as a public space of the character of the downtown area in the Kisaran city and describes the elements on the square that plays a major role in shaping the character of the downtown area in the Kisaran city.

 Keywords: Square, Public Space, Character of The Area.

PENDAHULUAN

Peningkatan urbanisasi di perkotaan merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Menurut UNCHS (1996 dalam Woolley, 2005), hal ini dapat menimbulkan beberapa permasalahan perubahan lingkungan seperti penurunan kualitas lingkungan dan kesenjangan sosial. Pada tahun 2025 diperkirakan setengah dari populasi penduduk di dunia akan tinggal di perkotaan. Peningkatan populasi penduduk ini berimbas pada tingginya kebutuhan akan ruang di perkotaan, sehingga menjadikan lahan perkotaan menjadi aset ekonomis yang bisa berdampak pada berkurangnya kualitas dan kuantitas ruang publik. Sementara menurut Shirvani (1985), ruang publik merupakan salah satu elemen penting dari lingkungan perkotaan. Untuk itu diperlukan suatu pemikiran dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas ruang publik karena menurut Nasution and Zahrah (2014), berkurangnya kuantitas dan kualitas  ruang publik merupakan masalah yang sangat serius di lingkungan perkotaan.

Menurut Darmawan (2003), alun-alun merupakan ruang publik sebagai taman di kawasan pusat kota yang sering digunakan untuk kegiatan formal seperti upacara peringatan hari nasional, kegiatan sosial, ekonomi maupun apresiasi budaya. Alun-alun merupakan area umum yang menjadi pusat keramaian suatu kota atau kabupaten. Di alun-alun biasanya warga melakukan aktivitas berolahraga, bermain, dan kegiatan formal pemerintah. Oleh karena itu keberadaan alun-alun dipandang penting dalam upaya membentuk karakter kawasan pusat kota agar kondisinya menjadi nyaman dan selalu dikunjungi masyarakat.

Karakter kawasan dapat dibentuk oleh kualitas ruang publik. Kualitas ruang publik berkaitan erat dengan kegunaan beberapa faktor terhadap kebutuhan dan persepsi masyarakat (Kallus, 2001). Oleh karena itu , maka pembentukan suatu karakter kawasan kota harus diikuti dengan peningkatan kualitas ruang publik kotanya. Kualitas ruang publik menurut Darmawan (2009) meliputi : faktor pencapaian, kenyamanan, fasilitas, pencitraan, sosial budaya, dan pengelolaan. Sementara menurut Carr et al (1992), kualitas ruang publik terdiri dari : responsive (tanggap) dengan mempertimbangkan kepentingan pengguna, democratic (demokratis) dengan melindungi hak pengguna, dan meaningful (bermakna) dengan adanya ikatan emosional antara ruang dengan kehidupan penggunanya.

Keberadaan alun-alun kota sebagai ruang publik di Kota Kisaran masih belum dapat mewadahi aktivitas pengguna, sehingga terdapat beberapa pemanfaatan alun-alun yang tidak sesuai fungsinya. Dalam penelusuran di lapangan masih terdapat perpaduan aktivitas yang berada dalam satu titik seperti area parkir kenderaan yang juga digunakan untuk area senam, bersepeda, skateboard, dan sepatu roda. Kurangnya fasilitas dalam alun-alun Kota Kisaran menunjukan rendahnya kualitas ruang publik yang akan berpengaruh terhadap karakter kawasan pusat kota.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka muncul suatu pertanyaan penelitian yaitu:

  1. Bagaimana pengaruh keberadaan alun-alun sebagai ruang publik terhadap karakter kawasan pusat kota?
  2. Apakah elemen-elemen pada Alun-Alun sebagai ruang publik yang membentuk karakter kawasan pusat Kota Kisaran?

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh keberadaan alun-alun sebagai ruang publik terhadap karakter kawasan pusat Kota di Kota Kisaran.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan paradigma Positivistik Rasionalistik yang didasarkan pada pendekatan kuantitatif dengan strategi deduktif dan metode survey melalui uji statistik untuk tujuan pembuktian teori. Dalam penelitian ini diungkapkan hipotesis yang akan di uji kebenarannya dan dilakukan pemaknaan berdasarkan teori yang digunakan. Teknik analisis statistik menggunakan analisis regresi untuk mendapatkan nilai pengaruh antara variabel ruang terbuka(X) yang terdiri dari sub variabel ekologis (X1), estetika (X2), sosial budaya (X3), balance (X4), Rhythm (X5), emphasis (X6), responsive (X7), democratic (X8), dan meaningful (X9)  dengan karakter kawasan (Y) yang terdiri dari sub variabel identitas kawasan (Y1), struktur kawasan (Y2), Optic (Y3), place (Y4), dan content (Y5). Analisis dilakukan dengan menggunakan data hasil kuesioner yang diperoleh dari responden. Jumlah sampel diasumsikan dari jumlah populasi Kota Kisaran dengan menggunakan rumus Slovin dan diperoleh sampel sebagai responden sebanyak 100 orang.

KAJIAN TEORI

  1. Teori Ruang Publik

Ruang Publik merupakan suatu sistem kompleks berkaitan dengan segala bagian bangunan dan lingkungan alam yang dapat di akses dengan gratis oleh publik yang meliputi jalan, square, lapangan, ruang terbuka hijau, atau ruang privat yang memiliki keterbukaan aksesibilitas untuk publik (Carmona et al, 2004:10). Sedangkan menurut Budihardjo (2009), ruang publik merupakan ruang terbuka yang direncanakan karena kebutuhan tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Menurut Imansari dan Khadiyanta (2015), ruang terbuka hijau khususnya di perkotaan memiliki fungsi yang penting diantaranya terkait aspek ekologi, sosial budaya dan estetika.

Menurut Hakim (1987), prinsip perancangan merupakan dasar terwujudnya suatu ciptaan bentuk yang terdiri dari beberapa unsur atau elemen yang memiliki sifat dan karakter tersendiri. Untuk mendapatkan keteraturan dan kesatuan perlu diperhatikan beberapa hal antara lain: Keseimbangan (Balance), Irama (Rhythm), Penekanan (Emphasis).

Menurut Carr et al (1992:19) terdapat 3 (tiga) kualitas utama sebuah ruang publik, yaitu:

  1. Tanggap (responsive), berarti bahwa ruang tersebut dirancang dan dikelola dengan mempertimbangkan kepentingan para penggunanya.
  2. Demokratis (democratic), berarti bahwa hak para pengguna ruang publik tersebut terlindungi, pengguna ruang publik bebas berekspresi dalam ruang tersebut, namun tetap memiliki batasan tertentu karena dalam penggunaan ruang bersama perlu ada toleransi diantara para pengguna ruang.
  3. Bermakna (meaningful), berarti mencakup adanya ikatan emosional antara ruang tersebut dengan kehidupan para penggunanya.
  1. Teori Karakter Kawasan

Karakter merupakan ciri atau sifat dalam bentuk mental atau kualitas moral yang membedakan dengan yang lain untuk memberikan pemahaman tentang suatu identitas. Karakter kawasan kota terdiri dari dua macam yaitu : karakter fisik dan karakter non fisik. Susunan objek fisik dan aktivitas manusia yang membentuk lingkungan dan hubungan elemen-elemen didalamnya merupakan karakter yang terbesar dalam membentuk suatu karakter kawasan.

Menurut Lynch (1981), terdapat tiga komponen yang dimiliki citra kawasan yaitu:

  1. Identitas, yaitu ciri pola hubungan yang dapat membedakan dengan obyek lain. Identitas dapat menjelaskan bentuk fisik dan posisi / letak dari obyek fisik tertentu.
  2. Struktur, yaitu mencakup pola hubungan antara obyek dengan pengamat dan obyek dengan obyek lain dalam suatu kawasan.
  3. Makna, yaitu arti yang diberikan oleh obyek lingkungan terhadap pengamatan.

Karakter yang spesifik dapat membentuk suatu identitas yang merupakan pengenalan bentuk dan kualitas ruang kawasan perkotaan, secara umum disebut a sense of place. Identitas lingkungan dan a sence of place suatu kawasan harus dipertahankan untuk menghindari keseragaman yang monoton. Dalam hal ini, karakter merupakan jiwa, perwujudan watak baik secara fisik maupun non fisik dapat memberikan citra dan identitas kawasan (Lynch, 1981).

Ada 6 (enam) komponen yang berpengaruh terhadap pemaknaan struktur kawasan menurut Harris dan Howard (1970 dalam Rizka et.al, 2013), yaitu : (1) Lokasi kawasan, berhubungan terhadap jauh/dekat dan aksesibilitas yang sulit/mudah; (2) Keunggulan, berhubungan dengan elemen-elemen landmark oleh pengamat; (3) Aktifitas, berhubungan dengan aktifitas yang bersifat khusus pada suatu kawasan; (4) Titik simpul, berhubungan dengan titik simpul (node) aktifitas yang terjadi; (5) Tanda dan orientasi, berhubungan dengan penandaan terhadap lingkungan sebagai upaya mempermudah penempatan diri dalam suatu bagian kawasan; dan (6) Keterdekatan hubungan, berhubungan dengan hubungan yang cukup erat secara struktural maupun dengan latar belakang pembentukannya yang saling terkait.

Dalam menggambarkan karakter kawasan, sistem place dari suatu kawasan tidak dapat dipisahkan dari makna kawasan. Menurut Trancik (1986 dalam Rizka et.al, 2013), hakekat teori place adalah berusaha memahami budaya dan karakter manusia dalam pengertian sebuah makna ruang. Teori place lebih menekankan kepada faktor budaya dan sejarah. Menurut Gordon Cullen (1961 dalam Rizka et.al, 2013), lingkungan yang akan menghasilkan reaksi emosional dengan atau tanpa kemauan kita, maka kita harus berusaha memahami tiga cara yang menyebabkan peristiwa ini: (1) memperhatikan Optic, (2) memperhatikan Place, dan (3) memperhatikan Content (isi).

GAMBARAN UMUM

Secara administrasi Kota Kisaran merupakan ibukota Kabupaten  Asahan Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah Kota Kisaran adalah 3.296 hektar. Kota Kisaran berada pada Kecamatan Kisaran Barat dengan batas wilayah: Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pulo Bandring, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kisaran Timur, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kisaran Timur dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Meranti.

Kota Kisaran merupakan kawasan pusat kota yang identik berupa pusat pemerintahan yang terdapat ruang publik kota berupa alun-alun dan hutan kota. Alun-alun dan hutan kota berada pada sisi jalan yang banyak dipakai masyarakat untuk berkumpul, berinteraksi, berolahraga, dan melakukan kegiatan-kegiatan bersama lainnya. Kawasan alun-alun berada bersebelahan dengan mesjid agung Ahmad Bakrie, Markas Kodam, rumah dinas bupati, dan Kantor Bupati Asahan.

Kawasan alun-alun Kota Kisaran berada pada pusat kota dengan lokasi yang strategis dan aksesibilitas tinggi. Kawasan pusat Kota Kisaran berfungsi sebagai pusat pemerintahan, pusat sosial budaya, dan permukiman. Berdasarkan Perda Kab. Asahan No. 3 Tahun 2012 tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perkotaan Kisaran BWK III dan BWK IV Ibukota Kabupaten Asahan Tahun 2001-2020, pengembangan fasilitas sosial wisata meliputi ruang terbuka berupa taman, hutan kota dan lapangan / alun-alun pada kelurahan Sidomukti, Sei Renggas, dan Dadimulyo. Alun-alun Kota Kisaran sebagai fasilitas rekreasi terbuka berbentuk lapangan olah raga dan taman yang dilengkapi dengan kolam yang direncanakan berada di lahan bekas perkebunan.

Alun-alun Kota Kisaran berdasarkan tipologi ruang publik termasuk kedalam bagian taman pusat kota (downtown parks) yang berada pada kawasan pusat kota, berbentuk lapangan hijau dengan dikelilingi pohon-pohon peneduh. Alun-alun juga merupakan area hijau Kota Kisaran yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan santai dan lokasinya berdekatan dengan area perkantoran, perdagangan, dan perumahan kota.

Adapun kedudukan alun-alun kota Kisaran dalam konstelasi kota dapat dilihat pada gambar berikut :

1

Dalam mendukung fungsi kawasan alun-alun terdapat beberapa fasilitas yang disediakan dalam kawasan. Fasilitas dalam kawasan menyebar kedalam beberapa titik seperti yang dijelaskan pada tabel sebaran fasilitas dibawah ini.

4

Pengguna ruang alun-alun kota adalah penduduk kota dan orang yang melintas pada kawasan. Penggunan terdiri dari semua lapisan masyarakat dan kelompok umur maupun pendidikan. Aktivitas pengguna pada umumnya berupa rekreasi (berjalan-jalan, melihat pemandangan, duduk-duduk, bersantai, menunggu maupun bermain) dan kegiatan berolahraga (jogging, jalan santai, sepak bola, bersepeda, badminton, dll). Aktivitas pengunjung pada alun-alun dapat dijabarkan dalam tabel berikut.

ANALISIS

  1. Karakteristik Responden

Berdasarkan perhitungan sampel diperoleh jumlah responden sebanyak 100 orang. Setelah dilakukan penyebaran kuesioner kepada 100 responden pada alun-alun Kota Kisaran, maka dapat disimpulkan karakteristik responden seperti disajikan pada tabel berikut.

5

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas pengguna kawasan alun-alun Kota Kisaran adalah yang lokasi tempat tinggalnya jauh dari kawasan, memiliki jenis kelamin laki-laki, usia antara 18-25 tahun, pekerjaan pelajar, tingkat pendidikan SMA, frekuensi kedatangan jarang, datang ke lokasi dengan sepeda motor, datang bersama teman, tujuan kedatangan untuk rekreasi, dan memperoleh sumber informasi akan keberadaan alun-alun dari rekomendasi orang lain.

  1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji Validitas pada instrumen penelitian dilakukan untuk menguji apakah instrumen merupakan data yang tepat dan relevan sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan uji reliabilitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah instrumen penelitian tersebut merupakan data yang dapat dipercaya (reliabel) sesuai dengan tujuan penelitian yang dimaksud.

Pada uji validitas, hasil perhitungan atas sub variabel (R­­hitung) dibandingkan dengan hasil perhitungan koefisien validitas (R­­tabel) dengan signifikansi = 5 % dan N = 100 yaitu 0,196. Hasil uji validitas menunjukan R­­hitung lebih besar dari R­­tabel sehingga seluruh item pertanyaan pada kuesioner dinyatakan valid. Hasil uji validitas terhadap variabel ruang publik (X) dan karakter kawasan (Y) dapat dilihat pada tabel berikut.

2

Uji reliabilitas ini menggunakan program uji statistik SPSS for Windows versi 16. Menurut Nunnally (1967 dalam Ghozali 2005), suatu variabel dikatakan reliabel jika memiliki nilai Cronbachs Alpha > 0,6. Hasil analisis menunjukan semua variabel memiliki nilai alpha lebih besar dari 0,6 sehingga dianggap reliabel. Hasil uji reliabilitas pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

3

  1. Identifikasi Fungsi Alun-Alun

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif untuk mengidentifikasi fungsi alun-alun sebagai ruang publik yang dirasakan responden. Metode deskriptif pada suatu kumpulan data penelitian biasanya menggunakan nilai mean dari jumlah nilai keseluruhan responden dibagi jumlah responden. Berdasarkan analisis deskriptif ini, maka didapatkan perbandingan hasil tiap analisis untuk mengetahui indikator mana yang menonjol dan indikator mana yang tidak.

Fungsi tertinggi yang dirasakan pada alun-alun adalah fungsi sosial budaya yaitu sebagai tempat bermain dan berolahraga,  tempat bersantai, dan tempat interaksi sosial. Selain itu fungsi yang sangat besar dirasakan oleh responden terhadap alun-alun sebagai ruang publik adalah fungsi ekologis dengan jumlah pepohonan yang cukup, memiliki taman dan lapangan, keragaman tanaman, serta fungsi estetika dengan indikator bahwa alun-alun menciptakan keindahan dan estetika lingkungan, dan pembentuk visual yang menarik. Sedangkan fungsi ruang publik yang masih kurang dirasakan oleh responden adalah fungsi ekologis dengan kurangnya saluran drainase, dan fungsi estetika dengan penyeimbang kepadatan bangunan, vegetasi tepi jalan, penghubung tempat, dan pembatas massa bangunan, serta fungsi sosial budaya sebagai tempat menunggu.

6

  1. Identifikasi Prinsip Perancangan Ruang Publik

Pada tabel berikut akan dijelaskan nilai modus dan mean dari jawaban responden terhadap variabel ruang publik dengan indikator prinsip perancangan ruang publik.

7

Bersadarkan tabel diatas, prinsip perancangan pada alun-alun yang banyak dirasakan yaitu penerapan prinsip balance dengan indikator keberadaan alun-alun Kota Kisaran dapat dirasakan sebagai ruang publik, prinsip rhythm dimana alun-alun memiliki bentuk yang mudah di ingat, dan prinsip emphasis dimana alun-alun memiliki bagian yang menarik berupa open stage berbentuk kerang. Sedangkan untuk prinsip perancangan yang kurang dirasakan adalah prinsip balance dimana bentuk simetri maupun bentuk dinamis kurang dirasakan oleh pengguna pada alun-alun, prinsip rhythm dimana alun-alun belum menjadi penghubung tempat pada kawasan, alun-alun dapat dilihat dan dirasakan, alun-alun seperti tempat yang terpisah dengan lingkungannya, dan pemakaian warna yang tidak serasi dengan lingkungannya.

  1. Identifikasi Kualitas Alun-Alun

Kualitas ruang publik pada alun-alun yang paling tinggi dirasakan adalah variabel democratic dengan indikator akses masuk mudah dan memiliki area parkir yang luas, semua kalangan masyarakat dapat menikmati alun-alun, dan kawasan dibagi beberapa zona. Selain itu variabel yang juga besar dirasakan adalah variabel responsif dengan indikator ketersediaan penerangan, ketersediaan taman, lokasi berada dekat dengan jalur lalu lintas, ketersediaan penjaga keamanan, dan dapat dinikmati dengan mudah. Untuk variabel meaningful yang besar dirasakan adalah alun-alun memiliki batas-batas yang jelas, alun-alun menjadi landmark kawasan, dan alun-alun digunakan untuk even penting seperti upacara.

Sementara yang masih dirasa kurang pada alun-alun adalah ketersediaan pelindung dari hujan dan panas matahari, ketersediaan tempat duduk, ketersediaan fasilitas makan dan minum, ketersediaan kelengkapan pedestrian, pedestrian yang terintegrasi ke beberapa tempat, dan kegiatan budaya dan kesenian.

Identifikasi kualitas alun-alun ini dapat dilihat pada tabel nilai modus dan mean variabel karakter kawasan dibawah ini.

8

  1. Analisis Karakter Kawasan Pusat Kota

Karakter kawasan yang kuat dirasakan oleh responden adalah pada identitas kawasan yang memiliki desain bentuk bangunan unik, makna dan simbol dimana kawasan aman dan nyaman untuk berkumpul dan berinteraksi, dan kawasan dimanfaatkan sebagai tempat interaksi, olahraga, bersantai, dan rekreasi. Karakter lain yang juga cukup besar dirasakan dengan keberadaan alun-alun sebagai ruang publik adalah variabel identitas kawasan dimana bangunan yang ada pada kawasan masih relatif baru, variabel struktur kawasan dimana terdapat akses yang mudah menuju kawasan, dan variabel makna dan simbol dimana kawasan menegaskan identitas sebagai ruang publik, dan pemandangan yang indah pada alun-alun mendukung kawasan pusat kota.

Sedangkan karakter kawasan yang masih dirasa kurang yaitu terdapat bangunan yang mendominasi kawasan, terdapat kegiatan kesejarahan, suasana kawasan yang berbeda dengan lainnya, keberadaan open stage sebagai landmark, kawasan sebagai titik pertemuan, penanda sebagai petunjuk orientasi, kawasan memiliki fasilitas yang mewadahi semua aktivitas pengguna dan pengaruh alun-alun terhadap citra kawasan.

 Pada tabel berikut akan dijelaskan nilai modus dan mean dari jawaban responden terhadap variabel karakter kawasan pusat kota.

9

  1. Analisis Pengaruh Keberadaan Alun-Alun Sebagai Ruang Publik Terhadap Karakter Kawasan Pusat Kota di Kota Kisaran

Untuk mengetahui pengaruh alun-alun sebagai ruang publik terhadap karakter kawasan pusat kota di Kota Kisaran diperlukan proses analisis dengan menggunakan data yang valid dan reliabel. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi dengan ruang terbuka sebagai variabel independen (X) dan karakter kawasan sebagai variabel dependen (Y). Data hasil jawaban responden terhadap kuesioner kemudian diolah dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan hasil sebagai berikut.

10

 Pada tabel menunjukkan nilai signifikansi hitung (0,000) <  (0,05), maka HO ditolak dan Ha  dapat diterima. Hal ini membuktikan adanya pengaruh variabel bebas (ruang publik) terhadap variabel terikat (karakter kawasan). Nilai R sebesar 0,686 menunjukkan bahwa pengaruh ruang publik terhadap karakter kawasan adalah positif kuat. Hal ini juga ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0,471 yang berarti bahwa sebesar 47,1 % ruang publik mempengaruhi karakter kawasan pada alun-alun Kota Kisaran sedangkan sebesar 52,9% dipengaruhi oleh faktor lain diluar dari model penelitian ini.

 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data statistik yang telah dilakukan, maka peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang dapat menjawab pertanyaan penelitian. Keberadaan alun-alun sebagai ruang publik berpengaruh terhadap karakter kawasan pusat kota di Kota Kisaran. Analisis regresi yang dilakukan menunjukkan bahwa keberadaan alun-alun sebagai ruang publik telah mempengaruhi karakter kawasan pusat kota di Kota Kisaran sebesar 41,7 %, sedangkan 52,9 % dipengaruhi oleh faktor lain diluar model penelitian ini.  Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis awal yang dikemukakan peneliti terbukti dan sesuai oleh hasil analisis data statistik tersebut.

Elemen-elemen pada alun-alun sebagai ruang publik yang besar pengaruhnya terhadap pembentukan karakter kawasan pusat kota di Kota Kisaran berdasarkan hasil analisis adalah :

  1. Lapangan hijau, sebagai tempat bermain dan berolahraga, serta even penting seperti upacara.
  2. Pedestrian, sebagai tempat berolahraga.
  3. Taman, sebagai tempat bermain, bersantai dan berinteraksi.
  4. Pepohonan dan tanaman, dimana memiliki jumlah yang cukup dan beragam.
  5. Open stage, bagian menarik sebagai pembentuk visual dan menciptakan keindahan serta estetika.
  6. Akses masuk, dekat dengan jalur lalu lintas sehingga mudah diakses dan mudah diingat sebagai ruang publik.
  7. Area parkir yang luas sehingga dapat dinikmati semua kalangan.
  8. Penerangan, menciptakan keindahan dan estetika kawasan pada malam hari.

 

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2015. Asahan Dalam Angka 2015. Kisaran : BPS

Badan Pusat Statistik. 2015. Kisaran Barat Dalam Angka 2015. Kisaran : BPS

Budihardjo, Eko. 2009. Wawasan Lingkungan Dalam Pembangunan Perkotaan. Bandung : Penerbit Alumni.

Carmona, Mattew et al. 2004. Public Places Urban Spaces. UK : Architectural Press.

Carr, Stephen et al. 1992. Public Space. New York : Cambridge University Press

Darmawan, Edy. 2003. Teori dan Kajian Ruang Publik Kota. Semarang : Universitas Diponegoro.

_____________. 2009. Ruang Publik dalam Arsitektur Kota. Semarang : Universitas Diponegoro.

Hakim, Rustam. 1987. Unsur Perancangan dalam Arsitektur Lansekap. Jakarta : Bumi Aksara.

Imansari, Nadia dan Parfi Khadiyanta. 2015. “Penyediaan Hutan Kota dan Taman Kota sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Menurut Preferensi Masyarakat di Kawasan Pusat Kota Tangerang.” Jurnal Ruang, Vol. 1, No. 3, hal. 101-110.

Kallus, Rachel. 2001. “From Abstract to Concrete: Subjective Reading of Urban Space.” Journal of Urban Design, Vol. 6, No. 2, 129-150.

Lynch, Kevin. 1981. Good City Form. MIT Press Cambridge.

Nasution, Ahmad Delianur and Wahyuni Zahrah. 2014. “Community Perception on Public Open Space and Quality of Life in Medan, Indonesia.” Procedia – Social and Behavioral Sciences. Vol. 153, pp. 585–594

Rizka, Fadzilla et. Al. 2013. “Pengaruh Perubahan Fungsi Ruang Terbuka Publik di Kota Lama Semarang Terhadap Citra Kawasan.” TEKNIK. Vol. 34 (3), ISSN 0852-1697.

Shirvani, Hamid. 1985. The Urban Design Process. New York : Van Nostrand Reinhold Company.

Woolley, H. 2005. Urban Open Spaces. London : Spon Press.

[1] Mahasiswa Magister Pembangunan Wilayah dan Kota, UNDIP, Semarang

  Email : antonsutresno59@gmail.com





POLA DAN SISTEM PERENCANAAN AEROCITY DI BANDARA KUALANAMU DENGAN KONSEP AEROTROPOLIS

27 04 2020

Transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu fungsi masyarakat. Transportasi berhubungan erat dengan gaya hidup, jangkauan dan lokasi dari kegiatan yang produktif. Untuk melakukan mobilitas secara cepat, tepat, dan efisien, maka diperlukan moda transportasi. Peran transportasi yang sangat tinggi sebagai penunjang kehidupan ekonomi, sosial, politik dan budaya mengharuskan penanganan yang lebih serius dalam peningkatan dan pengembangan sistem jaringan transportasi. Sistem jaringan ini dapat dilihat melalui efektivitas, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, rendah polusi udara, dan efisiensi.

Transportasi sebagai infrastruktur utama yang menjadi bagian penting dalam pemenuhan aktivitas manusia dapat menimbulkan permasalahan transportasi seperti polusi udara yang diakibatkan emisi kendaraan bermotor, tingkat kebisingan yang meningkat, dan resiko bagi pejalan kaki. Menurut Gusnita (2010), terdapat beberapa dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas transportasi umum seperti : kebisingan, polusi udara, kecelakaan lalu lintas, stress bagi pengemudi, dan kesehatan masyarakat. Hal ini sudah mencapai titik yang menghawatirkan terutama di kota-kota besar.

Sistem transportasi merupakan elemen dasar infrastruktur yang berpengaruh pada pola pengembangan perkotaan. Pengembangan transportasi dan tata guna lahan memainkan peranan penting dalam kebijakan dan program pemerintah. Permasalahan transportasi perkotaan yang begitu signifikan antara lain : waktu tempuh yang semakin lama, kemacetan, dan kemampuan volume suatu persimpangan jalan dalam menyalurkan arus lalu-lintas kendaraan sudah tidak memadai.

Penyediaan prasarana transportasi membutuhkan perencanaan yang komprehensif dan berkelanjutan untuk menjamin terlayaninya kebutuhan pergerakan secara optimal atau tercapainya tujuan penyediaan prasarana sesuai dengan kemampuan sumber daya yang dimiliki. Permasalahan dalam perencanaan transportasi yaitu pada sifat tansportasi yang lebih sebagai suatu sistem dengan pola interaksi yang kompleks, sehingga perencanaan transportasi dapat menjadi suatu kegiatan yang rumit dan memakan waktu, serta usaha dan sumber daya yang besar. Perencanaan transportasi ditujukan untuk mengatasi masalah transportasi yang sedang terjadi atau kemungkinan terjadi di masa mendatang. Tujuan perencanaan transportasi adalah untuk mencari penyelesaian masalah transportasi dengan cara yang paling tepat dengan menggunakan sumber daya yang ada.

Perkembangan transportasi yang sangat pesat dapat dilihat pada transportasi udara. Transportasi udara kini semakin dikembangkan untuk mendukung perekonomian regional dan nasional. Hal ini didukung oleh pergerakan manusia dan barang yang kini lebih dituntut pada efiensi waktu dan biaya untuk pengoptimalisasian roda perekonomian.  Dari berkembangnya fungsi bandara, kemudian muncul konsep aerotropolis yang merupakan konsep perkotaan yang berpusat pada bandara (aerocity).

Aerotropolis merupakan kawasan perkotaan mandiri sebagai kawasan perekonomian yang memiliki keterkaitan fungsional yang terhubung dalam sistem jaringan prasarana wilayah terintegrasi dan terpusat (airport city) dan merupakan sebuah pengembangan dari sebuah bandara. Munculnya konsep aerotropolis adalah sebagai bentuk integrasi antara transportasi udara dengan perkembangan kota disekitarnya. Hal ini juga dikarenakan adanya tantangan bandara yang harus mengakomodasi kawasan bisnis yang memiliki akses atau terhubung secara langsung dengan pasar ekonomi global. Adapun Prinsip perencanaan aerotropolis yaitu :

  1. Prinsip struktur ruang wilayah, yang menempatkan bandara memiliki hirarki tertinggi atau sama dengan pusat kota
  2. Prinsip jarak, berlokasi dalam radius 30 km
  3. Prinsip zonasi, yang mengatur pada intensitas kepadatan dan ketinggian bangunan dengan mempertimbangkan kawasan keselamatan operasional penerbangan dalam pengembangan kawasan perkotaan di sekitar bandara
  4. Pinsip tata guna lahan, dengan dominasi guna lahan mixed use
  5. Prinsip peruntukan utama fungsi kawasan, sebagai kawasan bisnis dan komersial
  6. Prinsip penyediaan kawasan bisnis, dengan konsep CBD yang mengakomodasi berbagai bidang bisnis dan industri serta mengakomodasi fasilitas hunian
  7. Prinsip integrasi, yang terintegrasi dalam penunjang layanan antara pusat kota dan bandara dan terintegrasi dalam konektivitas
  8. Prinsip konektivitas yang terhubung dengan transportasi multimoda yang cepat, terjangkau, dan mudah diakses.

Indonesia mesti mendorong pembentukan bandara berkonsep aerotropolis dengan penerapan tata kota urban yang infrastruktur dan aktivitas ekonominya berpusat pada sebuah bandara udara guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan. pendekatan kota hijau merupakan hal yang esensial dalam rangka mengantisipasi dampak negatif perubahan iklim dan menipisnya sumber daya alam untuk mendukung fungsi kota.

Bandara saat ini tidak hanya menjadi simpul transportasi udara, namun juga semakin berkembang dan menjadi simpul perkembangan bagi kota di sekitarnya. Begitu juga yang dialami Bandara Kualanamu Medan yang mempengaruhi perkembangan Kota Medan dan Kab. Deli Serdang. Konsep aerotropolis yang merupakan perencanaan yang mengintegrasikan antara bandara, kota, kawasan bisnis, serta didukung oleh transportasi multimoda, dianggap mampu menjawab tantangan perencanaan kota dan bandara. Bandara Kualanamu memiliki konektivitas yang terintegrasi dengan kawasan kota melalui jalur kereta api yang menghubungkan bandara dan pusat kota.

Dengan konsep aerotropolis, bandara akan menjadi pusat kegiatan yang dikelilingi oleh berbagai fasilitas pendukung yang terletak di dalam pagar atau di luar pagar, seperti perkantoran, area komersial, area hiburan, layanan kesehatan berkelas, hingga dunia akademis dan berbagai industri. Penerapan konsep aerotropolis di Bandara Internasional Kualanamu yang terletak di Deli Serdang, Sumatra Utara dinilai paling tepat karena masih memiliki lahan luas untuk pembangunan dan lokasinya strategis dekat dengan negara-negara Asia dan negara-negara di kawasan Timur Tengah.

Penerapan konsep aerotropolis di bandara Kualanamu akan melalui tiga tahapan proses persiapan, yakni rencana pengembangan infrastruktur dan fasilitas, rencana bisnis, dan acuan implementasi untuk kesuksesan pengembangan tersebut. Kawasan Aerotropolis Bandara Internasional Kualanamu tersebut kemudian akan diintegrasikan dengan dua pelabuhan sehingga membentuk super koridor Bandara Internasional Kualanamu – Pelabuhan Belawan – Pelabuhan Kuala Tanjung dengan jalur kereta api yang saling terintegrasi.

Referensi :

Gusnita, Dessy. 2010. “Green Transport : Transportasi Ramah Lingkungan dan Kontribusinya Dalam Mengurangi Polusi Udara.” Berita Dirgantara, vol. 11, no.2, pp. 66-71.

https://aktiviantiaposhi.wordpress.com/2011/12/03/transportasi-berkelanjutan-serta-penerapannya-di-indonesia/. Diakses 15 Juni 2016.

https://m.tempo.co/read/news/2014/06/28/090588677/bandara-indonesia-diarahkan-berkonsep-aerotropolis. Diakses 15 Juni 2016.





Konsep Design Universal dalam Rancang Kota

27 04 2020

Design universal merupakan hasil proses perancangan yang mempertimbangkan kebutuhan semua orang baik yang sehat maupun yang memiliki keterbatasan gerak. Produk perancangan dapat dinikmati bersama dengan aman dan nyaman tanpa rasa khawatir serta dapat digunakan semua orang tanpa ada batasan.

Prinsip-prinsip Universal design antara lain :

a. Equitable Use (Kesetaraan dalam Penggunaan)

Desain akan berguna dan dapat dimanfaatkan untuk semua orang dengan kemampuan beragam. Pedoman ;

  • Menyediakan sarana yang dapat digunakan bersama untuk semua pengguna, identik, dan setara.
  • Desain tidak menstigmasi sekelompok pengguna atau memberikan hak istimewa kepada sebuah grup
  • Ketentuan untuk privasi, keamanan, dan keselamatan harus tersedia bagi semua pengguna.
  • Membuat desain menarik bagi semua pengguna.

9

Gambar diatas menunjukan beberapa contoh penerapan Design Universal dalam perancangan kota. Hasil perancangan harus dapat dinikmati atau dipakai oleh semua orang baik yang normal maupun yang memiliki kekurangan dan keterbatasan gerak. Tangga yang dilengkapi dengan ram bisa dinikmati oleh mereka yang sehat atau mereka yang menggunakan alat bantu kursi roda atau stroller.

b. Flexibility in Use ( Fleksibilitas dalam Penggunaan)

Desain mengakomodir berbagai jenis pengguna dan kemampuan individu. Pedoman :

  • Desain harus memperbolehkan setiap orang untuk menggunakannya
  • Desain harus mengakomodasi baik pengguna tangan kanan maupun kidal.
  • Desain juga harus mempunyai fleksibilitas untuk digunakan meskipun pengguna memakai cara yang tidak konvensional atau tidak terduga.

10

Gambar diatas menunjukan suatu design universal yang fleksibel dalam penggunaannya yaitu bisa dimanfaatkan oleh mereka yang normal atau sehat maupun oleh pengguna yang memiliki keterbatasan. Aksesibilitas menuju halte bus terdapat suatu alat berupa hidrolik yang bisa dipakai untuk para pengguna kursi roda maupun untuk orang yang membawa bayi dengan stroller. Pintu otomotasi dengan sensor bagi pengguna dengan keterbatasan bisa menjadi solusi design universal.

c. Simple and Intuitive Use (Penggunaan yang sederhana dan Intuitif)

Penggunaan desain harus bisa dimengerti dengan mudah, tidak tergantung kepada perbedaan pengalaman, pengetahuan, keterampilan bahasa, atau tingkat konsentrasi saat itu dari seluruh pengguna. Pedoman :

  • Desain mudah dimengerti
  • Desain disesuaikan dengan kemampuan dasar pengguna dan intuisi dasar semua kemampuan pengguna.
  • Mengakomodasi berbagai jenis huruf khusus dan kemampuan berbahasa.
  • Perletakkan informasi penting ditempat-tempat strategis

11

Gambar diatas menunjukan konsep design universal dalam penggunaan yang sederhana dan intuitif, dimana akses pedestrian di desain secara sederhana untuk mengakomodasi kebutuhan semua penggunaannya. Di satu sisi terdapat tangga dan di satu sisi lainnya terdapat pedestrian berupa ram yang sangat landai dan nyaman baik untuk pengguna biasa maupun yang memiliki keterbatasan gerak.

d. Perceptible Information (Informasi yang jelas)

Desain harus mengkomunikasikan informasi yang penting (diperlukan) secara efektif kepada pengguna, terlepas dari kondisi lingkungan maupun kemampuan indra pengguna. Pedoman :

  • Penggunaan jenis marka yang berbeda (gambar, tulisan, tekstur) untuk menunjukan informasi penting secara jelas.
  • Memberikan perbedaan yang cukup kontras antara informasi penting dengan sekitarnya.
  • Memastikan agar informasi penting mudah dimengerti, mudah terbaca dan memberikan petunjuk atau arah dengan jelas sesuai dengan kemampuan pengguna yang berbeda-beda
  • Membedakan elemen dalam cara-cara yang dapat digambarkan

Menyediakan berbagai teknik atau alat dan bentuk informasi penting agar mudah digunakan dan dimengerti oleh pengguna dengan keterbatasan sensorik.

12

Gambar diatas menunjukan adanya perhatian terhadap mereka yang memiliki keterbatasan gerak dengan memberikan fasilitas parkir khusus dengan informasi yang cukup jelas.

e. Tolerance for Error (memberikan toleransi terhadap kesalahan)

Desain harus meminimalkan resiko bahaya yang bisa muncul dan dapat merugikan pengguna. Pedoman :

  • Pengaturan elemen untuk meminimalkan bahaya dan kesalahan mulai dari elemen yang paling sering digunakan, paling mudah diakses, menghilangkan unsur bahaya
  • Menyediakan tanda peringatan bahaya yang aman.
  • Menyediakan tanda yang aman apabila ada fitur yang gagal.
  • Mencegah hilangnya kewaspadaan dalam setiap tindakan secara sadar.

13

Gambar diatas menunjukan upaya memberikan toleransi bagi semua pengguna dengan menghindari atau meminimalisir resiko bahaya melalui fasilitas yang nyaman bagi mereka yang memiliki keterbatasan gerak.

f. Low Physical Effort (memerlukan upaya fisik yang rendah)

Desain dapat digunakan secara efisien dan nyaman dengan mengurangi resiko kecelakaan. Pedoman :

  • Desain dapat digunakan dalam posisi tubuh normal.
  • Desain digunakan dengan cara yang biasa
  • Desain dapat digunakan dengan mudah dan dalam sekali gerakan tanpa perlu berulang-ulang.

14

Gambar diatas menunjukan sebuah penerapan design universal dimana pedestrian dibuat dengan jalur landai dan penanda warna yang kontras sehingga dapat digunakan secara efisien dan nyaman untuk semua pengguna tanpa adanya resiko bahaya. Desain ini dapat digunakan dengan mudah oleh semua orang.

g. Size and Space for Approach and Use (Menyediakan ukuran dan Ruang untuk Pendekatan dan Penggunaan)

Penggunaan ukuran ruang dalam desain yaitu dengan melakukan pendekatan melalui postur, ukuran dan pergerakan pengguna. Pedoman :

  • Memberikan bentuk dan batas yang tegas serta jelas di setiap desain
  • Membuat semua komponen yang nyaman untuk setiap pengguna duduk atau berdiri.
  • Mengakomodasi variasi ukuran tangan dan ukuran grip.
  • Memperhatikan kebutuhan minimum standar ruang.

15

Pada gambar terlihat penerapan prinsip penyediaan ukuran dan ruang yang dapat digunakan untuk semua orang. Ukuran disesuaikan dengan kbutuhan ruang bagi mereka yang memiliki keterbatasan dengan menggunakan alat bantu sehingga memerlukan ruang yang sedikit luas dan berbeda.

Sumber Gambar :

 UNESCO. 2013. Conserving The Borobudur Temple For The Future. UNESCO Office : Jakarta

Andanwerti, Noeratri. 2005. Universal Desain, Sebuah Pendekatan Desain untuk Menjawab Keberagaman. Vol.8 No. 1

http://www.universaldesign.com/about-universal-design.html (14 Januari 2016)

http://universaldesign.ie/exploreampdiscover/the7principles (14 januari 2016)

https://id.wikipedia.org/wiki/Angkor_Wat

http://kartika-s-n-fisip08.web.unair.ac.id/artikel_detail-66735-hardskill%20-Preservasi%20Benda%20Cagar%20Budaya.html

http://poskotanews.com/2014/12/03/konservasi-museum-sejarah-jakarta-60/

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/2014/11/26/syukuran-pembukaan-kembali-candi-siwa-pasca-gempa/

https://ruupenyandangdisabilitas.wordpress.com/2015/09/